
Ramadhan adalah kesempatan bagi setiap muslim untuk meraih keuntungan besar di akhirat. Dalam bulan Ramadhan pahala amalan dilipat gandakan berkali-kali lipat, bahkan pahala amal di malam Lailatul Qadar, melebihi pahala amal seribu bulan. Kita begitu bersemangat mencari keuntungan dunia, bahkan rela bekerja mati-matian, dan tidak tidur malam apabila dijanjikan gaji yang berlipat, maka marilah di bulan ini kita beribadah sepenuh kemampuan kita untuk meraih kebahagiaan yang kekal di akhirat.
Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad menuturkan dalam kitab An-Nashaih Ad-Diniyah:
وَاسْتَكْثِرُوا مِنْ أَعمَالِ الْبِرِّ، وَأَفْعَالِ الْخَيْرِ مَا اسْتَطَعْتُمْ فِي شَهْرِ رَمَضَان، لِفَضْلِ أَوْقَاتِهِ وَحُصُولِ الْمُضَاعَفَةِ فِيهِ، وَكَثْرَةِ الثَّوَابِ وَتَيَسُّرِ الْعَمَلِ بِالْخَيْرَاتِ.
فَأَمَّا الْمُضَاعَفَةُ فَلِمَا وَرَدَ: أَنَّ النَّافِلَةَ فِي رَمَضَانَ يَعْدِلُ ثَوَابُهَا ثَوَابَ الْفَرِيضَةِ، وَالْفَرِيضَةُ فِيهِ بِسَبْعِينَ فَرِيضَةٍ فِي غَيْرِهِ . فَمَنْ يَسْمَحُ بِفَوَاتِ هَذَا الرِّبْحِ وَيَكْسلُ عَنِ اغْتِنَامِ هَذِهِ التِّحَارَةِ الَّتِي لَا تَبُورُ!
وَأَمَّا تَيَسُّرُ الْعَمَلِ بِالْخَيْرِ فِي رَمَضَانَ فِلِأَنَّ النَّفْسَ الْأَمَّارَةَ بِالسُّوءِ مَسْجُونَةٌ بِالْجُوعِ وَالْعَطَشِ، وَالشَّيَاطِينُ الْمُثَبِّطِينَ عَنِ الْخَيْرِ الْمُعَوِّقِينَ عَنْهُ مُصَفَّدُونَ لَا يَسْتَطِيعُونَ الْفَسَادَ وَلَا يَتَمَكَّنُونَ مِنْهُ، فَلَمْ يَبْقَ بَعْدَ ذَلِكَ عَنِ الْخَيْرَاتِ مَانِع، وَلَا ِمنْ دُونِهَا حَاجِزٌ إِلَّا مَنْ غَلَبَ عَلَيْهِ الشَّقَاء، وَاسْتَوْلَى عَلَيْهِ الْخِذْلَان وَالْعِيَاذُ بِالله! فَيَكُونُ رَمَضَانُ وَغَيْرُهُ عِنْدَهُ سَوَاء فِي الْغَفْلَةِ عَنِ الله، بَلْ رُبَّمَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ أَعْظَمَ إِعْرَاضاً عَنْ ربِّه وَأَكْثَرَ غَفْلَةً.
Perbanyaklah amal kebajikan dan perbuatan baik sesuai kemampuan kalian di Bulan Ramadhan sebab kemuliaan waktu-waktunya, terdapat pelipat-gandaan di dalamnya, banyaknya pahala, serta mudahnya beramal baik di dalamnya.
Pahala di Bulan Ramadhan dilipat-gandakan, pahala sunah yang dilakukan di dalam Bulan Ramadhan setara dengan pahala amalan wajib di bulan lain. Amalan wajib yang dilakukan di Bulan Ramadhan dilipat-gandakan pahalanya 70 kali daripada yang dilakukan di bulan lain. Maka siapakah orang yang rela kehilangan keuntungan ini dan malas untuk memanfaatkan ‘perdagangan’ yang tidak akan rugi ini?
Amal kebaikan mudah dilakukan di Bulan Ramadhan sebab nafsu ammarah bis su (yang memerintahkan keburukan) dipenjara dengan rasa lapar dan haus, setan-setan yang biasanya menghalangi dan merintangi perbuatan baik dibelenggu sehingga tidak mampu berbuat kerusakan, dan tidak mungkin untuk melakukannya. Maka tidak ada lagi yang menghalangi dari perbuatan-perbuatan baik, tidak ada pula penghalang untuk melakukannya kecuali bagi orang yang sudah ditakdirkan untuk celaka dan dikuasai oleh kehendak buruk, naudzu billahi min dzalik. Bagi orang yang demikian kehadiran Ramadhan dan selainnya sama saja, ia selalu lalai dari Allah bahkan mungkin di Bulan Ramadhan ia lebih parah dalam berpaling dari Tuhannya dan lebih banyak kelalaiannya.
Di antara cara memperoleh keuntungan berlipat di Bulan Ramdhan adalah dengan memperbanyak amalan sunah. Apa saja sunah-sunah di Bulan Ramadhan? Ada banyak sekali, Al-Habib Segaf bin Ali Alaydrus dalam risalah ‘Tuhfatul Ikhwan Biba’dhi Sunanis Shaum wa Ramadhan’ menyebutkan 40 sunah yang paling penting di antara sunah-sunah Ramadhan. Berikut ini adalah ulasannya:
Sunah Pertama: Makan Sahur
Disunahkan bagi yang akan berpuasa untuk makan sahur. Banyak hadits yang menganjurkan untuk melakukan sahur dan menjelaskan bahwa di dalam makanan sahur terdapat keberkahan. Rasulullah ﷺ bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً
Bersahurlah karena di dalam sahur terdapat keberkahan. (HR Bukhari-Muslim)
Dalam sebuah hadits, Nabi ﷺ menamai makanan sahur dengan ‘Al-Ghiza Al-Mubarok’ Makanan yang diberkahi, maka jangan sampai meninggalkan makan sahur walaupun sedikit, Rasulullah ﷺ bersabda:
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Makan sahur itu adalah berkah. Maka jangan kalian tinggalkan walaupun hanya dengan meminum seteguk air. Karena Allah ﷻ dan para malaikat-Nya bershalawat bagi orang-orang yang melakukan sahur. (HR Ahmad)
Sunah Kedua: Kurma Untuk Sahur
Sunah untuk menjadikan kurma sebagai salah satu menu sahur. Nabi ﷺ bersabda:
نِعْمَ سَحُورُ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ
Makanan sahur yang baik bagi seorang yang beriman adalah kurma. (HR Abu Dawud dan Ibnu Hibban dan Shahihnya)
Sunah Ketiga: Mengakhirkan Makan Sahur
Makan sahur boleh dilakukan semenjak tengah malam, akan tetapi sunah mengakhirkan sampai mendekati waktu Shubuh, tentunya tidak terlalu akhir sehingga membuat ragu apakah waktu sahur masih tersisa atau tidak.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْإِفْطَارَ وَأَخَّرُوا السُّحُورَ
Umatku akan senantiasa berada dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. (HR Ahmad)
Adapun terlalu mengakhirkan makan sahur sampai ragu apakah waktu sahur masih tersisa, itu tidak dianjurkan.
Sunah Keempat: Menentukan Waktu Imsak (Jarak Antara Selesai Sahur Dan Adzan Shubuh)
Sunah untuk menentukan jarak pemisah antara akhir waktu sahur dan Adzan Shubuh (atau yang dikenal dengan istilah Imsak). Jangan sampai ia masih makan sahur ketika Adzan Shubuh berkumandang. Jika demikian, berarti makan sahurnya jatuh di waktu Shubuh, dan puasanya tidak sah.
Sahabat Anas radhiyallahu anhu pernah mendengar Sahabat Zaid bin Tasbit radhiyallahu anhu menuturkan :
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً
“Kami pernah makan sahur bersama Nabi ﷺ, setelah itu kami melaksanakan Shalat.”
Aku (Sahabat Anas) bertanya:
“Berapa jarak waktu antara adzan dan sahurnya?”
“Seukuran 50 ayat.” Jawabnya. (HR Bukhari-Muslim)
Sebagian ulama menyebutkan bahwa ukuran 50 ayat itu adalah sekitar 15-20 menit. Maka hendaknya kita berhenti makan sahur 15 menit sebelum masuk waktu Shubuh.
Menentukan waktu imsak merupakan bentuk kehati-hatian dalam beribadah, dan kehati-hatian dalam beribadah termasuk hal yang dianjurkan oleh Nabi ﷺ. Beliau ﷺ pernah bersabda:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ
Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kepada apa yang tidak membuatmu ragu. (HR Ahmad)
Sunah Kelima: Makan Sahur Bersama-Sama
Sunah berkumpul untuk makan sahur bersama berdasarkan hadits Sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu di atas:
تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ
“Kami pernah makan sahur bersama Nabi ﷺ, setelah itu kami melaksanakan Shalat.” (HR Bukhari-Muslim)
Selain itu, terdapat keberkahan dalam menyantap makanan bersama-sama. Di dalam sebuah hadits dikatakan:
أَحَبُّ الطَّعَامِ إِلَى اللهِ مَا كَثُرَتْ عَلَيْهِ الْأَيْدِى
Makanan yang paling disukai Allah adalah makanan yang banyak tangan (ikut makan) di dalamnya. (HR Abu Ya’la, Ibnu Hibban, At-Thabrani, dan Al-Baihaqi)
Sunah Keenam: Membersihkan Sela-Sela Gigi
Setelah sahur, jangan sampai lalai untuk membersihkan sela-sela giginya. Nabi ﷺ bersabda:
تَخَلَّلُوا، فَإِنَّهُ نظافةٌ، وَالنَّظَافَةُ تَدْعُو إِلَى الْإِيمَانِ، وَالْإِيمَانُ مَعَ صَاحِبِهِ فِي الْجَنَّةِ
Sela-selailah gigi kalian karena itu adalah bagian dari kebersihan. Kebersihan akan menghantarkan kepada iman dan iman beserta orang yang beriman ada di dalam surga. (HR Thabrani)
Dikatakan bahwa kesunahan membersihkan sela-sela gigi lebih ditekankan bagi orang yang berpuasa dibandingkan kesunahan bersiwak.
Sunah Ketujuh: Segera Berbuka Puasa
Disunahkan bagi yang berpuasa untuk segera berbuka setelah meyakini masuk waktu Maghrib. Nabi ﷺ bersabda:
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka segera berbuka (HR Bukhari-Muslim)
Allah ﷻ berfirman dalam hadits qudsi:
أَحَبُّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
Sesungguhnya hamba yang paling Aku cintai adalah yang paling segera dalam berbuka. (HR Ahmad dan Turmudzi)
Kesunahan ini berlaku jika ia telah yakin masuk waktu Maghrib. Adapun bagi yang masih ragu masuknya waktu Maghrib, maka tidak sunah untuk segera berbuka, bahkan haram hukumnya berbuka dalam keadaan ragu sebab itu dapat merusak puasa.
Sunah Kedelapan: Berbuka Dengan Ruthob (Kurma Muda) Jika Tersedia
Sunah untuk berbuka dengan Ruthob (Kurma Muda) jika tersedia. Apabila tidak ada, maka sunah berbuka dengan kurma kering (kurma yang banyak ada di pasaran). Jika tidak ada, maka dengan air. Sahabat Anas radhiyallahu anhu mengatakan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Rasulullah ﷺ berbuka sebelum melaksanakan shalat (Maghrib) dengan beberapa butir Ruthob (kurma muda), jika tidak ada maka beberapa butir tamr (kurma kering) dan jika tidak ada maka dengan beberapa hirup air. (HR Abu Dawud dan Turmudzi)
Nabi ﷺ juga bersabda:
إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ فَإِنَّهُ بَرَكَةٌ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ تَمْرًا فَالْمَاءُ فَإِنَّهُ طَهُورٌ
Jika seorang dari kalian berbuka, berbukalah dengan kurma karena kurma itu adalah berkah. Jika tidak mendapatkan kurma berbukalah dengan air sebab air itu suci dan mensucikan. (HR Abu Dawud dan Turmudzi)
Sunah Kesembilan: Sungguh-Sungguh Menyiapkan Yang Halal
Sebagian orang saleh berkata:
“Jika engkau berpuasa, perhatikan makanan berbukamu. Makanan haram adalah racun yang dapat membinasakan agama.”
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى طَعَامٍ، وَشَرَابٍ مِنْ حَلالٍ، صَلَّتْ عَلَيْهِ الْمَلائِكَةُ فِي سَاعَاتِ شَهْرِ رَمَضَانَ، وَصَلَّى جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلامُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ” .
Siapa yang memberikan makanan dan minuman bagi yang berbuka puasa dari yang halal, maka malaikat akan bershalawat untuknya di setiap saat pada Bulan Ramadhan. Dan Malaikat Jibril akan bershalawat untuknya secara khusus di Malam Lailatul Qadar. (HR Thabrani)
Dalam riwayat lain dikatakan:
وَصَافَحَهُ جِبْرَائِيلُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
“Dan Malaikat Jibril akan bermushofahah (menjabat tangannya) pada Malam Lailatul Qadar.” (HR Abu Syaikh dan Ibnu Hibban)
Sunah Kesepuluh : Berdoa Ketika Berbuka
Doa ketika berbuka merupakan salah satu doa yang diijabahi. Rasulullah ﷺ bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
Tiga orang yang tidak akad ditolak doanya: Imam yang adil, orang yang berpuasa ketika berbuka, dan doa orang yang dizalimi (HR Ahmad dan Turmudzi)
Maka jangan sia-siakan kesempatan ini terbuang sia-sia. Untuk mendapatkan kesunahan, ia bisa berdoa dengan doa apa saja. Akan tetapi, yang lebih utama adalah berdoa dengan doa yang dipanjatkan oleh Nabi ﷺ, di antaranya adalah:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat, dan telah ditetapkan pahalanya insya Allah Ta’ala. (HR Abu Dawud dan Nasai)
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
Ya Allah untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rizki dari-Mu aku berbuka (HR Abu Dawud)
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي أَعَانَنِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ
Segala puji bagi Allah yang menolong aku sehingga aku dapat berpuasa dan memberiku rizki sehingga aku dapat berbuka. (HR Ibnu Sunni)
Atau doa Sahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِي
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang mencakup segala sesuatu agar Engkau mengampuniku. (HR Ibnu Majah)
Sunah Kesebelas : Memberi Makanan Berbuka Bagi Yang Berpuasa
Disunahkan untuk menyediakan makanan berbuka (takjil) bagi yang berpuasa. Sahabat Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu anhu meriwayatkan sabda Nabi ﷺ:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Siapa yang memberikan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikit pun pahalanya. (HR Turmudzi dan Nasai)
Para ulama mengatakan, pahala ini didapatkan walaupun dengan hanya memberikan makanan yang sedikit untuk orang yang berbuka puasa, namun lebih sempurna lagi jika ia memberikan makanan yang dapat mengenyangkannya. Di dalam hadits dikatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ فَطَّرَ فِيهِ صَائِماً كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوبِهِ وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ ، وَكَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ » ، قَالُوا : لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ ، فَقَالَ : « يُعْطِي اللهُ هَذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِماً عَلَى تَمْرَةٍ ، أَوْ شُرْبَةِ مَاءٍ ، أَوْ مِذْقَةِ لَبَنٍ
“Siapa yang menyediakan makanan berbuka untuk orang yang berpuasa di dalamnya (Bulan Ramadhan) maka itu akan menjadi penghapus dosanya dan pembebasan dari api neraka. Ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikit pun pahalanya.”
Para sahabat bertanya, “Tidak semua dari kita mampu memberikan makanan untuk orang yang berpuasa.”
Maka Nabi ﷺ bersabda: “Allah memberikan pahala ini bagi orang yang menyediakan makanan berbuka untuk orang yang berpuasa walau pun hanya dengan sebutir kurma, seteguk air atau sehisap susu.” (HR Ibnu Khuzaimah)
Usahakan dengan sungguh-sungguh agar niatnya dalam memberi makanan berbuka adalah untuk mengikuti sunah Nabi ﷺ dan mendapatkan pahala bukan sekedar menjalankan adat yang berlangsung setiap tahun.
Sunah Kedua Belas : Berdoa Untuk Pemilik Rumah Jika Ia Berbuka Di Rumahnya
Apabila kita berbuka di tempat orang lain, sunah untuk mendoakan kebaikan bagi pemilik rumah yang menghidangkan makanan untuk kita. Nabi ﷺ pernah berbuka di kediaman Sahabat Saad bin Ubadah radhiyallahu anhu, maka Nabi ﷺ berdoa:
أَفْطَرَ عِنْدَكُمْ الصَّائِمُونَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمْ الْأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ الْمَلَائِكَةُ
Orang-orang yang berpuasa telah berbuka di tempat kalian, orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian, dan semoga malaikat bershalawat kepada kalian. (HR Abu Dawud)
Sunah Ketiga Belas: Menghidupkan Malam Ramadhan Dengan Ibadah
Disunahkan untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan berbagai macam ibadah, terutama dengan Shalat Tarawih dan Witir. Ini adalah ibadah yang sangat agung pahalanya dan termasuk salah satu dari syiar (symbol) dari syiar-syiar Ramadhan. Rasulullah ﷺ selalu menganjurkan para sahabat untuk shalat di malam Ramadhan. Beliau ﷺ bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa yang melakukan shalat (Tarawih) di bulan Ramadhan karena dasar iman dan mengharapkan pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَرَضَ صِيَامَ رَمَضَانَ عَلَيْكُمْ وَسَنَنْتُ لَكُمْ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan aku sunahkan bagi kalian shalatnya (Tarawih). Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melaksanakan shalatnya karena iman dan mengharapkan pahala maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti hari ketika ibunya melahirkannya. (HR Nasai)
Para ulama mengatakan bahwa pahala ini dikhususkan bagi mereka yang melazimi Shalat Tarawih setiap malam. Maka, tidak selayaknya bagi orang yang bersemangat memburu kebaikan untuk meninggalkan Shalat Tarawih. Jika ia tidak mampu melakukannya secara sempurna karena suatu udzur seperti sakit atau bepergian, maka lakukanlah Shalat Tarawih semampunya walau hanya delapan rakaat saja. Di dalam hadits dikatakan:
إذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Jika aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah, laksanakanlah sesuai kemampuan kalian. (HR Bukhari dan Muslim)
Sunah Keempat Belas: Memperbanyak Tilawah Al–Qur’an
Sunah untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an selama Bulan Ramadhan yang mulia ini. Ramadhan adalah Bulan Al-Qur’an. Semestinya ia mampu mengkhatamkan Al-Qur’an beberapa kali di bulan ini sebagaimana yang dilakukan oleh para salaf.
Disebutkan bahwa Imam Manshur bin Zadan radhiyallahu anhu, salah seorang tabiin yang gemar beribadah, mengkhatamkan Al-Qur’an dua kali khataman lebih sedikit di waktu antara Maghrib dan Isya selama Bulan Ramadhan. Diriwayatkan oleh Ibnu Dawud dengan sanad yang shahih bahwa Imam Mujahid radhiyallahu anhu selalu mengkhatamkan Al-Qur’an di Bulan Ramadhan antara waktu Magrib dan Isya. Demikian yang dituliskan dalam kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi.

Sunah Kelima Belas: Tadabur Al-Quran dan Tartil Dalam Membacanya
Hendaknya ia memiliki perhatian untuk merenungi makna Al-Qur’an yang dibacanya, dan membacanya secara tartil. Maksud membaca Al-Qur’an adalah untuk memahami maknanya dan mengambil pelajaran serta nasihat yang terkandung di dalamnya. Allah ﷻ berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS Shaad: 29)
Sahabat Ibu Abbas radhiyallahu anhuma mengatakan: “Membaca satu surat dengan tartil lebih aku sukai daripada membaca seluruh Al-Qur’an tanpa tartil.”
Imam Mujahid radhiyallahu anhu pernah ditanya mengenai dua orang lelaki yang melakukan shalat dalam tempo yang sama. Yang pertama membaca surat Al-Baqarah dan Ali Imran sedangkan yang satu hanya membaca Al-Baqarah saja, rukuk keduanya sama, sujud keduanya sama, duduk keduanya sama. Maka beliau mengatakan, “Yang membaca Al-Baqarah saja itu yang lebih utama.”
Sunah Keenam Belas: Mudarosah (Saling Menyimak Bacaan Al-Qur’an)
Selain sunah memperbanyak tilawah Al-Qur’an, sunah pula saling menyimak bacaan Al-Qur’an. Nabi ﷺ membacakan Al-Qur’an dengan disimak oleh Malaikat Jibril alaihissalam setiap malam di Bulan Ramadhan. Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ mengatakan:
“Para ulama Madzhab Syafii menyatakan bahwa hukumnya sunah untuk memperbanyak tilawah Al-Qur’an di Bulan Ramadhan dan Mudarosah Al-Quran. Mudarosah adalah membaca Al-Quran dengan disimak orang lain, lalu orang itu bergantian membaca Al-Qur’an dengan disimak olehnya.”
Hikmah disunahkannya mudarosah adalah membantu mempercepat mentadaburi Al-Quran dan memudahkan memahami makna-maknanya yang agung.
Sunah Ketujuh Belas : Istiqomah Menuntut Ilmu
Orang yang berpuasa hendaknya tidak melewatkan hadir dalam majelis ilmu, dzikir dan fiqih. Pahala menghadiri majelis ilmu di Bulan Ramadhan sangat besar dan agung. Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma menuturkan:
وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
Rasulullah ﷺ paling dermawan di Bulan Ramadhan ketika Beliau bertemu dengan Malaikat Jibril. Beliau ﷺ menemuinya setiap malam Bulan Ramadhan, lalu melakukan mudarosah Al-Quran. (HR Bukhari-Muslim)
Dari hadits ini, para ulama menyimpulkan bahwa sebagaimana disyariatkan untuk melakukan mudarosah, disyariatkan pula untuk berdiskusi dalam kebaikan dan ilmu.
Sunah Kedelapan Belas: Memakmurkan Waktu Dengan Dzikir
Orang yang berpuasa harus memperhatikan waktunya dan memakmurkannya dengan berdzikir kepada Allah ﷻ. Hendaknya ia menentukan waktu untuk beristigfar, bertasbih, bertahlil, berhamdalah, bershalawat kepada Nabi ﷺ dan lainnya. Termasuk dzikir-dzikir yang diajarkan Nabi ﷺ adalah:
أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ أَسْتَغْفِرُ اللهَ نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku memohon ampunan kepada Allah. Kami memohon surga kepada-Mu dan meminta perlindungan kepada-Mu dari neraka.
Dalam hadits dikatakan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
وَاسْتَكْثِرُوا فِيهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمَ ، وَخَصْلَتَيْنِ لَا غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا ، فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ : فَشَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ، وَتَسْتَغْفِرُونَهُ ، وَأَمَّا اللَّتَانِ لَا غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا : فَتَسْأَلُونَ اللهَ الْجَنَّةَ ، وَتَعُوذُونَ بِهِ مِنَ النَّارِ
Perbanyaklah di dalamnya (Ramadhan) empat hal. Dua hal dapat membuat Tuhan kalian rida dan dua hal lain adalah hal yang pasti kalian butuhan. Dua hal pertama yang dapat membuat Tuhan kalian Rida adalah bersyahadat bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan beristigfar kepada-Nya. Dan dua hal yang pasti kalian butuhkan adalah meminta surga kepada Allah dan berlindung kepada-Nya dari neraka. (HR Ibnu Khuzaimah)
Sunah Kesembilan Belas : Banyak Berdoa Siang dan Malam
Orang yang berpuasa hendaknya memperbanyak doa di siang dan malam Ramadhan. Doa orang yang berpuasa termasuk salah satu doa yang tidak tertolak. Dalam hadits disebutkan:
ثَلَاثٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يَرُدَّ لَهُمْ دَعْوَةً: اَلصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْمَظْلُومُ حَتَّى يَنْتَصِرَ وَالْمُسَافِرُ حَتَّى يَرْجِعَ
Tiga orang yang sudah merupakan kepastian bagi Allah untuk tidak menolak doa mereka: orang yang berpuasa sampai berbuka, yang dizalimi sampai mendapatkan haknya dan yang bepergian sampai ia pulang. (HR Al-Bazzar)
Sebagaiman kondisi puasa termasuk kondisi di mana doa diijabahi, demikian pula Bulan Ramadhan secara keseluruhan merupakan bulan diijabahinya doa. Nabi ﷺ bersabda:
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرُ بَرَكَةٍ، فِيهِ خَيْرٌ يُغَشِّيكُمُ اللَّهُ [فِيهِ] ، فَتَنْزِلُ الرَّحْمَة، وَتُحَطُّ الْخَطَايَا، وَيُسْتَجَابُ فِيهِ الدُّعَاءُ
Telah tiba kepada kalian Bulan Ramadhan, bulan keberkahan. Di dalamnya Allah meliputi kalian dengan kebaikan, sehingga rahmat pun turun, kesalahan-kesalahan digugurkan, dan doa diijabahi. (HR Thabrani)
Imam Nawawi radhiyallahu anhu dalam Majmu’ menyebutkan:
“Disunahkan bagi yang berpuasa untuk berdoa ketika ia sedang berpuasa dengan permintaan yang penting terkait urusan akhirat dan dunianya, untuk dirinya pribadi, orang yang ia cintai, serta semua umat Islam.”
Sunah Kedua Puluh : Melebihkan Nafkah Keluarga Jika Mampu
Jika Allah ﷻ memberikan kemampuan, sunah bagi seorang muslim untuk memberi nafkah lebih banyak di Bulan Ramadhan daripada di bulan lainnya. Nabi ﷺ adalah sosok yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan di Bulan Ramadhan. Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata:
كَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ
Rasulullah SAW lebih dermawan di Bulan Ramadhan ketika bertemu dengan Jibril. (HR Bukhari-Muslim)
Imam Nawawi dalam kitab Majmu mengatakan:
“ Al-Mawardi mengatakan bahwa disunahkan bagi seorang lelaki untuk melebihkan nafkah bagi keluarganya pada Bulan Ramadhan, berbuat baik kepada kerabat serta tetangga-tetangganya, terlebih pada sepuluh hari terakhir Bulan Ramadhan.”
Seorang muslim yang berderma di Bulan Ramadhan dan memberikan nafkah yang lebih banyak kepada keluarganya, pada hakikatnya ia sedang mengikuti tuntunan Nabi ﷺ.
Sunah Kedua Puluh Satu: Mencari Orang Yang Membutuhkan
Rasulullah ﷺ menamai bulan Ramadhan dengan Syahrul Muwasah yakni bulan untuk saling membantu antara sesama sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya. Mencari-cari fakir miskin yang membutuhkan dan memperhatikan kebutuhan mereka adalah ketaatan yang paling utama dan kebaikan yang paling indah. Dalam hadits, Nabi ﷺ bersabda:
وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ سُرُورٍ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً ، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دِينًا ، أَوْ تُطْرَدُ عَنْهُ جُوعًا ،
Amalan yang paling dicintai oleh Allah ﷻ adalah kebahagiaan yang engkau masukan ke dalam hati seorang muslim, atau engkau menyingkirkan darinya kesusahannya, atau engkau mengusir rasa lapar darinya, atau engkau melunasi hutangnya. (HR Thabrani)
Sunah Kedua Puluh Dua : Itikaf Bagi Lelaki
Pada bulan Ramadhan kesunahan itikaf di masjid lebih ditekankan, baik di siang hari maupun di malam hari. Nabi ﷺ melakukan itikaf dan menganjurkan untuk melakukannya. Sahabat Anas radhiyallahu anhu mengatakan bahwa beliau mendengar Nabi ﷺ bersabda:
وَمَنِ اعْتَكَفَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ جَعَلَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ ثَلَاثَ خَنَادِقَ، كُلُّ خَنْدَقٍ أَبَعْدُ مِمَّا بَيْنَ الْخافِقَيْنِ
Siapa yang beritikaf sehari karena mengharapkan keridhoan Allah ﷻ, maka Allah akan menjadikan tiga parit yang menghalanginya dari neraka. Setiap parit lebarnya melebihi dua ufuk langit. (HR Thabrani dalam Ausath, al Baihaqi, dan Hakim beliau mengatakan isnadnya shahih)
Para ulama mengatakan kesunahan itikaf di sepuluh malam terakhir dari Ramadhan lebih ditekankan dan lebih utama untuk meneladani Nabi ﷺ dan mencari malam Lailatul Qadar.
Sunah Kedua Puluh Tiga : Meninggalkan Perdebatan, Perselisihan, Dan Caci-Maki
Meninggalkan semua itu dianjurkan di bulan-bulan lain, dan lebih ditekankan pada Bulan Ramadhan. Dalam Hadits, Nabi ﷺ bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
Puasa adalah benteng. Jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah berkata kasar, jangan pula berbuat bodoh. Jika ada seorang yang berselisih dengannya atau mencelanya katakanlah “Aku sedang berpuasa” dua kali. (HR Bukhari-Muslim)
Dalam hadits lain disebutkan:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
Puasa itu bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum, melainkan juga menahan diri dari ucapan sia-sia dan ucapan kotor. (HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Para ulama berkata: Sudah seharusnya seorang muslim meninggalkan ucapan-ucapan mubah yang tidak berfaidah dan tidak mendatangkan manfaat bagi agama dan dunianya. Hendaknya ia menyibukkan lidahnya untuk berdzikir dan beristigfar.
Sunah Kedua Puluh Empat: Meninggalkan Perbuatan Yang Tidak Berguna
Sebagaimana dianjurkan meninggalkan ucapan yang tidak berfaedah walaupun itu mubah, begitupula dianjurkan meninggalkan perbuatan mubah yang tidak bermanfaat dan tidak mengandung kebaikan. Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatannya maka Allah tidak peduli ia meningalkan makanan dan minumannya. (HR Bukhari)
Sunah Kedua Puluh Lima: Meninggalkan Bekam Dan Cantuk
Sunah untuk meninggalkan bekam dan cantuk di siang bulan Ramadhan sebab dapat melemahkan fisik orang yang berpuasa. Sahabat Anas radhiyallahu anhu pernah ditanya:
“Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang puasa?” Beliau menjawab:
لَا إِلَّا مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ
Beliau menjawab “Tidak, kecuali bahwa itu dapat menyebabkan lemah.” (HR Bukhari)
Disamakan dengan hal itu adalah melakukan donor darah, sebab itu dapat melemahkan orang yang berpuasa.
Sunah Kedua Puluh Enam : Mandi Junub Sebelum Shubuh
Sunah bagi yang junub untuk segera mandi sebelum masuk waktu Shubuh, karena ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa puasa batal karena junub dengan dalil hadits Nabi ﷺ:
مَنْ أَدْرَكَهُ الْفَجْرُ جُنُبًا فَلَا يَصُمْ
Siapa yang datang waktu fajar dalam keadaan junub maka jangan berpuasa. (HR Bukhari-Muslim)
Yang benar bahwa hukum hadits ini sudah dihapus. Dalil bolehnya mengakhirkan mandi junub setelah masuk waktu Shubuh adalah hadits Sayidah Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu anhuma. Keduanya berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ غَيْرِ احْتِلَامٍ فِي رَمَضَانَ ثُمَّ يَصُومُ
Pernah Nabi ﷺ berpagi hari dalam keadaan junub karena bersetubuh bukan karena mimpi di Bulan Ramadhan kemudian beliau berpuasa. (HR Bukhari-Muslim)
Meskipun demikian tetap sunah untuk mandi junub sebelum Shubuh agar ia mengawali puasanya dalam keadaan suci.
Sunah Kedua Puluh Tujuh : Tidak Berlebihan Dalam Makan Dan Minum
Orang yang berpuasa hendaknya tidak berlebihan dalam makan dan minum ketika berbuka dan sahur. Jangan makan terlalu kenyang. Maksud puasa adalah agar kita dapat menahan syahwat terhadap makanan, minuman, dan lainnya.
Sunah Kedua Puluh Delapan : Umrah di Bulan Ramadhan Bagi Yang Mampu
Dalam Hadits disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي
“Umrah di Bulan Ramadhan setara dengan haji.” Dalam riwayat lain: “Setara dengan melakukan haji bersamaku.” (HR Bukhari)
Perhatikan bagaimana umrah yang kegiatannya sangat mudah dan sedikit dapat setara dengan haji yang hanya sebagian orang saja yang mampu melakukannya. Terlebih bahwa di dalam hadits itu terdapat anjuran yang agung dengan penyebutan bahwa umrah di Bulan Ramadhan setara dengan berhaji bersama Rasulullah ﷺ.
Sunah Kedua Puluh Sembilan : Berusaha Mendapatkan Malam Lailatul Qadar
Dalam hadits, Nabi ﷺ bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah malam Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir dari Ramadhan (HR Bukhari-Muslim)
Cara mencari malam Lailatul Qadar adalah dengan bersemangat memakmurkan sepuluh malam terakhir Ramadhan dengan berbagai ibadah, melakukan Shalat Tarawih sampai selesai, melaksanakan Shalat Isya dan Shubuh secara berjamaah, melazimi dzikir-dzikir, doa-doa, Membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan amal-amal kebaikan lainnya. Jika ia melakukan ini semua pada setiap malamnya, tentu ia akan mendapatkan malam Lailatul Qadar.
Sunah Ketiga Puluh : Banyak Berdoa Khususnya Di Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan
Dianjurkan untuk banyak berdoa setiap saat di Bulan Ramadhan, terlebih di sepuluh hari terakhirnya. Di antara doa yang dianjutkan adalah doa :
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan mencintai maaf maka maafkanlah aku. (HR Turmudzi)
Ini adalah doa yang dianjurkan oleh Nabi ﷺ kepada Sayidah Aisyah radhiyallahu anha untuk diperbanyak di Malam Lailatul Qodar. Maka perbanyaklah doa ini terutama di sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Sunah Ketiga Puluh Satu : Mandi Setiap Malam Ramadhan
Disunahkan mandi setiap malam pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, sebagian ulama menyunahkan mandi setiap Malam Ramadhan sejak malam pertama sampai akhir. Ini tidak lain untuk menambah semangat beribadah. Nabi ﷺ dan para sahabat telah melakukan hal ini. Diriwayatkan dari Sayidah Aisyah radhiyallahu anha:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ رَمَضَان قَامَ وَنَامَ فَإِذَا دَخَلَ الْعَشْرَ شَدَّ الْمِئْزَرَ وَاجْتَنَبَ النِّسَاءَ وَاغْتَسَلَ بَيْنَ الْأَذَانَيْنِ وَجَعَلَ الْعَشَاءَ سَحُورًا
Apabila datang Ramadhan, Rasulullah SAW shalat dan tidur. Dan jika telah datang sepuluh hari terakhir, beliau mengeratkan sarungnya, menjauhi istri-istrinya, mandi antara dua adzan dan mengakhirkan makan malamnya di waktu sahu. (HR Ibnu Abi Ashim )
Imam Ibnu Jarir radhiyalahu anhu mengatakan: “Para ulama menyunahkan mandi setiap malam di sepuluh malam terakhir Bulan Ramadhan. Imam An–Nakhoi melakukan itu setiap malam-malam itu.”
Sunah Ketiga Puluh Dua : Berhias dan Memakai Wewangian Untuk Ibadah Malam
Sunah membersihkan diri, berhias dan memakai wewangian untuk beribadah pada sepuluh malam terakhir Bulan Ramadhan, terlebih di malam-malam yang diharapkan sebagai malam Lailatul Qadar.
Telah datang atsar dari para salaf, sahabat dan tabiin bahwa mereka mandi, membersihkan diri, berhias dan kadang mewangikan masjid di malam-malam ini. Perbuatan ini dilakukan oleh Sahabat Anas, Zur bin Hubaisy, Tamim Ad-Dari, Ayub As-Sakhtiyani, Tsabit Al-Banani, Humaid At-Thawil dan para salaf lainnya.
Imam Al-Hafidz Ibnu Rajab setelah menyebutkan perbuatan para salaf ini, beliau berkata: “Menjadi jelas dengan ini semua sunahnya membersihkan diri, berhias mewangikan diri dengan mandi dan wewangian, memakai pakaian indah pada malam-malam yang diharapkan sebagai malam Lailatul Qadar sebagaimana disyariatkan pada Hari Jumat dan Dua Hari Raya.”
Sunah Ketiga Puluh Tiga : Puasa Bagi Musafir Yang Kuat
Bagi yang memulai perjalanan setelah masuk waktu Shubuh di Bulan Ramadhan, wajib untuk berpuasa dan tidak boleh membatalkan puasanya kecuali jika ia tidak mampu lagi menahan lapar atau haus.
Sedangkan bagi yang memulai perjalanannya sebelum masuk waktu Shubuh, ia boleh memilih antara tetap berpuasa atau tidak berpuasa dan mengqodoinya pada hari lain. Bagi yang kuat, sunah untuk tetap berpuasa berdasarkan firman Allah ﷻ:
وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ
Dan berpuasa lebih baik bagimu. (QS Al-Baqarah: 184)
Tapi bagi yang memiliki kondisi tubuh yang lemah sehingga puasa dapat memberatkan perjalannya, lebih baik ia tidak berpuasa berdasarkan hadits Nabi ﷺ:
لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصِّيَامُ فِي السَّفَرِ
Bukan termasuk kebaikan memaksakan berpuasa ketika dalam perjalanan (bagi yang tidak kuat)(HR Abu Dawud)
Sunah Ketiga Puluh Empat : Tidak Makan Dan Minum (Imsak) Bagi Yang Hilang Udzurnya Di Tengah Hari Ramadhan
Bagi orang yang tidak berpuasa karena suatu udzur, apabila di tengah hari udzurnya hilang, maka sunah baginya untuk berprilaku seperti orang yang berpuasa dengan tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hal-hal lain yang membatalkan puasa sampai Maghrib.
Seperti jika anak kecil tidak berpuasa kemudian menjadi baligh di tengah hari, atau wanita tidak puasa karena haid kemudian suci di tengah hari, atau orang sakit yang sembuh di tengah hari puasa, atau musafir yang sampai tujuan atau bermukim di tengah hari puasa, semuanya itu sunah untuk menahan diri (imsak) dan berprilaku seperti orang berpuasa sampai Mahgrib. Ini adalah bentuk penghormatan kepada Bulan Ramadhan, dan bersikap menyerupai orang puasa sehingga menghilangkan prasangka tidak baik dari orang yang tidak mengetahui udzurnya.
Sunah Ketiga Puluh Lima : Meninggalkan Kesenangan Nafsu
Sunah bagi orang yang berpuasa untuk meninggalkan kesenangan nafsu yang tidak membatalkan puasa seperti wewangian, pandangan kepada yang indah, mendengar suara yang indah dan lainnya. Allah ﷻ mensifati orang yang berpuasa dalam Hadits Qudsi:
يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي
Ia meninggalkan makanan, minuman dan kesenangan syahwatnya karena Aku. (HR Bukhari)
Syahwat adalah semua yang disukai nafsu, baik berupa yang dipandang oleh mata, didengar oleh telinga atau dicium dengan hidung. Imam Nawawi dalam Kitab Minhaj mengatakan, “Hendaknya ia (orang yang berpuasa) menjaga dirinya dari kesenangan syahwat.”
Sunah Ketiga Puluh Enam : Memperbanyak Sedekah
Orang yang berpuasa disunahkan untuk banyak bersedekah, baik berupa harta, makanan, pakaian atau lainnya. Nabi ﷺ pernah ditanya, “Sedekah apa yang paling utama?”
Beliau ﷺ menjawab:
صَدَقَةٌ فِي رَمَضَانَ
Sedekah di bulan Ramadhan.. (HR Turmudzi)
Imam Nawaawi dalam kitab Majmu` mengatakan, “Para Ulama Madzhab Syafii menyatakan bahwa sunah untuk banyak memberi dan berderma di bulan Ramadhan terutama di sepuluh hari terahir untuk meneladani Rasulullah ﷺ dan para salaf. Selain itu, Ramadhan adalah bulan mulia, kebaikan di bulan ini lebih utama dari selainnya. Pada bulan ini banyak manusia sibuk dengan puasa, menambah ibadah dan meninggalkan pekerjaannya sehingga mereka perlu untuk dibantu dan ditolong.”
Sunah Ketiga Puluh Tujuh : Mengajarkan Anak Berpuasa
Sunah untuk memerintahkan anak-anak kecil baik lelaki maupun perempuan untuk berpuasa sehingga mereka menjadi terbiasa berpuasa jika sudah baligh.
Para sahabat ﷺ biasa mengajak anak-anak mereka berpuasa. Ketika ada seorang yang mabuk di Bulan Ramadhan dan dihadapkan kepada Sayidina Umar radhiyallahu anhu untuk dihukum, Beliau radhiyallahu anhu mengingkari perbuatannya itu seraya berkata:
وَيْلَكَ وَصِبْيَانُنَا صِيَامٌ
Celaka engkau! (Engkau mabuk) padahal anak-anak kami berpuasa?” (HR Bukhari)
Dalam hadits Rubayi` binti Muawwidz disebutkan bahwa ia berkata:
“Mereka (para sahabat) mempuasai anak-anak mereka di hari Asyuro, jika lapar dan menangis mereka melalaikan anak-anaknya dengan mainan dari kapas. (HR Bukhari)
Sunah Ketiga Puluh Delapan : Meninggalkan Perkataan Yang Menyiratkan Ujub
Apabila seorang telah menyempurnakan puasa Ramadhan dan Tarawihnya, hendaknya ia tidak mengatakan: “Aku sudah berpuasa sebulah penuh,” atau “Aku sudah melaksanakan Tarawih sebulan penuh.”
Perkataan semacam ini adalah bentuk memuji diri yang tercela. Nabi ﷺ bersabda:
لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ إِنِّي صُمْتُ رَمَضَانَ كُلَّهُ وَقُمْتُهُ كُلَّهُ
Janganlah seorang dari kalian berkata: “Aku telah berpuasa Ramadhan secara sempurna dan Shalat (Tarawih) secara sempurna.” (HR Abu Dawud)
Sunah Ketiga Puluh Sembilan : Puasa Enam Hari Syawal
Setelah selesai Bulan Ramadhan, disunahkan untuk melanjutkan puasa enam hari Bulan Syawah setelah Hari Raya. Nabi ﷺ menganjurkan puasa ini dan mengabarkan bahwa orang yang berpuasa enam hari di Bulan Syawal setelah Ramadhan seperti berpuasa setahun. Para ulama mengatakan bahwa kesunahan puasa enam hari bulan Syawal boleh dilakukan secara berturut-turut atau terpisah-pisah di Bulan Syawal. Dan sama saja apakah puasa itu dilakukan langsung setelah hari Id atau dipisah beberapa hari. Tapi yang lebih utama hendaknya berpuasa langsung setelah hari Id secara berturut-turut.
Sunah Keempat Puluh : Meninggalkan Maksiat Dan Melakukan Taat
Orang yang berpuasa hendaknya melakukan ketaatan yang paling utama yaitu meninggalkan dosa dan maksiat. Hindari dosa yang kecil dan yang besar, yang zahir atau yang batin. Dikatakan bahwa ketaatan yang paling utama adalah meninggalkan maksiat. Rasulullah ﷺ juga bersabda:
فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَاتُ
Hati-hati di bulan Ramadhan sebab kebaikan-kebaikan di dalamnya dilipat-gandakan begitupula keburukannya. (HR Abu Qosim)
Secara umum umum hendaknya umat Islam bersemangat melakukan semua amal saleh, ketaatan dan memperbanyaknya. Di dalam hadits dikatakan:
مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيهِ فَرِيضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ،
Siapa yang melakukan sebuah kebaikan di dalamnya maka seakan ia menunaikan kewajiban di bulan lain. Dan siapa yang menunaikan kewajiban di bulan ini, seakan ia menunaikan 70 kewajiban di bulan lain. (HR Ibnu Khuzaimah)
Penutup:
Semoga Allah ﷻ memberikan petunjuk agar kita dapat melakukan perbuatan yang dicintai Allah dan membuat-Nya rida. Semoga Allah ﷻ menyampaikan kita ke puncak keridaan-Nya. Semoga Allah ﷻ mengajarkan kepada kita apa yang bermanfaat bagi kita, dan memberikan manfaat kepada kita atas apa yang telah diajarkan oleh-Nya. Dan semoga shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi Muhammad ﷺ, para sahabatnya, keluarganya serta yang mengikuti mereka dalam kebaikan sampai hari kiamat… Aamiin ya robbal alamiin. RA(*)