Rabithah Alawiyah

Adab-Adab Membaca Al-Qur’an

Rabithah Alawiyah– Ramadhan dinamakan Bulan Al-Qur’an sebab di bulan ini Al-Qur’an pertama kali diturunkan. Sebagian ulama seperti Imam Malik, apabila telah tiba Bulan Ramadhan beliau menutup semua kitab lain dan hanya membaca Al-Qur’an saja. Beliau mengkhatamkan Al-Qur’an dua kali setiap sehari selama bulan Ramadhan. Demikian pula dilakukan oleh banyak para ulama dan salaf lain.

Maka sudah semestinya kita memperbanyak membaca Al-Qur’an di dalam Bulan Suci ini. Tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam membaca Al-Qur’an ada adab-adab yang harus dijaga. Al-Qur’an adalah Kalam Allah ﷻ, pembacaan Al-Qur’an harus dipenuhi perasaan takdzim dan menjaga adab kepada Allah ﷻ. Bagaimana adab-adab pembacaan Al-Qur’an? Berikut ini sebagian di antaranya dikutip dari kitab Al-Mawaid Ar-Rahmaniyah:

  • Orang yang membaca Al-Qur’an wajib untuk membacanya dengan ikhlas, menjaga adab. Hadirkan dalam dirinya bahwa ia sedang berbicara dengan Allah ﷻ melalui Al-Qur’an. Bacalah Al-Qur’an seakan melihat Allah ﷻ, dan jika ia tidak dapat melihat-Nya sesungguhnya Allah ﷻ senantiasa mengawasinya.
  • Sebelum membaca Al-Qur’an bersihkan mulutnya dari segala kotoran baik dengan cara bersiwak, gosok gigi, dan lainnya.
  • Sunah memilih tempat yang bersih dan pilihan dalam membaca Al-Qur’an. Sebagian ulama mensunahkan membaca Al-Qur’an di masjid, sebab masjid merupakan tempat yang menghimpun kemuliaan dan kebersihan, selain itu ia juga bisa mendapatkan pahala i’tikaf.
  • Sunah menghadap kiblat saat membaca Al-Qur’an. Dianjurkan pula mengeraskan suara jika tidak takut riya dan tidak mengganggu orang lain.
  • Sunah bertaawudz sebelum membaca Al-Qur’an dengan membaca:

أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم

Aku berlindung kepada Allah dari setan yang dirajam

  • Lebih utama membaca Al-Qur’an dengan membaca mushaf daripada membaca dari hafalan. Kecuali jika membaca dari hafalan membuat ia lebih khusyu, ada tujuan menguatkan hafalan, atau memiliki manfaat lain yang tidak didapat dari membaca dari mushaf.
  • Sunah memohon rahmat setiap kali melewati ayat tentang rahmat. Dan berlindung dari adzab setiap kali melewati ayat tentang keburukan dan adzab dengan berkata:

اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ

Ya Allah, sungguh aku memohonkan keselamatan.

Atau yang semisalnya. Dianjurkan pula membaca tasbih setiap kali melewati ayat tentang pensucian Allah ﷻ.

  • Hindari tertawa, ribut, atau berbicara ketika pembacaan Al-Qur’an kecuali pembicaraan yang sangat penting. Demikianlah yang diperintahkan oleh Allah ﷻ dalam ayat:

وَإِذَا ‌قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS Al-A’raf: 204)

  • Tidak bermain-main dengan tangannya atau lainnya ketika membaca Al-Qur’an. Sebab ia sedang berbicara kepada Tuhannya ﷻ maka jangan bermain-main di hadapan-Nya.
  • Jangan memandang kepada sesuatu yang dapat melalaikan atau mengacaukan konsentrasinya. Apalagi melihat kepada yang haram saat membaca Al-Qur’an.

Masalah-Masalah yang perlu diperhatikan:

  • Apabila ketika membaca Al-Qur’an (tanpa mushaf) ia tidak dapat menahan buang angin maka hendaknya ia berhenti membaca Al-Qur’an saat buang angin. Setelah selesai barulah ia meneruskan bacaannya. (Lebih utama lagi jika ia berwudhu, kemudian baru meneruskan bacaannya. Adapun orang yang membaca Al-Qur’an dengan memegang mushaf, jika tidak dapat menahan buang angin ia harus meletakkan mushaf terlebih dahulu, sebab orang yang berhadats tidak boleh menyentuh Al-Qur’an.)
  • Jika ia menguap, maka hendaknya ia berhenti terlebih dahulu sampai selesai kemudian baru meneruskan membaca Al-Qur’an
  • Hendaknya ia merendahkan suaranya ketika membaca ayat-ayat tentang perkataan kaum musyrik yang isi kandungannya adalah mensifati Allah ﷻ dengan sifat-sifat tidak layak seperti:

‌وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ

Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu” (QS Al-Maidah: 64)

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ ‌وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ

Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah” (QS At-Taubah: 30)

وَقَالُوا ‌اتَّخَذَ ‌اللَّهُ وَلَدًا

Mereka (orang-orang kafir) berkata: “Allah mempunyai anak.” (QS Al-Baqarah: 116)

Demikian yang dilakukan oleh Ibrahim An-Nakhai radhyiAllahu anhu.

  • Hendaknya ia bershalawat kepada Nabi ﷺ ketika melewati ayat perintah bershalawat, yaitu ayat:

إِنَّ اللَّهَ ‌وَمَلَائِكَتَهُ ‌يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS Al-Ahzab: 56)

  • Apabila ia membaca Al-Qur’an sambil berjalan, kemudian melewati sekumpulan orang maka sunah untuk menghentikan bacaan Al-Qur’an kemudian mengucapkan salam kepada mereka. Setelah itu, ia melanjutkan bacaan Al-Qur’an. Jika ia mengulangi bacaan Taawudznya, maka itu bagus.
  • Jika ia bersin ketika membaca Al-Qur’an baik dalam shalat atau di luar shalat maka sunah untuk mengucapkan hamdalah. Apabila saat ia membaca Al-Quran di luar shalat, ia mendengar orang lain bersin dan mengucapkan hamdalah, maka sunah baginya untuk mendoakannya dengan :

يَرْحَمُكَ اللهُ

Semoga Allah memberkahimu.

Adapun saat membaca Al-Quran di dalam shalat tidak boleh mendoakannya dengan memakai kata ganti orang kedua (kamu), sebab itu dapat membatalkan shalatnya.

  • Sunah mengentikan bacaan Al-Qur’an ketika mendengar adzan dan iqomah untuk menjawab keduanya. Setelah itu barulah ia meneruskan bacaan Al-Qur’annya.

Dalam kitab Nafahat Makiyyah disebutkan: Jika ia mendengar adzan ketika membaca Al-Qur’an, hendaknya ia berhenti dengan cara yang baik, yaitu dengan mengatakan kepada Al-Qur’an:

أَسْتَأَذِنُ يَا كِتَابَ اللهِ

Saya meminta izin, wahai Kitab Allah

Kemudian barulah ia mendengarkan adzan.

Imam Abdul Wahhab Asy-Syarani rahimahullah mengatakan: “Kami telah diambil janji secara umum bahwa jika kita sedang membaca Al-Qur’an atau hadits atau berbicara dengan seorang dari wali Allah atau ulama, maka kami tidak boleh memutusnya untuk berbicara dengan yang lebih rendah kedudukannya, kecuali setelah meminta izin dengan ucapan misalnya:

دُسْتُورٌ يَا اَللهُ، دُسْتُورٌ يَا رَسُولُ الله، دُسْتُورٌ يَا سَيِّدِي فِي كَلَامِ فُلَان

Saya meminta izin Wahai Allah (Saat membaca Al-Qur’an), Saya meminta izin wahai Rasulullah (Saat membaca hadits), saya meminta izin wahai tuanku (saat berbicara dengan ulama), untuk berbicara dengan fulan.

Melazimi hal ini membuahkan kehadiran hati  bersama Allah dan kesempurnaan muroqobah.

  • Jika ada yang bertanya kepadanya saat ia membaca Al-Qur’an dan mungkin untuk menjawabnya dengan isyarat yang dapat difahami, dan ia tahu bahwa orang tersebut tidak akan sakit hati dengan jawaban berupa isyarat maka lebih baik ia menjawab melalui isyarat tanpa memutuskan bacaan Al-Qur’an. Tetapi boleh saja jika ia memutuskan bacaan Al-Qur’an untuk menjawabnya.
  • Haram meletakkan Al-Qur’an di lantai, hendaknya Al-Qur’an diletakkan di tempat yang terhormat.
  • Haram memegang aAl-Qur’an dengan jari yang basah dengan ludah, haram menempelkan ludah kepada sesuatu pun bagian Al-Qur’an. Wallahu A’lam

Faidah-Faidah

  • Di antara washiyat Al-Imam Alaydrus radhiyallahu anhu:  “Hendaknya engkau merenungkan makna Al-Qur’an, menjaga adab, dan duduk iftirasy ketika membaca Al-Quran.”
  • Fatwa Habib Abdullah bin Husain Bilfaqih radhiyallahu anhu: “Para ulama berbeda pendapat mengenai kesunahan membaca basmalah apabila memulai bacaan Al-Qur’an dari tengah surat. Amal yang dilakukan para salaf dan ulama fiqih adalah mereka tidak membaca basmalah kecuali di awal surat saja. Ini yang paling sesuai.” (Bughyatul Musyrarsyidin)
  • Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi radhiyallahu anhu berkata:

Jangan terlalu sering membetulkan bacaan keliru dari orang yang larut dalam bacaan Al-Qur’annya. Mereka telah menemukan maksud Al-Qur’an dan maknanya, sehingga jangan terlalu memaksa dalam membetulkan lafadznya setelah mereka larut dalam maknanya. Seringkali beliau melarang untuk terlalu memaksa dalam membetulkan kesalahan bacaan, dan memerintahkan untuk bersikap lembut dalam hal ini.” (Quratul Ain 318)

  • Habib Ali bin Hasan bin Husain Al-Haddad dan putranya, yakni Habib Abdullah, mengadakan hizib (baca Al-Qur’an bersama) di antara Maghrib dan Isya di Al-Hawi. Hizib ini dihadiri anak-anak kecil yang membaca Al-Qur’an, tetapi mereka seringkai salah membaca. Habib Abdullah selalu membetulkan setiap bacaan salah mereka. Setelah selesai, ayah beliau berkata kepadanya: “Wahai Abdullah, mereka hanya anak-anak kecil. Maka yang dibutuhkan adalah kesabaran dan ketelatenan. Jangan membuat mereka lari. Sudah sangat bagus mereka mau masuk ke masjid. Jika engkau terlalu sering membetulkan bacaan mereka, mungkin mereka tidak akan datang lagi untuk hizib.” (Kalam Habib Alwi bin Abdullah Bin Syihab hal 594)
  • Jika engkau membaca Al-Qur’an, jangan jadikan fokusmu adalah untuk mencapai akhir surat. Akan tetapi, jadikan fokusmu adalah memahami yang dikehendaki Allah darimu dalam ayat yang engkau baca. RA(*)