
Akar kata Sya’ban dalam Bahasa Arab berarti cabang. Rasulullah ﷺ bersabda:
تَدْرُونَ لِمَ سُمِيَ شَعْبَانُ شَعْبَانَ لِاَنَّهُ يَتَشَعَّبُ فِيهِ لِرَمَضَانَ خَيْرٌ كَثِيرٌ، تَدْرُونَ لِمَ سُمِيَ رَمَضَانُ رَمَضَانَ لِاَنَّهُ يَرْمُضُ الذُّنُوبَ
“Tahukah kalian mengapa Sya’ban dinamakan Sya’ban? Sebab di dalamnya bercabang kebaikan yang banyak untuk Ramadhan. Tahukah kalian mengapa Ramadhan dikatakan Ramadhan? Sebab ia membakar dosa-dosa.” (HR Abu Syaikh dan Dailami).
Di Bulan Sya’ban kebaikan amat banyak dan bercabang-cabang. Sebagian ulama mengatakan bahwa setiap huruf dari Sya’ban, yaitu Sya, ‘Ain, Ba’, Alif dan Nun, menunjukkan pemberian yang ada di bulan ini, yaitu : Syarof (kemuliaan), ‘Uluw (ketinggian derajat), Bir (Kebaikan), Ulfah (Kedekatan) dan Nur (cahaya).
Bulan Rasulullah ﷺ dan Shalawat
Dikatakan bahwa Allah ﷻ memilih empat yang terbaik dari segala sesuatu, lalu memilih satu yang terbaik dari empat itu. Di kalangan para Nabi, Allah ﷻ memilih Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad ﷺ. Lalu Allah ﷻ memilih Nabi Muhammad ﷺ sebagai yang terbaik. Dikalangan Sahabat, Allah ﷻ memilih Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, kemudian memilih Abu Bakar dari keempatnya. Hari pilihan adalah Hari Idul Fitri, Idul Adha, Arafah dan Asyura. Arafah adalah yang terpilih. Malam pilihan adalah Malam Baroah (Nishfu Sya’ban), Lailatul Qodar, Malam Jumat dan Malam Hari Raya. Allah memilih Lailatul Qodar di antara keempatnya.
Sedangkan bulan pilihan adalah Rajab, Sya’ban, Ramadhan dan Muharram. Di antara keempatnya, Allah ﷻ memilih Sya’ban. Allah ﷻ menjadikan Sya’ban sebagai bulan Nabi Muhammad ﷺ. Sebagaimana Nabi ﷺ adalah Nabi yang paling utama, begitulah pula bulan Beliau adalah bulan yang paling utama. Rasulullah ﷺ bersabda:
رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِي وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِي
“Rajab adalah Bulan Allah, Sya’ban adalah Bulanku, dan Ramadhan adalah Bulan Umatku.” (HR Dailami).
Mengenai alasan mengapa Sya’ban dinisbatkan kepada Beliau ﷺ, para ulama mengatakan sebab di Bulan inilah turun ayat yang sangat agung perintah untuk bershalawat kepada Beliau ﷺ, yaitu ayat:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS al Ahzab: 56)
Maka Sya’ban merupakan waktu terbaik untuk memperbanyak Shalawat kepada Nabi ﷺ. Di bulan itu turun ayat perintah Shalawat.

Shalawat Allah adalah rahmat. Shalawat Malaikat adalah syafaat dan istighfar. Shalawat kaum Mukmin adalah doa. Dikatakan bahwa Shalawat Allah kepada Nabi-Nya adalah untuk mengagungkan kehormatannya. Shalawat Malaikat untuk menunjukkan kemuliaan. Sedangkan Shalawat umat adalah untuk meminta Syafaat. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
“Siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali.” (HR Muslim).
Puasa
Sya’ban sangat istimewa sehingga Rasulullah ﷺ tidak pernah berpuasa sunah sebanyak pada Bulan Sya’ban. Dalam shahih Bukhari disebutkan bahwa Sayidah Aisyah rah mengatakan:
وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ
Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan saja. Dan aku tidak pernah melihat nabi lebih sering berpuasa kecuali di bulan Syakban. (HR Bukhari-Muslim)
Sayidah Aisyah rah pernah menanyakan kepada Beliau ﷺ mengenai alasan sering berpuasa di Bulan Sya’ban. Beliau rah bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
مَا لِي أَرَاكَ تُكْثِرُ صِيَامَكَ فِيهِ
“Mengapa aku melihat engkau banyak berpuasa di dalamnya (Sya’ban).”
Maka Nabi ﷺ menjawab:
يَا عَائِشَةُ، إِنَّهُ شَهْرٌ يَنْسَخُ فِيهِ مَلَكُ الْمَوْتِ مَنْ يَقْبِضُ، وَأَنَا أُحِبُّ أَنْ لَا يُنْسَخُ اسْمِي إِلَّا وَأَنَا صَائِمٌ
“Wahai Aisyah. Sungguh ini adalah bulan ketika Malaikat maut mencatat orang yang akan dicabut nyawanya. Aku ingin agar namaku tidak ditulis kecuali dalam keadaan aku berpuasa.” (HR Thabari)
Di Bulan Sya’ban Malaikat maut mencatat orang-orang yang ditakdiran mati setahun ke depan. Oleh sebab itu Rasulullah ﷺ banyak berpuasa agar jika beliau ditakdirkan wafat, maka namanya ditulis dalam keadaan beliau tengah berpuasa.
Selain itu alasan beliau menyukai berpuasa di Bulan Sya’ban adalah untuk mempersiapkan puasa di Bulan Ramadhan. Sayyidah Aisyah rah menuturkan:
كَانَ أَحَبُّ الشُّهُورِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَصُومَهُ شَعْبَانَ ثُمَّ يَصِلَهُ بِرَمَضَانَ
“Bulan yang paling dicintai Rasulullah untuk dipuasai adalah Sya’ban kemudian menyambungnya dengan Ramadhan.” (HR Ahmad).
Dikatakan bahwa siapa yang berpuasa pada Hari Senin terakhir bulan Sya’ban, maka dosanya akan diampuni oleh Allah ﷻ. Tapi perlu diingat bahwa kita tidak boleh berpuasa di separuh terakhir Bulan Sya’ban, yaitu hari ke enam-belas ke atas, kecuali jika disambungkan dengan separuh bulan pertama, atau puasa qodho, atau memiliki adat berpuasa sebelumnya. Jadi, jika ingin berpuasa tanggal 17 Sya’ban, misalnya, kita harus berpuasa minimal mulai tanggal 15 Sya’ban. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا
Jika sudah berlalu separuh Bulan Syakban, maka jangan kalian berpuasa. (HR Abu Dawud)
Maka hati-hati, jangan anda berpuasa di separuh akhir Bulan Sya’ban tanpa sebab, karena yang akan anda dapatkan adalah dosa bukan pahala.
Bagi yang memiliki utang puasa pada Bulan Ramadhan yang lalu, wajib untuk segera mengqodho puasanya sebelum datang Ramadhan yang baru. Hendaknya ini diperhatikan terutama oleh kaum hawa.
Nishfu Sya’ban
Ada satu malam istimewa dalam Bulan Sya’ban, yaitu Malam Nishfu Sya’ban (Malam kelima belas Bulan Sya’ban) yang dikenal juga dengan nama Malam Baroah (pembebasan). Ini adalah Malam yang diberkahi yang disebutkan dalam Al-Quran:
إنا أنزلناه في ليلة مباركة
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” (QS ad-Dukhan: 3).
Mayoritas ulama menyatakan yang dimaksud adalah Malam Lailatul Qodar, namun sebagian ulama seperti Sahabat Ibnu Abbas ra menuturkan bahwa yang adalah Malam Nisfu Sya’ban. Diberkahi karena di malam ini turun rahmat, keberkahan, kebaikan, ampunan, dan maghfiroh bagi seluruh penghuni bumi selain beberapa golongan saja. Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Sesungguhnya Allah bertajali di malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni semua makhluknya kecuali orang musyrik dan pengadu domba.” (HR Ibnu Majah).
Dalam riwayat lain disebutkan golongan lain yang tidak diampuni yaitu yang membunuh dirinya sendiri, pemutus silaturahim, pezina, pemakan riba, penyihir, yang berpakaian dengan sombong, yang durhaka kepada orang tua dan pecandu minuman keras.

Pernah pada malam Nishfu Sya’ban, Sayyidah Aisyah terbangun dan tidak mendapati Nabi ﷺ di sisinya. Beliau mengira Nabi mendatangi istri yang lain. Ternyata Beliau ﷺ tengah melakukan shalat tanpa henti sampai kedua kakinya terluka. Sayyidah Aisyah menegurnya, maka Nabi ﷺ bersabda:
“Wahai Aisyah, tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur? Apakah engkau tahu malam apa ini? Di malam ini dituliskan semua yang akan dilahirkan pada tahun ini. Di malam ini dituliskan siapa yang akan mati di tahun ini. Di malam ini dituliskan rizki-rizki mereka. Dan di malam ini diangkat amal perbuatan mereka.” (HR Baihaqi dalam Fadhoilul Auqot).
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi ﷺ pernah bertanya kepada Sayidah Aisyah rah:
“Wahai Aisyah, tahukah engkau malam apa ini?
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Nabi ﷺ bersabda:
“Ini adalah malam Nisfhu Sya’ban. Di dalamnya amal-amal manusia diangkat. Di malam ini Allah SWT membebaskan dari neraka sejumlah bulu kambing-kambing suku Kalb. Apakah engkau iznkan aku beribadah malam ini?”
“Silahkan.”
Maka Rasulullah ﷺ melakukan shalat dengan meringankan berdiri, lalu sujud sampai pertengahan malam. Lantas beliau berdiri di rakaat kedua dengan ringan, kemudian sujud sampai terbit waktu fajar.

Ikrimah mengatakan bahwa di malam Nishfu Sya’ban, Allah ﷻ menentukan apa yang akan terjadi selama setahun. Menulis yang akan hidup dan yang akan mati, serta siapa yang akan berhaji ke Baitullah. Tidak akan lebih seorang pun dan tidak akan kurang.
Hakim bin Kaisan berkata: “Allah ﷻ bertajalli kepada makhluk-Nya di malam Nishfu Sya’ban. Siapa yang Allah sucikan di malam itu, maka ia akan senantiasa disucikan sampai Nishfu Sya’ban berikutnya.”
Ada empat malam dimana Allah ﷻ membuka pintu kebaikan selebar-lebarnya, yaitu Malam Idul Adha, Malam Idul Fitri, Malam Nishfu Sya’ban dan Malam Arafah (9 Dzulhijjah). Di malam ini doa pasti diterima. Sahabat Ibnu Umar ra berkata:
خَمْسُ لَيَالِ لَا تُرَدُّ فِيهِنَّ الدُّعَاءُ ، لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ ، وَأَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ ، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ، وَلَيْلَتَي الْعَيْدَيْنِ.
“Lima malam yang tidak akan ditolak doa di dalamnya: Malam Jumat, malam pertama Bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, dan dua malam Hari Raya.” (HR Abdur Rozaq).
Malam Nishfu Sya’ban juga dinamakan malam Baroah (pembebasan) sebab di malam ini banyak orang celaka dibebaskan dari neraka, dan para wali dibebaskan dari khizlan (kehinaan).
Malaikat memiliki dua malam Hari Raya seperti manusia memiliki dua Hari Raya. Malam Hari Raya mereka adalah Malam Nishfu Sya’ban dan Malam Lailatul Qodar. Maka dianjurkan untuk memakmurkannya dengan berbagai amalan dan ibadah seperti Rasulullah ﷻ memakmurkannya dengan banyak shalat.
Terbelahnya Bulan
Pada malam Nsihfu Sya’ban inilah pula terjadi mukjizat Nabi ﷺ yang sangat luar biasa, yaitu terbelahnya bulan. Allah ﷻ berfirman:
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانشَقَّ الْقَمَرُ . وَإِن يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ
Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus” (QS al-Qomar: 1-2)
Imam Dahrowi di dalam sirahnya mengatakan bahwa telah ditemukan batu bertulis di Cina yang isi tulisannya adalah:
“Ini ditulis di malam terbelahnya bulan dan aku tidak tahu kenapa bulan terbelah.”

Pembelahan bulan terjadi sebelum sampainya Islam kepada mereka. Para ulama sejarah mengatakan bahwa orang kafir Quraish berkehendak untuk menunjukkan kelemahan Nabi ﷺ, maka mereka meminta banyak hal di antaranya adalah mereka meminta Nabi ﷺ untuk membelah bulan. Nabi ﷺ pun memohon kepada Allah ﷻ, dan terbelahlah bulan di malam Nisfu Syakban menjadi dua bagian. Satu tetap berada di tempatnya dan satu di atas gunung Abu Qubais, kemudian kembali menyatu. Nabi ﷺ bersabda kepada mereka:
اشْهَدُوا
Saksikanlah. (HR Bukhari)
Dikatakan bahwa orang-orang yang melihat bulan dapat menyaksikan bekas terbelahnya bulan terdapat di sana sampai saat ini.
Akhirul Kalam
Jika Bulan Sya’ban tiba, semestinya persiapan Ramadhan ditingkatkan. Sahabat Anas bin Malik Ra menuturkan bahwa apabila tiba Bulan Sya’ban, para Sahabat Nabi menekuni Al-Quran dan membacanya terus-menerus. Umat Islam mengeluarkan zakat dan sedekah untuk diberikan kepada orang miskin, sehingga mereka dapat fokus beribadah di Bulan Ramadhan tanpa memikirkan urusan dunia. Para pedagang pun membereskan semua urusan utang- piutang, sehingga saat Ramadhan tiba mereka bersuci dan terus-menerus beritikaf di masjid.

Wal hasil, hedaknya kita sambut Bulan Syakban yang penuh berkah dan agung ini dengan semangat dan sungguh-sungguh untuk mempersiapkan Bulan Ramadhan.
Semoga Allah ﷻ memberkahi kita di bulan Rajab dan Syakban dan menyampaikan kita kepada Bulan Ramadhan. Dan memberikan kita kekuatan untuk berpuasa dan memakmurkannya dengan berbagai ibadah yang dapat mendekatkan kita kepada Allah. Aamiin ya robbal Alamiin..(*)