Posted on 28 December 2025
Berikut ini adalah transkip terjemah dari kajian yang disampaikan oleh Al-Habib Salim pada malam Jumat 24 Jumadal Akhirah tahun 1435 H tentang keutamaan bulan Rajab serta apa saja yang semestinya dilakukan di Bulan Rajab dengan sedikit ringkasan:
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, Yang memiliki keagungan dan kemuliaan, Yang melimpahkan karunia dan kenikmatan. Dia menjadikan bulan Rajab sebagai salah satu bulan haram yang paling utama. Allah memerintahkan kita pada bulan-bulan haram untuk memperbanyak ketaatan kepada-Nya dan menjauhi perbuatan maksiat serta dosa-dosa.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, pemimpin seluruh manusia, cahaya penerang kegelapan, sebaik-baik hamba yang menunaikan salat, haji, dan puasa; juga kepada keluarga beliau dan para sahabatnya, para imam dan tokoh yang menjadi panutan.
Amma ba‘du. Akan datang kepada kami dan kepada kalian, pada pekan mendatang, bulan Rajab yang mulia. Bulan ini adalah bulan yang Allah jadikan termasuk bulan-bulan haram. Dari bulan-bulan haram tersebut, tiga di antaranya berurutan, sedangkan satu bulan berdiri sendiri. Allah Ta‘ala berfirman bahwa bilangan bulan di sisi Allah ada dua belas bulan, sejak Dia menciptakan langit dan bumi, dan di antaranya terdapat empat bulan haram.
Nabi ﷺ telah menjelaskan empat bulan haram tersebut. Beliau bersabda bahwa bulan-bulan itu adalah Dzulqa‘dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab yang berdiri sendiri, yang terletak di antara bulan Jumada dan Sya‘ban; dalam riwayat lain disebutkan: Rajab Mudhar, yang terletak di antara Jumada dan Sya‘ban.
Bulan yang penuh keberkahan ini, hampir tidak tersisa darinya kecuali sekitar satu pekan saja.
Maka sudah sepatutnya kita menyambutnya dengan kesungguhan dan keseriusan dalam mengerjakan amal-amal saleh, serta menyusun program-program untuk melipatgandakan amal kebaikan.
Nama-Nama Rajab
Nabi ﷺ menisbatkan bulan Rajab kepada kabilah Mudhar. Mudhar adalah salah satu kabilah Arab yang dahulu sangat mengagungkan bulan yang penuh berkah ini. Oleh karena itu, bulan Rajab adalah bulan yang dihormati, baik pada masa jahiliah maupun dalam Islam.
Pada masa jahiliah, orang-orang Arab secara umum menghormati bulan-bulan haram, dan secara khusus bulan Rajab. Mereka menghentikan penyerangan satu sama lain dan menghindari peperangan, sehingga pada bulan itu tidak terdengar suara gemerincing senjata. Karena itulah bulan Rajab disebut Rajab al-Ashamm (Rajab yang “tuli”), sebab telinga seakan tidak mendengar suara senjata.
Bulan ini juga disebut Rajab al-Ashabb (mencurahkan), karena rahmat-rahmat Allah dicurahkan kepada para hamba dengan curahan yang deras. Ia juga dinamakan Rajab al-Fard (Rajab yang tunggal), karena ia adalah bulan haram yang tidak didahului dan tidak diikuti oleh bulan haram lainnya, melainkan berdiri sendiri; berbeda dengan tiga bulan haram lainnya yang datang secara berurutan, dan semuanya adalah bulan-bulan haram.
Pada bulan-bulan haram, pahala kebaikan dan dosa keburukan dilipatgandakan. Karena itu Rasulullah ﷺ bersabda, “Maka janganlah kalian menzalimi diri kalian pada bulan-bulan itu.” Pada bulan-bulan haram, siapa saja yang membunuh seorang Muslim dengan sengaja tanpa hak, maka selain dosa besar yang menimpanya, apabila dituntut darinya diyat (tebusan darah), diyat tersebut pada bulan-bulan haram menjadi lebih berat dan lebih besar, berbeda dengan diyat di luar bulan-bulan haram yang pada umumnya lebih ringan.
Para fuqaha telah menetapkan berbagai hukum yang berkaitan dengan kehormatan bulan-bulan haram, berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi ﷺ tentang keutamaannya. Di antaranya, sebagaimana telah disebutkan, diyat menjadi lebih berat bagi orang yang membunuh seorang Muslim dengan sengaja tanpa hak. Allah Ta‘ala berfirman:
Masih terdapat berbagai masalah hukum lain yang juga berkaitan dengan bulan-bulan haram, khususnya dalam masalah jiwa dan diyat, yang dibahas oleh para fuqaha dalam bab li‘an, bab zhihar, dan bab-bab fikih lainnya.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita menyambut bulan Rajab dengan tobat yang sebenar-benarnya, karena dosa pada bulan-bulan haram dilipatgandakan dan tidak sama dengan dosa pada bulan-bulan selainnya. Kita semua adalah pendosa, kita semua pernah bermaksiat, dan kita semua memiliki kesalahan yang kita akui di hadapan Tuhan kita. Namun pada saat yang sama, kita beriman dan berharap akan ampunan-Nya, agar Dia mengampuni dan merahmati kita, sebab ampunan-Nya lebih luas daripada dosa-dosa kita, dan rahmat-Nya lebih kita harapkan daripada amal-amal kita.
Keutamaan Rajab
Sudah selayaknya kita menyambut malam pertama bulan Rajab. Malam itu kemungkinan jatuh pada malam Rabu yang akan datang. Dianjurkan untuk menghidupkan malam pertama bulan Rajab. Tingkatan paling tinggi adalah menghidupkan seluruh malam tersebut dengan ibadah, dari waktu Magrib hingga fajar. Tingkatan pertengahannya adalah menghidupkan sebagian besar malam itu. Adapun tingkatan paling rendah adalah bangun sebelum fajar sesuai kemampuan, lalu menghidupkan bagian malam tersebut dengan salat tahajud dan witir, membaca Al-Qur’an yang mudah dibaca, kemudian melanjutkannya hingga terbit fajar.
Telah diriwayatkan oleh Imam al-Ashbahani, sebagaimana juga diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Mundziri dalam kitab at-Targhib wa at-Tarhib, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa menghidupkan lima malam, maka wajib baginya surga.” Yaitu: malam pertama bulan Rajab, malam pertengahan bulan Sya‘ban, malam ‘Arafah, malam Idulfitri, dan malam Iduladha.
Diriwayatkan pula bahwa siapa saja yang menghidupkan lima malam tersebut, hatinya tidak akan mati pada hari ketika banyak hati mati, melainkan tetap hidup dengan kehidupan maknawi, tidak terpengaruh oleh kedahsyatan yang ia saksikan di padang mahsyar pada hari kiamat. Maka semoga Allah menghidupkan hati-hati kita dengan cahaya ma‘rifat-Nya, dalam kebaikan, kelembutan, dan keselamatan.
Sebagian masjid hingga kini masih menghidupkan lebih dari setengah malam pada malam pertama bulan Rajab dengan ibadah, berupa tilawah Al-Qur’an dan amalan lainnya. Di antaranya adalah Masjid Sayyidina Imam Syaikh ‘Abdurrahman as-Saqqaf, Masjid Ba‘alawi, dan masjid-masjid tua lainnya di Kota Tarim. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita menghidupkan malam tersebut, terlebih lagi para pemuda yang masih berada dalam masa muda dan memiliki kekuatan. Hendaknya mereka memanfaatkan malam pertama bulan Rajab dan menghidupkannya dengan ibadah.
Imam al-Mundziri juga meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Ada lima malam yang doa di dalamnya tidak tertolak,” yakni doa pada malam-malam tersebut mustajab. Di antara yang disebutkan adalah malam pertama bulan Rajab.
Apabila Allah memberi kita taufik untuk menghidupkan malam pertama bulan Rajab, maka sepatutnya kita menghidupkan seluruh bulan Rajab dengan berbagai macam ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah. Bulan Rajab memiliki keistimewaan, di antaranya adalah bulan di mana Sayyidina ‘Abdullah ayah Rasulullah ﷺ menikah dengan Sayyidah Aminah, ibu Rasulullah ﷺ. Apabila diketahui bahwa kelahiran Nabi ﷺ terjadi pada bulan kesembilan, maka bulan kesembilan itu dihitung sejak Rajab adalah bulan Rabi‘ul Awwal.
Allah Ta‘ala juga mengkhususkan bulan ini dengan peristiwa besar, yaitu mukjizat Isra dan Mi‘raj. Pada bulan Rajab, Rasulullah ﷺ diperjalankan pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian dinaikkan dari Masjidil Aqsha ke langit-langit yang tinggi, hingga ke ‘Arsy dan ke tempat-tempat yang Allah kehendaki. Semua itu terjadi pada bulan Rajab, dan pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada malam kedua puluh tujuh bulan Rajab.
Apa Yang Harus dilakukan Di Bulan Rajab?
Lalu, apa yang seharusnya kita lakukan pada bulan Rajab? Pertama, hendaknya kita memperbanyak puasa dan memperbanyak istigfar. Adapun puasa di bulan Rajab memiliki tingkatan-tingkatan. Tingkatan yang paling tinggi adalah berpuasa sebulan penuh. Telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa seorang sahabat datang kepada beliau dalam keadaan lemah. Nabi ﷺ bertanya, “Ada apa denganmu?” Ia menjawab, “Aku tidak merasakan makanan dan minuman sejak berpisah denganmu.” Maka Nabi ﷺ bersabda, “Engkau telah memberatkan dirimu. Berpuasalah pada bulan-bulan haram dan berbukalah,” yakni berpuasa pada sebagian hari dan berbuka pada sebagian hari lainnya.
Oleh sebab itu, sejak dahulu banyak dari kalangan salaf saleh di Kota Tarim yang berpuasa penuh pada bulan Rajab. Bahkan di beberapa negeri Islam, khususnya di Hadramaut, terdapat wakaf khusus untuk memberi makan orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab. Hal ini sangat membantu para pemuda dan orang-orang yang masih kuat, yang belum membutuhkan obat-obatan, suntikan, atau perawatan penyakit lainnya. Maka manfaatkanlah masa mudamu, manfaatkan waktu luangmu, manfaatkan waktumu, dan manfaatkan kekuatanmu, sebelum semuanya pergi dan berubah menjadi kelemahan.
Pada bulan tersebut, sedekah-sedekah sangat banyak sehingga kaum fakir dan miskin berlimpah mendapatkan bantuan. Sampai-sampai ada seorang fakir miskin yang keluar dari rumahnya pada akhir malam menuju masjid, lalu kembali ke rumahnya dan mendapati rumahnya telah penuh dengan pakaian, uang, makanan, dan berbagai keperluan dunia lainnya. Keadaan seperti ini pada masa sekarang hampir tidak didapati; yang sering dijumpai hanyalah debu (tidak menapati apapun). Namun demikian, kebaikan dan keberkahan masih tetap ada, dan amalan-amalan saleh semacam ini masih terus dilakukan oleh sebagian orang.
Pernah diceritakan kepada kami oleh seseorang bahwa ia datang pada malam hari sebagai orang asing ke sebuah kota di Hadramaut. Lalu pengurus wakaf berkata kepadanya, “Kamar atau bangunan ini adalah wakaf untuk orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab, dengan syarat ia menunaikan dua rakaat salat dan menghadiahkan pahalanya kepada pewakaf.” Lihatlah betapa besar perhatian orang-orang terdahulu terhadap perkara ini.
Kemudian, apabila engkau berpuasa—baik berpuasa sebagian besar hari atau seluruhnya—dan apabila engkau tidak mampu melakukannya secara penuh, maka lakukanlah yang minimal: berpuasa pada hari Senin dan Kamis, atau pada ayyamul bidh (tanggal 13,14,15) , atau pada ayyamu sud (tanggal 28,29,30).
Imam ‘Abdul Hamid Al-Quds meriwayatkan dalam kitab Kanz an-Najaḥ wa as-Surur, dan Imam al-Hafizh al-Maqdisi meriwayatkan dalam kitab al-Anwar ar-Rabbaniyyah fī al-Mawasim wa al-A‘yad fi Waẓa’if al-Mawasim wa al-A‘yad, sebuah hadis dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda: “Barang siapa berpuasa pada bulan haram pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu, maka dicatat baginya ibadah selama tujuh ratus tahun,” dan dalam riwayat lain disebutkan sembilan ratus tahun.
Banyak ulama telah menulis kitab-kitab khusus tentang keutamaan bulan Rajab. Di antara yang paling baik adalah karya Amirul Mukminin dalam ilmu hadis, Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, dalam kitabnya yang berjudul Tabyin al-‘Ajab bima Warida fi Fadhli Rajab. Imam Ibnu Hijazi al-Fasyani juga menulis kitab Hidayat al-Ikhwan fīma Warida fī Fadhli Rajab wa Sya‘ban wa Ramadhan.
Para ulama tersebut menghimpun banyak hadis, ada yang sahih, hasan, dan ada pula yang lemah, yang semuanya menganjurkan puasa pada sebagian hari di bulan Rajab. Di antaranya adalah riwayat dari Nabi ﷺ bahwa di dalam surga terdapat sebuah sungai yang disebut Rajab, yang tidak akan diminum darinya kecuali oleh orang yang berpuasa pada sebagian hari di bulan Rajab, meskipun hanya satu hari saja.
Demikian pula, pada bulan Rajab, apabila engkau memperbanyak puasa sesuai kemampuan, maka hendaknya engkau juga bersemangat memberi makan orang-orang yang berpuasa, agar engkau dapat berbagi pahala bersama mereka.
Oleh karena itu, hendaknya kita meniatkan niat-niat yang baik. Minimalnya, berpuasalah pada hari Senin dan Kamis, Ayyamul Bidh, dan Ayyamus Sud; itu adalah kebaikan dan keberkahan. Namun jika bulan Rajab datang dan berlalu sementara seseorang tidak berpuasa meskipun hanya satu hari, maka itulah sebuah kekeliruan.
Inilah puasa yang dianjurkan. Tidak terdapat riwayat yang sahih bahwa Nabi ﷺ melaksanakan umrah pada bulan Rajab, namun banyak sahabat yang melaksanakannya, di antaranya adalah Sayyidina ‘Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu. Adapun umrah Nabi ﷺ setelah hijrah berjumlah empat kali, dan semuanya dilakukan pada bulan Dzulqa‘dah dan Dzulhijjah.
Istigfar
Perkara kedua yang hendaknya kita perbanyak pada bulan Rajab adalah memperbanyak istigfar.
Memperbanyak istigfar dianjurkan pada setiap waktu dan di setiap bulan. Namun pada bulan-bulan yang utama, khususnya bulan Rajab, hal itu lebih diutamakan lagi. Telah diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa apabila memasuki bulan Rajab, beliau berdoa:
“Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya‘ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadan, dalam keadaan mampu berpuasa dan menegakkan ibadah malam.”
Diriwayatkan pula bahwa ketika memasuki bulan Rajab, beliau ﷺ bersabda: “Rajab adalah bulan Allah, Sya‘ban adalah bulanku, dan Ramadan adalah bulan umatku.” Maka diriwayatkan bahwa Rajab adalah bulan istigfar, Sya‘ban adalah bulan memperbanyak salawat kepada Nabi Muhammad ﷺ, dan Ramadan adalah bulan Al-Qur’an.
Sya‘ban disebut sebagai bulan Nabi ﷺ karena Allah Ta‘ala menurunkan firman-Nya tentang perintah bersalawat kepada Nabi. Oleh sebab itu, istigfar tetap dituntut pada setiap waktu, dan pada bulan Rajab lebih ditekankan lagi, terutama pada waktu dini hari dan sebelum fajar.
Al-Qur’an al-Karim memuji orang-orang yang memohon ampun kepada Tuhan mereka pada waktu dini hari. Namun sebagian manusia justru menyia-nyiakan waktu dini hari: ada yang menghabiskannya dengan merokok, ada yang menonton tontonan yang tidak pantas, ada yang larut dalam senda gurau dan kelalaian, bahkan ada pula yang bermaksiat kepada Tuhannya. Maka perhatikanlah dirimu, janganlah engkau termasuk golongan tersebut; jadilah termasuk orang-orang yang pada waktu dini hari memperbanyak istigfar.
Istigfar pada setiap waktu adalah baik, namun istigfar sebelum fajar lebih utama. Bentuk istigfar terbaik yang dibaca seorang mukmin adalah Sayyidul Istigfar. Dalam riwayat disebutkan, siapa yang membacanya pada siang atau malam hari lalu meninggal, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala seorang syahid, atau sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ.
Di antara bentuk istigfar lainnya adalah membaca istigfar setelah setiap salat fardu: “Astaghfirullahal-‘Adzim alladzi la ilaha illa Huwa al-Ḥayyul-Qayyum wa atubu ilaih,” minimal dua puluh lima kali. Bentuk istigfar yang paling ringkas adalah mengucapkan: “Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah.”
Memperbanyak istigfar termasuk sebab datangnya kelapangan rezeki. Diriwayatkan bahwa siapa yang membiasakan diri beristigfar seribu kali setiap hari, maka tidak akan berlalu satu tahun kecuali Allah akan memberinya kecukupan.
Al-Qur’an telah menjanjikan kepada orang-orang yang beristighfar dengan harta dan anak-anak. Allah Ta‘ala berfirman:
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
“Dan mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, sungguh Dia Maha Pengampun.”
Apa hasilnya? Allah berfirman:
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“Dia akan menurunkan hujan kepada kalian dengan deras, dan Dia akan menambah kalian dengan harta dan anak-anak, Dia menjadikan bagi kalian kebun-kebun dan menjadikan bagi kalian sungai-sungai.”
Banyak ayat Al-Qur’an yang mengaitkan istighfar dengan kehidupan yang baik di dunia. Nabi Hud, Nabi Shalih, dan selain mereka berkata:
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
“(Wahai kaumku)mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, kemudian bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kalian kenikmatan yang baik sampai waktu yang telah ditentukan.
Maka seyogianya engkau menjadikan untuk dirimu setiap hari, di setiap waktu secara umum, dan khususnya di bulan Rajab, tidak kurang dari seribu kali istighfar, karena engkau akan melihat hasil dan buahnya.
Kemudian, hendaknya engkau di bulan ini secara khusus menyambung tali silaturahim, berbuat baik kepada fakir miskin sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan, serta menjadikan bulan Rajab sebagai bulan yang benar-benar penuh keberkahan.
Dan ada satu poin penting yang berkaitan dengan bulan Rajab yang perlu kami ingatkan, yaitu bahwa musuh-musuh Islam menjadikan bulan-bulan yang mulia sebagai sarana untuk mendorong perbuatan maksiat.
Ada doa yang disebut Doa Ukasyah, dan ada istighfar yang disebut Istighfar Rajab yang disusun oleh al-Habib Ahmad bin Hasan bin ‘Abdullah al-Haddad. Istighfar ini dibaca pada setiap malam di bulan Rajab secara umum, dan khususnya pada malam pertama. Ia merupakan istighfar yang agung dengan redaksi yang panjang.
Namun, sebagian musuh Islam — sejak sekitar tiga ratus tahun yang lalu atau kurang — telah membuat hadis-hadis palsu atas nama Nabi ﷺ, bahkan mereka merekayasa seolah-olah hadis-hadis tersebut telah ada ratusan tahun sebelumnya, bahkan sebelum penyusunnya lebih dari seribu tahun.
Dalam kisah-kisah keutamaan tersebut mereka mengatakan: “Barang siapa membaca istighfar ini, maka diampuni dosanya walaupun ia berzina, melakukan perbuatan kaum Luth, atau mencuri. Cukup baca istighfar ini saja, lalu lakukan apa saja yang kamu mau!”
Lihatlah bagaimana tipu daya ini. Orang-orang awam, khususnya kaum wanita, banyak yang mempercayai hal-hal semacam ini. Mereka berkata: “Oh, lihatlah betapa besar keutamaannya,” lalu mereka mendatangkan kisah-kisah khayalan yang dusta, yang sama sekali tidak memiliki asal-usul dalam sejarah.
Engkau harus mengetahui bahwa setiap hadis yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah yang sahih, maka ia adalah batil, palsu, dan dusta atas nama Rasulullah ﷺ.
Benar, engkau membaca istighfar dan memohon ampun kepada Allah, tetapi harus disertai dengan takwa. Jangan merusak kehidupan dengan sembarangan dan mempercayai kebohongan-kebohongan yang tidak pernah Allah turunkan dalilnya. Ketahuilah bahwa semua itu adalah kedustaan dan kebatilan, yang tidak diturunkan Allah dengannya suatu hujah. Tujuan utama mereka adalah menyebarkan paham kebebasan tanpa batas dan merusak akhlak kaum Muslimin dengan mengatasnamakan agama, dan melalui jalan agama itu sendiri.
Maka hendaknya seorang mukmin selalu waspada, senantiasa melekat pada ketaatan di setiap waktu, berhati-hati dalam segala urusan, dan berpegang teguh kepada Al-Qur’an al-Karim serta sunnah Nabi yang datang dari beliau ﷺ.
Demikian pula, terkadang beredar sebuah selebaran yang dicetak dan disebarkan, yang mereka beri judul “Wasiat Syaikh Ahmad, Pelayan Hujrah Nabawiyah”. Dalam selebaran itu, pada bulan Rajab, mereka mengatakan bahwa Syaikh Ahmad,pelayan Hujrah, telah melihat Nabi ﷺ pada malam Jumat di bulan Rajab, lalu dikatakan bahwa umat beliau telah banyak melakukan maksiat, bahwa kiamat telah dekat, dan kabar-kabar dusta lainnya.
Hal-hal semacam ini telah dibantah oleh sebagian ulama Makkah sekitar lima puluh tahun yang lalu melalui siaran radio. Semua perkara seperti ini biasanya disebarkan oleh orang-orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab, atau oleh orang-orang awam yang polos dan tertipu, yang tidak mengetahui hakikat kebenaran. Setiap lembaran yang di dalamnya ada “hadis” langsung mereka percayai, meskipun bertentangan dengan Al-Qur’an. Padahal, segala sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah jangan sekali-kali dipercaya dan jangan diberi bobot sedikit pun, karena Al-Qur’an adalah perkara yang paling kuat, demikian pula Sunnah Nabi.
Mudah-mudahan Allah Tabaraka wa Ta‘ala memperjalankan atas kami dan atas kalian bulan Rajab yang penuh berkah ini, insya Allah, dengan segala kebaikan, keberkahan, kemenangan, keberhasilan, dan ampunan, serta dikabulkannya hajat-hajat dan kelanggengan keselamatan, juga kesempurnaan kesehatan di dunia dan akhirat. Semoga Allah menolak segala bala, melapangkan kesulitan kaum Muslimin, memperbaiki negeri Yaman dan penduduknya, serta memperbaiki seluruh negeri-negeri Islam.
Semoga Allah menjaga kami dan kalian dari keburukan musuh-musuh yang paling jahat dan dari segala keburukan, insya Allah. Dan kami memohon kepada-Nya agar Dia mengembalikannya kepada kami dan kepada kalian selama bertahun-tahun dalam keadaan kebaikan dan keselamatan. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas apa yang Dia kehendaki dan Maha Berhak mengabulkan doa.
Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. RA(*)