Ekspresi Cinta pada Kelahiran Nabi ﷺ

Posted on 08 September 2025


Ketika hati manusia dipenuhi rasa bahagia dan sukacita, biasanya kegembiraan itu akan terpancar ke wajah, terwujud dalam gerak, serta terlihat dalam amal dan perilaku. Maka demikian pula halnya dengan kita, umat Islam, ketika menyambut kelahiran Nabi Muhammad ﷺ. Rasa bahagia dan syukur itu sepatutnya kita tunjukkan dengan cara yang mulia: memperbanyak ibadah, ketaatan, serta mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.

Bentuk kegembiraan itu bukan hanya sekadar ekspresi lahiriah, tetapi terikat pada sunnah dan teladan beliau. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis sahih Muslim, ketika Rasulullah ﷺ ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab:

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ
“Itu adalah hari aku dilahirkan.” (HR, Muslim)

Jawaban Nabi ﷺ ini memberikan dasar yang kuat: mengaitkan kelahiran beliau dengan amal ibadah. Seorang muslim dapat berpuasa pada hari Senin sebagai ungkapan syukur kepada Allah ﷻ atas anugerah kelahiran Rasul terakhir, rahmat bagi seluruh alam.

Lebih dari itu, dalam sejarah kita mendapati landasan lain. Ketika Nabi ﷺ hijrah ke Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari tertentu. Beliau bertanya mengapa mereka berpuasa. Mereka menjawab: “Kami berpuasa sebagai bentuk syukur kepada Allah karena Dia telah menyelamatkan Mūsā dan membinasakan Fir‘aun.” Maka Nabi ﷺ bersabda:

نَحْنُ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ
“Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian.” (HR Bukhari dan Muslim)

Lalu beliau berpuasa dan memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada hari itu.

Inilah logika syukur yang diajarkan Nabi ﷺ. Jika kaum Yahudi saja mensyukuri nikmat keselamatan Mūsā dengan ibadah, maka kita sebagai umat Islam jauh lebih layak mensyukuri kelahiran Muhammad ﷺ dengan amal saleh, ibadah, dan ketaatan.

Maka, perayaan Maulid bukan sekadar seremoni. Ia adalah ekspresi cinta, rasa syukur, dan kebahagiaan yang diterjemahkan dalam amal nyata: memperbanyak doa, sedekah, salawat, tilawah, qiyām, bahkan puasa. Semua itu adalah bentuk syukur kepada Allah ﷻ, sebagaimana diajarkan langsung oleh Rasulullah ﷺ. RA(*)