Posted on 15 November 2025
Dakwah yang tulus tidak akan kuat pondasinya, tidak akan tersebar-luas cabangnya, dan tidak akan berbuah hasil yang baik kecuali bila dibangun di atas hujjah yang kokoh, dibawa oleh dai dengan segala cara penuh hikmah, dan disampaikan dengan adab yang luhur.
Demikian pula dakwah beliau ﷺ untuk mengajak umatnya kepada Allah ﷻ menuju Islam. Dakwah itu selalu disertai hal-hal yang memudahkan akal untuk menerimanya, menenangkan jiwa agar mau mendengarkannya.
Beliau ﷺ selalu mempertimbangkan cara penyampaian yang paling menjamin keberhasilan dakwah:
· beliau menyampaikan pada setiap situasi dengan ungkapan yang paling sesuai,
· memberikan setiap makna kata yang paling layak,
· dan berbicara kepada setiap kelompok sesuai kadar akal mereka.
Beliau ﷺ berinteraksi bersama dengan perangai yang paling membuat mereka dekat, dan paling cepat membalikkan mereka dari kesesatan menuju petunjuk.
Beliau ﷺ menyeru kepada kebenaran disertai hujjah dan Al-Qur’an al-Karim. Tidak ada satu pokok agama pun kecuali beliau bawakan hujjah yang terang benderang atasnya, menghilangkan segala keraguan darinya. Beliau menguatkan dakwah dengan dalil serta menolak keraguan yang kadang muncul di benak manusia.
Di antara bentuk dakwahnya ialah menyampaikan hikmah-hikmah agung. Banyaknya hikmah menakjubkan dalam kitab Allah ﷻ dan hadis Nabi ﷺ menunjukkan bahwa dakwah Islam adalah perkataan yang tegas, bukan senda gurau.
Dakwah Disertai Kedermawanan
Di antara kebijaksanaan beliau, beliau terkadang menggunakan pemberian harta kepada para pemuka kabilah, karena hadiah dapat menghilangkan dendam dan menumbuhkan persatuan di tempat permusuhan. Tujuannya bukan untuk membeli iman mereka, tetapi menjadikan hati mereka siap memeriksa kebenaran dakwah. Beliau melakukan itu ketika melihat bahwa keimanan mereka belum mengakar kuat, yang masih mungkin goyah oleh fitnah.
Tentang mereka ini beliau bersabda:
إِنِّي لَأُعْطِي الرَّجُلَ وَغَيْرُهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْهُ، خَشْيَةَ أَنْ يَكُبَّهُ اللَّهُ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya aku memberi kepada seseorang, padahal orang lain lebih aku cintai darinya; karena aku khawatir Allah melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dakwah Disertai Kelembutan
Dari adab dakwah beliau ialah bersabar, lembut, dan tenang. Beliau menyampaikan dakwah dengan kelembutan tutur. Beliau menghadapi orang jahil dengan berpaling (tidak membalas), dan menghadapi orang yang menyakiti dengan memaafkan dan berbuat baik. Sungguh banyak gangguan yang beliau terima dari kaum musyrik Quraisy dan orang-orang bodoh mereka, namun semua itu beliau balas dengan kesabaran, tanpa sedikit pun mengurangi keteguhan beliau dalam berdakwah.
Berapa banyak kata-kata buruk yang dilontarkan sebagian munafik atau sebagian Badui kasar, namun balasannya hanyalah pemaafan, senyuman, atau kebaikan. Dalam memberi teguran pun beliau memilih cara yang paling halus. Sampai-sampai beliau tidak mengarahkan peringatan kepada seseorang secara langsung, tetapi bersifat umum. Beliau bersabda:
مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَتَنَزَّهُونَ عَنِ الشَّيْءِ أَصْنَعُهُ، فَوَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُهُمْ بِاللَّهِ، وَأَشَدُّهُمْ لَهُ خَشْيَةً
“Mengapa ada kaum yang menjauhi sesuatu yang justru aku lakukan? Demi Allah, aku adalah orang yang paling mengenal Allah dan paling takut kepada-Nya.” (HR. Bukhari)
Dakwah Tanpa Membuat Bosan
Termasuk hikmah beliau, beliau tidak membebani manusia dengan nasihat yang menumpuk. Beliau memilih memberikan nasihat ketika manusia membutuhkan atau sedang bersemangat untuk mendengarnya.
Sahabat Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي الْأَيَّامِ كَرَاهَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا
“Nabi ﷺ memilih waktu-waktu tertentu untuk memberi kami nasihat pada beberapa hari, karena beliau tidak suka bila kami merasa bosan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dakwah Dengan SIngkat Dan Padat
Dalam surat-surat yang beliau kirim kepada para raja dan berbagai kelompok, beliau memilih gaya bahasa yang ringkas dan padat. Adapun penjelasan rinci dakwah, penyampaian hujjah, dan penolakan syubhat, beliau serahkan kepada para sahabat yang beliau utus bersama surat-surat itu, karena mereka memiliki kecakapan yang cukup untuk tugas tersebut.
Beliau pernah menulis kepada penduduk Najran, mengutus surat itu bersama ‘Amr bin al-‘Ash. Isinya:
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنِّي أَدْعُوكُمْ إِلَى عِبَادَةِ اللَّهِ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ، وَأَدْعُوكُمْ إِلَى وِلَايَةِ اللَّهِ مِنْ وِلَايَةِ الْعِبَادِ، فَإِنْ أَبَيْتُمْ فَالْجِزْيَةُ، فَإِنْ أَبَيْتُمْ فَقَدْ آذَنْتُكُمْ بِحَرْبٍ، وَالسَّلَامُ
“Amma ba‘du. Aku menyeru kalian kepada ibadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada sesama hamba. Aku menyeru kalian kepada kekuasaan Allah, bukan kekuasaan manusia. Jika kalian menolak, maka bayarlah jizyah. Jika kalian tetap menolak, maka sungguh aku menyatakan perang atas kalian. Wassalam.”
Memberikan Jawaban Yang Memuaskan
Di antara keindahan metode beliau dalam menjawab para penanya adalah bahwa beliau mengemas jawaban dalam bentuk kaidah umum, meskipun si penanya sebenarnya cukup diberi jawaban “ya” atau “tidak”.
Pernah seorang lelaki dari kabilah Muharib dahulu sangat mengganggu ketika Beliau ﷺ menawarkan diri berdakwah kepada kabilah-kabilah. Kemudian lelaki itu datang kembali dalam rombongan Muharib sebagai seorang muslim. Ia menyebutkan kepada Rasulullah ﷺ gangguan yang dulu ia lakukan, lalu berkata: “Mohonkan ampun untukku.”
Maka beliau ﷺ bersabda:
إِنَّ الْإِسْلَامَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ
“Sesungguhnya Islam menghapus semua dosa yang terjadi sebelumnya.” (HR. Muslim)
Membuat Perumpamaan
Di antara metode beliau dalam berdakwah ialah membentuk perumpamaan-perumpamaan yang indah dan menyampaikan permisalan-permisalan yang menakjubkan. Sesungguhnya tasybih (perumpamaan) dan tamtsil (analogi) memiliki pengaruh besar dalam menjadikan hakikat yang samar menjadi jelas, dan menjadikan makna yang asing menjadi akrab dalam pikiran.
Di antara permisalan yang paling indah yang pernah kami dengar dalam bab ini adalah sabda beliau ﷺ:
تَرَى الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Engkau melihat orang-orang beriman dalam saling mencintai, saling menyayangi, dan saling mengasihi bagaikan satu tubuh. Bila satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh turut merespons dengan tidak bisa tidur dan merasakan demam.” (HR. Muslim)
Berbicara Sesuai Kadar Pemahaman
Salah satu kebijaksanaan beliau dalam berdakwah adalah berbicara dengan setiap kaum sesuai pemahaman mereka, dan beliau menghindari berbicara kepada seseorang dengan sesuatu yang tidak sanggup ditanggung akalnya. Beliau telah memberikan petunjuk agung tentang hal ini dalam sabdanya:
حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ، أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ؟
“Sampaikanlah kepada manusia hal-hal yang dapat mereka pahami. Apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?” (HR. Bukhari)
Dakwah Yang Tidak Kaku, Beradaptasi Dengan Setiap Medan Dakwah
Terkadang beliau melakukan suatu hal sekadar mengikuti kebiasaan orang yang ingin melakukan hal tersebut, selama hal itu hanyalah berkaitan dengan adat kebiasaan dan tidak mengandung bahaya yang menuntut untuk ditinggalkan.
Beliau pernah hendak menulis surat kepada beberapa raja, mengajak mereka masuk Islam. Lalu dikatakan kepada beliau: “Sesungguhnya mereka tidak membaca surat kecuali yang bersegel.” Maka beliau pun membuat cincin dari perak, yang ukirannya bertuliskan:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ
Menghindari Hal Yang Dapat Menimbulkan Kehebohan Dan Fitnah
Ada kalanya pula beliau meninggalkan sesuatu yang sebenarnya tidak masalah bila dilakukan, semata-mata untuk menghindari fitnah. Seperti ketika beliau tidak jadi menghancurkan Ka‘bah dan mengembalikannya ke pondasi Ibrahim, demi menghindari fitnah suatu kaum yang baru saja lepas dari masa jahiliah.
Beliau bersabda kepada ‘Aisyah radhiyallahu anha:
لَوْلَا أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيثُو عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ، لَأَمَرْتُ بِالْبَيْتِ فَهُدِمَ، فَأَدْخَلْتُ فِيهِ مَا أُخْرِجَ مِنْهُ، وَبَلَغْتُ بِهِ أَسَاسَ إِبْرَاهِيمَ
“Seandainya bukan karena kaummu (Quraisy) baru saja keluar dari masa jahiliah, pasti aku perintahkan agar Ka‘bah diruntuhkan, lalu aku masukkan kembali bagian-bagian yang pernah dikeluarkan darinya, dan aku bangun kembali hingga mencapai fondasi Ibrahim.” (Muttafaq ‘Alaih)
Demikianlah sekelumit dari kesempurnaan metode dakwah Rasulullah ﷺ. Beliau mengajarkan bahwa dakwah tidak sekadar menyampaikan, tetapi memerlukan kelembutan hati, keluasan ilmu, pemahaman karakter manusia, serta kemampuan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dengan hikmah itulah dakwah menjadi hidup, menyentuh, dan membuahkan perubahan.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang meneladani sunnah beliau dalam berdakwah dengan ilmu, hikmah, kelembutan, dan kesabaran. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarganya, para sahabatnya, dan siapa saja yang mengikuti jejak beliau hingga hari kiamat.RA(*)
Sumber: Muhammad Insanul Kamil, Karya As-Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki