Menyambut Waktu-Waktu Emas: Rajab, Sya‘ban, dan Pendidikan Ruhani Menuju Ramadan

Posted on 20 December 2025



Di antara hikmah besar syariat Islam adalah pengaturan waktu. Tidak semua hari bernilai sama, tidak semua bulan memiliki bobot spiritual yang setara. Ada musim-musim tertentu yang Allah muliakan, agar manusia—yang sering lalai oleh rutinitas dunia—memiliki jeda untuk kembali, menata niat, dan menguatkan arah hidupnya. Di antara musim ruhani itu adalah Rajab dan Sya‘ban, dua bulan yang menjadi gerbang agung menuju Ramadan.

Rajab Bulan Pengagungan dan Isyarat Sejarah Iman

Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an. Bulan-bulan ini adalah: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.

Rajab memiliki keistimewaan tersendiri, bukan hanya karena status hukumnya, tetapi juga karena muatan sejarah keimanan yang melekat padanya.

Para ulama menyebutkan bahwa:

  • Rajab adalah bulan yang dianjurkan untuk berpuasa, sebagai bagian dari puasa sunnah di bulan-bulan haram.

  • Di bulan ini, Sayidah Aminah binti Wahb mengandung Nabi Muhammad , sebuah awal dari rahmat terbesar bagi alam semesta.

  • Pada bulan ini pula Allah menyelamatkan Nabi Nuh ‘alaihis salam dan para pengikutnya dengan bahtera, simbol keselamatan bagi iman di tengah badai peradaban.

  • Dan peristiwa agung Isra’ Nabi terjadi pada bulan Rajab, sebuah perjalanan ruh dan jasad yang menegaskan kedudukan shalat sebagai poros kehidupan seorang mukmin.

Sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah ditanya:

هَلْ كَانَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم ‌يَصُومُ ‌في ‌رَجَب؟

Apakah Rasulullah berpuasa di Bulan Rajab?

Beliau menjawab:

نَعم وَيُشَرفَهُ

 “Ya, dan Beliau  memuliakannya.”(Kanzul Ummal)

Sya‘ban: Bulan yang Terlupakan, Padahal Sarat Nilai

Jika Rajab adalah bulan pengagungan, maka Sya‘ban adalah bulan persiapan. Nabi memberikan perhatian khusus pada bulan ini, bahkan melebihi bulan-bulan sunnah lainnya.

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ ‌أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ ‌مِنْ ‌شَعْبَانَ. كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ. كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا.

Aku tidak pernah melihat beliau berpuasa dalam satu bulan pun lebih banyak daripada puasanya di bulan Sya‘ban. Beliau berpuasa pada bulan Sya‘ban seluruhnya. Beliau berpuasa pada bulan Sya‘ban kecuali sedikit. (HR Muslim)

Ketika ditanya sebabnya, Rasulullah menjelaskan:

ذَاكَ شَهْرٌ ‌يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Itu adalah bulan yang sering dilalaikan manusia, karena berada di antara Rajab dan Ramadan. Dan ia adalah bulan di mana amal-amal diangkat kepada Rabb seluruh alam, maka aku ingin agar amalku diangkat dalam keadaan aku berpuasa. (HR Ahmad)

Sya‘ban adalah masa transisi dan justru di masa transisi itulah kualitas manusia diuji. Karena itu, Rasulullah ingin berada dalam kondisi ibadah tertinggi: puasa dan kesadaran ruhani.

Sebagian ulama juga menyebutkan bahwa di bulan ini ditetapkan takdir-takdir tahunan, sebagai pendahuluan sebelum ketetapan global di Lailatul Qadar.

Malam Nishfu Sya‘ban Malam Penuh Rahmat

Di antara malam-malam istimewa dalam setahun, malam pertengahan Sya‘ban memiliki kedudukan khusus. Rasulullah bersabda bahwa pada malam ini Allah menampakkan rahmat-Nya kepada seluruh makhluk, dan memberikan ampunan luas—kecuali bagi mereka yang menghalangi dirinya sendiri.

Mereka adalah:

  • orang musyrik dan yang menyimpan permusuhan

  • pemutus silaturahmi dan perampok

  • yang durhaka kepada orang tua

  • pecandu khamar

  • pembunuh

  • orang sombong dan yang mengungkit-ungkit sedekah)

Pada malam ini, diriwayatkan:

فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

Sesungguhnya Allah turun pada malam itu sejak terbenamnya matahari ke langit dunia, lalu Dia berfirman: ‘Adakah orang yang memohon ampun kepada-Ku, maka Aku ampuni dia? Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku beri dia rezeki? Adakah orang yang sedang ditimpa ujian, maka Aku beri dia keselamatan?’ (Demikian terus seruan-Nya): ‘Adakah ini, adakah itu…’ hingga terbit fajar. (HR Ibnu Majah)

Karena itu, menghidupkan malam Nishfu Sya‘ban dengan doa dan istighfar serta berpuasa di siangnya termasuk amalan yang dianjurkan oleh banyak ulama Ahlussunnah.

Pandangan Fikih Terkait Puasa Rajab

  • Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi‘iyah: menganjurkan puasa di seluruh bulan haram (termasuk Bulan Rajab).

  • Hanabilah: mengkhususkan keutamaan puasa pada bulan Muharram.

  • Dalam urutan keutamaan puasa sunnah setelah Ramadan:

  1. Muharram

  2. Rajab

  3. Bulan-bulan haram lainnya

Catatan penting:

  • Sebagian ulama melarang berpuasa penuh satu bulan Rajab bukan sebagai penolakan terhadap keutamaannya, melainkan agar Rajab tidak diserupakan dengan Ramadan.

  • Puasa yang haram: dua hari raya dan (menurut jumhur) hari-hari tasyrik.

  • Menurut Syafi‘iyah, makruh berpuasa di paruh akhir Sya‘ban jika tidak disambung dengan kebiasaan sebelumnya.

Rajab dan Sya‘ban bukan sekadar nama bulan dalam kalender hijriah. Keduanya adalah pendidikan ruhani, latihan kesadaran, dan jembatan menuju puncak ibadah di Ramadan. Siapa yang masuk Ramadan tanpa persiapan, ia hanya akan menahan lapar. Tetapi siapa yang mendidik jiwanya sejak Rajab dan Sya‘ban, ia akan memperoleh tranformasi ruhani menjadi lebih sempurna.

Ya Allah berkahi kami di Bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami ke Bulan Ramadhan. RA(*)