Penataan Waktu Adalah Dasar Keteraturan Hidup

Posted on 28 December 2025


Penataan apa saja yang harus dilakukan dalam setiap waktu merupakan dasar dari keteraturan. Keadaan seorang murid, begitu pula keadaan penuntut ilmu, baik laki-laki maupun Perempuan, pada seluruh tingkatan, tidak akan menjadi baik kecuali dengan menata tugas-tugas yang dilakukan di setiap waktu, serta menempatkan setiap waktu pada tugas tersebut, baik dalam bentuk ibadah maupun kebiasaan yang baik.

Para ulama suluk menyatakan bahwa sepatutnya seorang mukmin membagi waktunya dalam satu hari menjadi empat bagian:

  1. Satu waktu yang ia gunakan untuk bermunajat kepada Tuhannya.

  2. Satu waktu untuk menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri.

  3. Satu waktu untuk mendatangi para ulama, yang dapat memberinya pencerahan tentang urusan Allah dan menasihatinya.

  4. Satu waktu untuk memberi ruang bagi dirinya menikmati kesenangan yang halal, tanpa melampaui batas.

Pembagian Tugas Waktu Menurut Imam al-Ghazali

Imam al-Ghazali rahimahullah  membagi tugas-tugas yang dilakukan di setiap waktu dalam kitabnya Bidayatu al-Hidayah ke dalam beberapa bagian adab, yaitu:

  1. Adab bangun dari tidur.

  2. Adab masuk ke tempat buang hajat.

  3. Adab berwudu.

  4. Adab mandi janabah.

  5. Adab bertayamum.

  6. Adab keluar menuju masjid.

  7. Adab memasuki masjid hingga terbit matahari.

  8. Adab setelah terbit matahari hingga tergelincirnya matahari.

  9. Adab bersiap untuk seluruh salat.

  10. Adab tidur.

  11. Adab salat.

  12. Adab iqamah dan menjadi imam (keteladanan).

  13. Adab hari Jumat.

  14. Adab puasa.

Buah Takwa dan Cahaya Ma‘rifat

Setiap adab dari adab-adab tersebut memiliki perincian, syarat, dan aturan yang jelas, yang dijelaskan secara luas oleh Imam al-Ghazali. Dalam penjelasannya, beliau memberikan dorongan yang kuat dan peringatan keras, seraya berkata—dalam makna ucapannya:

“Apabila engkau telah memakmurkan batin hatimu dengan ketakwaan, maka saat itulah tabir-tabir antara dirimu dan Tuhanmu akan terangkat. Pengetahuan-pengetahuan hakiki akan tersingkap bagimu, mata air hikmah akan memancar dari dalam hatimu, rahasia-rahasia alam kerajaan (al-mulk) dan alam malakut akan menjadi jelas bagimu. Namun apabila engkau mencari ma‘rifat hanya melalui perdebatan, pertengkaran kata, dan polemik, maka sungguh betapa besar kerugian dan kehampaan yang engkau alami.”RA(*)

*Sumber: Mabadius Suluk, karya Al-Habib Abubakar Adni bin Ali Al-Masyhur