Posted on 28 November 2024
Rasulullah
ﷺ
bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ آمْرِئٍ مَا نَوَي، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ. فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَن كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ أمْرَأة يَنْكِحُهَا. . فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Setiap amalan bergantung kepada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang berhijrah (dengan niat) menuju Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu (dinilai sebagai hijrah) menuju Allah dan rasul-Nya. Siapa yang berhijrah untuk hal duniawi yang akan ia dapatkan, atau wanita yang akan ia nikahi, maka hijrahnya itu (dinilai) sesuai dengan tujuan hijrahnya itu.(HR Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari meletakkan hadits tersebut pada permulaan kitab Shahih beliau, dan menjadikannya sebagai prolog kitabnya. Syaikh Abdurahman bin Mahdi menuturkan, “Andai aku menulis sebuah kitab yang memiliki beberapa bab, aku akan jadikan hadits riwayat Umar bin Khathab tentang niat ini di permulaan setiap babnya.”
Hadits niat ini termasuk hadits yang menjadi pokok ajaran agama Islam. Imam Syafii mengomentari mengenai hadits tersebut:
هَذَا الْحَدِيثُ ثُلُثُ العْلِمْ ِوَيَدْخُلُ فيِ سَبْعِينَ بَاباً مِنَ الْفِقْهِ
Hadits ini menghimpun sepertiga dari keseluruhan ilmu dan masuk ke dalam tujuh puluh bab ilmu Fiqih.
Mengenai pentingnya niat, Nabi ﷺ bersabda:
نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Niat Seorang mukmin lebih baik dari amalannya. (HR Thabrani)
Ini karena niat adalah amalan hati, dan hati adalah anggota tubuh yang paling mulia. Oleh sebab itu, amalan hati lebih utama daripada amalan anggota tubuh lainnya. Sekedar niat saja, sudah bisa mendapatkan ganjaran pagala berbeda dengan amalan anggota tubuh lain yang tidak akan diganjar pahala kecuali jika disertai niat yang baik. Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَعَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ
Siapa yang bertekad melakukan kebaikan, namun tidak mengamalkannya maka akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika ia mengamalkannya maka akan dicatat baginya sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat kebaikan. (HR Bukhari dan Muslim).
Maka hendaknya kita memperbagus niat dan memurnikannya hanya untuk Allah ﷻ semata. Janganlah mengamalkan suatu ketaatan apapun kecuali disertai niat untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ, dan ikhlas karena Allah, mencari keridhoan-Nya, dan menghendaki pahala di akhirat yang telah dijanjikan oleh-Nya atas ketaatan itu sebagai bentuk anugerah dan karunia-Nya.
Jangan pula kita melakukan hal mubah apapun, bahkan makan, minum, dan tidur, kecuali meniatkan dengan perbuatan itu agar dapat membantu untuk melakukan ketaatan kepada Allah ﷻ, mendapatkan kekuatan dengannya untuk dapat beribadah kepada-Nya, dengan demikian hal-hal mubah tersebut akan dinilai sebagai ketaatan. Sebab perantara kebaikan dihukumi sama dengan kebaikan itu sendiri. Orang yang rugi adalah orang yang rugi karena menyiakan niat.
Niatkan niat-niat kebaikan yang banyak untuk semua ketaatan dan hal mubah yang kita lakukan, dengan demikian dalam setiap niatnya kita akan mendapatkan pahala sempurna dari anugerah Allah ﷻ. Dan apa yang kita belum mampu lakukan daripaka ketaatan dan kebaikan, belum memungkinkan bagi kita untuk melakukannya, maka niatkan dan bertekadlah untuk melakukannya jika kita diberi kemampuan. Katakan dengan tekad yang kuat, kesungguhan, serta niat yang baik bahwa, “Andai aku mampu, aku akan melakukannya.” Dengan demikian, bisa jadi engkau akan mendapatkan pahala orang yang melakukan perbuatan itu, Dikisahkan ada seorang dari Bani Israil, di saat mausia tertimpa kelaparan, ia melewati suatu bukit pasir, lalu ia berkata pada dirinya sendiri, “Andai bukit ini adalah makanan milikku, tentu aku akan bagikan untuk orang-orang.” Maka Allah ﷻ memberi wahyu kepada nabi di masa itu, “Katakan kepada Fulan, bahwa Allah telah menerima sedekahmu, dan Allah menghargai niat baikmu.”
Diriwayatkan dalam suatu atsar bahwa para malaikat naik dengan membawa lembaran amal seorang hamba kepada Allah ﷻ, maka Allah ﷻ mewahyukan kepada mereka, “Tulislah perbuatan ini dan itu,” Para malaikat mengatakan, “Tetapi ia tidak melakukannya?” Maka Allah ﷻ berfirman, “Ia telah meniatkannya.” (HR Abu Nuaim)
Berikut ini Beberapa perkataan ulama mengenai pentingnya niat yang baik:
Yahya bin Katsir mengatakan,
تَعَلَّمُوا النِّيَّةَ فَإِنَّهَا أَبْلَغُ مِنَ الْعَمَلِ
Pelajarilah cara berniat yang baik, sebab itu lebih berat dari sekedar beramal
Syekh Zaid Al-Yami berkata,
إِنِّي لَأُحِبُّ أَنْ تَكُونَ لِي نِيَّةٌ فِي كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى الطَّعَامِ وَالْشَرَابِ
Aku senang apabila memiliki niat yang baik dalam setiap hal, termasuk dalam makan dan minum
Imam Dawud At-Tha’i mengatakan,
رَأَيْتُ الْخَيْرَ كُلَّهُ إِنَّمَا يَجْمَعُهُ حُسْنُ النِّيَّةِ
Aku memandang seluruh kebaikan dapat dihimpun hanya dengan niat yang baik.
Sebagian salaf menuturkan,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَكْمُلَ لَهُ عَمَلُهُ فَلْيُحْسِنْ نِيَّتَهُ
Siapa yang ingin agar amalnya sempurna, maka perbaikilah niatnya.
Imam Ibnu Mubarak berkata,
رُبَّ عملٍ صغيرٍ تعظِّمهُ النيَّةُ، وربَّ عمل كبيرٍ تُصَغِّره النيَّةُ
Banyak amalan remeh yang menjadi besar karena niatnya, banyak pula amalan besar yang menjadi remeh karena niatnya.
Imam Abdullah Al-Haddad berkata:
وَلِصَالِحِ النِّيَّاتِ كُنْ مُتَحَرِّيًا مُسْتَكْثِرًا مِنْهَا وَرَاقِبْ وَاخْشَعِ
Dan jadilah engkau selalu memilih dengan teliti niat-niat yang baik dan memperbanyaknya. Selalulah merasa diawasi dan rasakan kekhusyuan.
Penjelasan bait syair ini telah dijabarkan oleh Imam Ahmad bin Zain Al-Habsyi dalam kitab Syarah ‘Ainiyah, siapa yang berkenan dapat menelaah kitab tersebut. Para salaf terdahulu mengajarkan anak-anak mereka cara berniat yang baik seperti mengajarkan mambaca Al-Fatihah. RA(*)