Posted on 01 July 2025
Imam Jakfar As-Shadiq merupakan sosok ulama yang sangat tersohor keilmuan dan kebijaksanannya. Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad membicarakan tentang beliau dalam salah satu bait Qashidah Ainiyahnya:
وَالصَّادِقِ الْصِدِّيقِ أُسْتَاذِ الْأُلَى ***وَإِمَامِ أَهْلِ الْحَقِّ غَيْرِ مُدَافَعِ
As-Shadiq yang merupakan seorang yang sangat percaya, guru dari yang mereka yang utama. Imam pembela kebenaran tanpa ada tandingan.
Beliau adalah Imam Jakfar bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Beliau terkenal dengan julukan As-Shadiq (yang jujur). Dan memiliki nama kunyah Abu Abdillah atau Abu Ismail. Beliau termasuk juga keturunan Sayidina Abubakar dari pihak Ibu, sebab ibunda beliau adalah Farwah binti Qosim bin Muhammad bin Abubakar Ash-Shiddiq. Ibu dari ibunda beliau pun adalah keturunan dari Sayidina Abu Bakar yaitu, Asma binti Abdurahman bin Abubakar As-Shidiq. Oleh sebab itu Imam Jakfar As-Shadiq pernah berkata:
وَلَدَنِي أَبُو بَكْرٍ مَرَّتَيْنِ
Abubakar melahirkan aku dua kali.
Ini dikarenakan ibu dan neneknya sama-sama keturunan Sayidina Abubakar.
Lahir dan Wafat
Beliau lahir di Madinah pada hari Senin, 17 Rabiul Awwal 80/83 H dan wafat di kota yang sama pada malam Senin, pertengahan Rajab 148 H. Beliau dimakamkan di Baqi, dalam Kubah Abbas bersebelahan dengan makam ayah, kakek, dan paman dari kakeknya yaitu Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhum.
Beliau memiliki lima putra yaitu: Sayid Muhammad, Sayid Ismail, Sayid Abdullah, Imam Musa Al-Kadzim dan Imam Ali Al-Uraidhi yang merupakan leluhur dari keluarga Ba’alawi. Selain itu beliau memiliki putri yang Bernama Sayidah Farwah.
Beliau disebut sebagai ustadz (guru) bagi para ulama yang pertama maupun terakhir, sebab banyaknya para imam pelopor madzhab yang menimba ilmu darinya, sebut saja misalnya Imam Yahya bin Said, Ibnu Juraij, Imam Malik, Imam Sufyan At-Tsauri dan Imam Sufyan bin Uyainah, Imam Abu Hanifah, Imam Syu’bah, Ayub dan lainnya.
Banyak pula ulama yang menukilkan berbagai ilmu, pengetahuan, hikmah, kelembutan, sejarah terpuji, pertunjuk yang baik dari beliau. Ini membuat beliau menjadi rujukan para penuntut ilmu.
Namanya harum dan tersohor ke seluruh pelosok negeri. Umar bin Al-Miqdam berkata:
كُنْتُ إِذَا نَظَرْتُ إِلَى أَبِي جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَلِمْتُ أَنَّهُ مِنْ سُلَالَةِ النَّبِيِّينَ
Jika Aku melihat kepada Jakfar bin Muhammad, maka aku yakin beliau termasuk keturunan para nabi.
Beliau juga terkenal dermawan. Terkadang beliau memberikan makanan untuk orang-orang sampai habis tidak bersisa, sedangkan beliau dan keluarganya belum makan.
Kalam Hikmah Beliau
Beliau memiliki banyak kalam hikmah yang dinukilkan dalam berbagai kitab. Di antaranya adalah tentang keutamaan takwa:
لَا زَادَ أَفْضَلُ مِنَ التَّقْوَى، وَلَا شَيْءَ أَحْسَنُ مِنَ الصَّمْتِ، وَلَا عَدُوَّ أَضَرُّ مِنَ الْجَهْلِ، وَلَا دَاءَ أَدْوَى مِنَ الْكَذِبِ
Tiada bekal yang lebih utama dari ketakwaan. Tiada sesuatu yang lebih baik dari diam. Tiada musuh yang lebih berbahaya dari kebodohan. Tiada penyakit yang lebih parah dari kedustaan.
Di antara kalam beliau terkait anjuran berhusnudzon kepada sesama muslim:
إِذَا سَمِعْتُمْ مِنْ مُسْلِمٍ كَلِمَةً، فَاحْمِلُوهَا عَلَى أَحْسَنِ مَا تَجِدُونَ، حَتَّى إِذَا لَمْ تَجِدُوا لَهَا مَحْمَلًا ، فَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ
Jika kalian mendengar satu perkataan dari seorang muslim, maka arahkanlah kepada makna paling baik yang dapat kalian temukan. Jika kalian tidak bisa mengarahkan kepada makna yang baik, maka celalah diri kalian sendiri.
Dalam kesempatan lain, beliau berkata :
إِذَا بَلَغَكَ عَنْ أَخِيكَ مَا تَكْرَهُ، فَاطْلُبْ لَهُ مِنْ عُذْرٍ وَاحِدٍ إِلَى سَبْعِينَ عُذْرًا، فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَقُلْ : لَعَلَّ لَهُ عُذْرًا لَا أَعْرِفُهُ.
Jika engkau mendengar tentang saudaramu apa yang tidak engkau sukai, maka carilah alasan untuk membenarkannya sampai tujuh puluh alasan. Jika engkau tidak menemukan maka katakanlah, “Mungkin ia memiliki alasan yang tidak aku ketahui.”
Di antara kalam beliau terkait harapan atas ampunan Allah dan keharusan segera bertaubat:
تَأْخِيرُ التَّوْبَةِ اغْتِرَارٌ وَطُولُ تَسْوِيفِهِ حَيْرَةٌ
Menunda bertaubat adalah bentuk ketertipuan, sedangkan lamanya menunda-nunda adalah bentuk kebingungan.
Beliau juga berkata:
إِذَا أَذْنَبْتَ اسْتَغْفِرْ، فَإِنَّمَا هِيَ خَطَايَا مُطَوَّقَةٌ فِي أَعْنَاقِ رِجَالٍ قَبْلَ أَنْ يُخْلَقُوا، وَأَنَّ الْهَلَاكَ كُلَّ الْهَلَاكِ الْإِصْرَارُ عَلَيْهَا
Jika engkau berbuat dosa, maka segeralah beristigfar. Itu tidak lain adalah kesalahan-kesalahan yang telah ditakdirkan di leher manusia sebelum mereka diciptakan. Tetapi sungguh yang membuat binasa tidak lain adalah larut dalam dosa (tanpa bertaubat).
Di antara kalam beliau tentang keutamaan dzikir:
مَنِ اسْتَبْطَأَ رِزْقَهُ، فَلْيُكْثِرْ مِنَ الِاسْتِغْفَارِ؛ وَمَنْ أَعْجَبَ بِشَيْءٍ مِنْ أَحْوَالِهِ، وَأَرَادَ بَقَاءَهُ، فَلْيَقُلْ مَا شَاءَ اللهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ.
Siapa yang merasa rizkinya datang terlambat maka perbanyaklah istigfar. Siapa yang merasa takjub dengan sebagian keadaan dirinya dan ingin agar keadaan itu selalu ada bersamanya, maka hendaknya ia membaca: “Ma Syaallah La Quwwata Illa Billah”(Apa yang Allah kehendaki, tiada kekuatan kecuali dengan Allah).
Di antara kalam hikmah beliau tentang dunia:
أَوْحَى اللهُ تَعَالَى إِلَى الدُّنْيَا أَنِ اخْدُمِي مَنْ خَدَمَنِي، وَأَتْعِبِي مَنْ خَدَمَكَ.
Allah mewahyukan kepada dunia, “Layanilah orang yang berkhidmat pada-Ku. Dan payahkanlah orang yang berkhidmat untukmu.”
Di antara kalam beliau mengenai hubungan antara ulama dan penguasa:
اَلْفُقَهَاءُ أُمَنَاءُ الرُّسُلِ مَا لَمْ يَأْتُوا أَبْوَابَ السَّلَاطِينِ
Para ahli fiqih merupakan pengemban amanat para rasul selama mereka tidak mendatangi pintu para penguasa (tanpa ada keperluan mendesak).
Beliau berkata tentang adab seorang yang terhormat:
أَرْبَعٌ لَا يَنْبَغِي لِشَرِيفٍ أَنْ يَأْنَفَ مِنْهَا ؛ قِيَامُهُ مِنْ مَجْلِسِهِ لأبيه، وَخِدْمَتُهُ لِضَيْفِهِ، وَقِيَامُهُ عَلَى دَابَّتِهِ، وَخِدْمَتُهُ لِمَنْ يَتَعَلَّمُ مِنْهُ.
Empat hal yang tidak semestinya bagi orang terhormat untuk enggan melakukannya: bangkit berdiri dari duduknya untuk menyambut ayahnya, melayani tamunya, mengurus hewan tunggangannya sendiri, serta berkhidmat kepada guru yang belajar darinya.
Di kalam beliau mengenai cara menyempurnakan kebaikan:
لَايَتِمُّ الْمَعْرُوفُ إِلَّا بِثَلَاثٍ؛ تَصْغِيرِهِ، وَسَتْرِهِ، وَتَعْجِيلِهِ، وَذَلِكَ أَنَّكَ إِذَا صَغَّرْتَهُ عَظُمَ ؛ وَإِذَا سَتَرْتَهُ أَتْمَمْتَهُ ؛ وَإِذَا عَجَّلْتَهُ هنئْتَهُ .
Tidak menjadi sempurna kebaikan yang engkau lakukan kecuali dengan tiga hal : menganggap kebaikanmu itu kecil, menutupinya, dan menyegerakannya. Sebab jika engkau anggap kebaikanmu kecil maka ia menjadi besar, jika engkau menutupinya maka engkau telah menyempurnakannya, dan jika engkau menyegerakannya maka engkau telah membuatnya senang.
Di antara kalam Imam Jakfar As-Shadiq yang mengumpulkan banyak hikmah adalah:
الصَّلَاةُ قُرْبَانُ كُلِّ تَقِيٍّ
Shalat adalah bentuk mendekatkan diri (kepada Allah) bagi setiap insan yang bertakwa.
وَالْحَجُّ جِهَادُ كُلِّ ضَعِيفٍ
Haji adalah jihad bagi setiap insan yang lemah (tidak mampu berjihad)
وَزَكَاةُ الْبَدَنِ الصِّيَامُ
Menzakati badan dilakukan dengan berpuasa.
وَالدَّاعِي بِلَا عَمَلٍ كَالرَّامِي بِلَا وَتَرٍ
Doa tanpa usaha bagaikan melempar panah tanpa senar panah.
وَاسْتَنْزِلُوا الرِّزْقَ بِالصَّدَقَةِ
Undanglah rizkimu dengan cara bersedekah.
وَحَصِّنُوا أَمْوَالَكُمْ بِالزَّكَاةِ
Bentengilah hartamu dengan berzakat.
وَمَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ
Tidak akan melarat orang yang hidup sederhana.
وَالتَّدْبِيرُ نِصْفُ الْعَيْشِ
Mengatur (kedisiplinan) adalah separuh dari penghasilan hidup.
وَالتَّوَدُّدُ نِصْفُ الْعَقْلِ
Menarik simpati adalah separuh dari kecerdasan akal.
وَقِلَّةُ الْعِيَالِ أَحَدُ الْيَسَارَيْنِ
Sedikitnya orang yang dinafkahi adalah salah satu dari dua bentuk kekayaan.
وَمَنْ أَحْزَنَ وَالِدَيْهِ فَقَدْ عَقَّهُمَا
Siapa yang membuat sedih kedua orang-tuanya maka ia telah mendurhakai keduanya.
وَمَنْ ضَرَبَ يَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ عِنْدَ مُصِيبَتِهِ فَقَدْ حَبِطَ أَجْرُهُ
Siapa yang menepukkan tangannya ke paha (karena tidak rela) saat tertimpa musibah maka pahalanya (kesabaran atas musibahnya) telah gugur.
وَالصَّنِيعَةُ لَا تَكُونَنَّ صَنِيعَةً إِلَّا عِنْدَ ذِي حَسَبٍ وَدِينٍ
Kebaikan tidak dinilai sebagai kebaikan kecuali jika dilakukan kepada orang yang memiliki kemuliaan dan beragama.
وَاللهُ تَعَالَى مُنْزِلُ الصَّبْرِ عَلَى قَدْرِ الْمُصِيبَةِ، وَمُنْزِلُ الرِّزْقِ عَلَى قَدْرِ الْمَؤُونَةِ
Allah menurunkan kesabaran sesuai dengan kadar musibah, dan menurunkan rizki sesuai dengan kadar keperluan.
وَمَنْ قَدَّرَ مَعِيشَتَهُ رَزَقَهُ اللهُ تَعَالَى، وَمَنْ بَذَّرَ مَعِيشَتَهُ حَرَّمَهُ اللهُ تَعَالَى
Siapa yang mengatur penghidupannya maka Allah akan memberinya rizki. Dan siapa yang menghamburkan penghidupannya maka Allah akan menghalanginya (dari rizki).
Imam Jakfar As-Shadiq berbicara mengenai cara menyikapi ucapan buruk tentang kita:
إِذَا بَلَغَكَ عَنْ أَخِيكَ مَا يَسُوءُكَ ، فَلَا تَغْتَمَّ ، فَإِنَّهُ إِنْ كَانَ كَمَا يَقُولُ كَانَتْ عُقُوبَةً عُجِّلْتَ ، وَإِنْ كَانَ عَلَى غَيْرِ مَا يَقُولُ كَانَتْ حَسَنَةً لَمْ تَعْمَلْهَا، قَالَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ : يَا رَبِّ أَسْأَلُكَ أَلَّا يَذْكُرَنِي أَحَدٌ إِلَّا بِخَيْرٍ قَالَ : مَا فَعَلْتُ ذَلِكَ بِنَفْسِي
Jika sampai kepadamu kabar bahwa saudaramu mengatakan hal yang buruk yang tidak engkau sukai maka janganlah engkau bersusah hati. Jika ucapan itu benar adanya, maka itu adalah hukuman bagimu yang disegerakan. Jika ucapan itu tidak benar, maka itu adalah kebaikan yang kau dapatkan tanpa perlu beramal. Nabi Musa Alaihissalam pernah berdoa, “Wahai Tuhanku, aku memohon agar tidak ada seorangpun yang menyebutku kecuali dengan hal yang baik.” Maka Allah berfirman, “Aku tidak lakukan itu bahkan untuk-Ku sendiri.”
Wasiat Imam Jakfar As-Shadiq kepada putranya Imam Musa Al-Kadzim
Di antara wasiat Imam Jakfar As-Shadiq kepada putranya Musa Al-Kadzim:
يَا بُنَيَّ اقْبَلْ وَصِيَّتِي، وَاحْفَظْ مَقَالَتِي، فَإِنَّكَ إِنْ حَفِظْتَهَا تَعِشْ سَعِيدًا وَتَمُتْ حَمِيدًا
Wahai putraku, terimalah nasihatku dan jagalah ucapanku. Sungguh jika engkau menjaganya, maka engkau akan hidup berbahagia dan wafat dengan terpuji.
يَا بُنَيَّ مَنْ قَنِعَ بِمَا قَسَّمَ اللهُ لَهُ اسْتَغْنَى
Wahai putraku, siapa yang merasa cukup dengan pembagian Allah baginya makai ia akan menjadi kaya.
وَمَنْ مَدَّ عَيْنَهُ إِلَى مَا فِي يَدِ غَيْرِهِ مَاتَ فَقِيرًا
Siapa yang melayangkan pandangannya kepada harta yang ada di tangan orang lain maka ia akan mati dalam keadaan faqir.
وَمَنْ لَمْ يَرْضَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَهُ اتَّهَمَ اللهُ فِي قَضَائِهِ
Siapa yang tidak rela dengan rizki yang Allah bagikan baginya maka ia telah menuduh Allah tidak adil dalam ketentuan-Nya.
وَمَنِ اسْتَصْغَرَ زَلَّةَ نَفْسِهِ اسْتَعْظَمَ زَلَّةَ غَيْرِهِ
Siapa yang menganggap kecil kesalahannya, maka ia akan menganggap besar kesalahan orang lain.
وَمَنِ اسْتَصْغَرَ زَلَّةَ غَيْرِهِ اسْتَعْظَمَ زَلَّهَ نَفْسِهِ
Siapa yang menganggap kecil kesalahan orang lain, maka ia akan menganggap besar kesalahan dirinya.
يَا بُنَيَّّ ! مَنْ كَشَفَ حِجَابَ غَيْرِهِ انْكَشَفَتْ عَوْرَاتُ بَيْتِهِ
Wahai putraku, siapa yang menyingkap hijab (aib) orang lain maka aib-aib keluarganya akan tersingkap.
وَمَنْ سَلَّ سَيْفَ الْبَغْيِ قُتِلَ بِهِ
Siapa yang menghunuskan pedang untuk memberontak, maka ia akan terbunuh dengan pedang itu.
وَمَنِ احْتَفَرَ لِأَخِيهِ بِئْرًا وَقَعَ فِيهَا
Siapa yang menggali sumur untuk mencelakakan saudaranya, ia sendiri yang akan jatuh ke dalamnya.
وَمَنْ دَاخَلَ السُّفَهَاءَ حُقِّرَ
Siapa yang bergaul dengan orang-orang bodoh ia akan direndahkan.
وَمَنْ خَالَطَ الْعُلَمَاءَ وُقِّرَ
Siapa yang bergaul dengan para ulama maka ia akan dimuliakan.
وَمَنْ دَخَلَ مَدَاخِلَ السُّوءِ اتُّهِمَ
Siapa yang memasuki tempat-tempat yang buruk, maka ia akan dicurigai.
يَا بُنَيَّ إِيَّاكَ أَنْ تُزْرِيَ بِالرِّجَالِ فَيُزْرَى بِكَ
Wahai putraku, jangan engkau merendahkan para tokoh terpandang maka engkau akan direndahkan.
وَإِيَّاكَ وَالدُّخُولَ فِيمَا لَا يَعْنِيكَ فَتَذِلَّ لِذَلِكَ
Jangan engkau campuri apa yang bukan urusanmu, agar engkau tidak menjadi hina karenanya.
يَا بُنَيَّ قُلِ الْحَقَّ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ تُسْتَشَانُ بَيْنِ أَقْرَانِكَ
Wahai putraku, katakan kebenaran, baik itu menguntungkanmu atau merugikanmu maka engkau akan dipandang agung di antara kawan-kawanmu.
يَا بُنَيَّ كُنْ لِكِتَابِ اللهِ تَالِيًا، وَلِلسَّلَامِ فَاشِيًا، بِالْمَعْرُوفِ آمِرًا، وَعَنِ الْمُنْكَرِ نَاهِيًا، وَلِمَنْ قَطَعَكَ وَاصِلًا، وَلِمَنْ سَكَتَ عَنْكَ مُبْتَدِئًا، وَلِمَنْ سَأَلَكَ مُعْطِيًا
Wahai putraku! Jadilah engkau sosok selalu membaca Kitabullah, menebarkan salam, mengajak berbuat baik, melarang kemunkaran, menjalin hubungan dengan orang yang memutus hubungan denganmu, memulai pembicaraan kepada orang yang mendiamkanmu, dan memberi kepada orang yang meminta kepadamu.
وَإِيَّاكَ وَالنَّمِيمَةَ، فَإِنَّهَا تَزْرَعُ الشَّحْنَاءَ فِي قُلُوبِ الرِّجَالِ، وَإِيَّاكَ وَالتَّعَرُّضَ لِعُيُوبِ النَّاسِ .
Jauhilah adu domba! Itu dapat menanamkan kedengkian di hati para tokoh terpandang. Jauhilah mengungkit aib-aib manusia.
يَا بُنَيَّ ! إِذَا زُرْتَ فَزُرِ الْأَخْيَارَ، وَلَا تَزُرِ الْفُجَّارَ
Wahi putraku, jika engkau ingin mengunjungi seseorang kunjungilah orang-orang yang baik, jangan mengunjungi orang-orang yang jahat.
Perbincangan dengan Imam Sufyan Ats-Tsauri
Dalam kitab Hilyatul Auliya disebutkan perbincangan penuh hikmah antara Imam Sufyan Ats-Tsauri dengan Imam Jakfar As-Shadiq.
Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata kepada Imam Jakfar As-Shadiq:
لَا أَقُومُ حَتَّى تُحَدِّثَنِي
Aku tidak akan beranjak pergi (dari sisimu) sebelum engkau menyampaikan sesuatu (nasihat) untukku.
Maka Imam Jakfar As-Shadiq menjawab:
أَنَا أُحَدِّثُكَ، وَمَا كَثْرَةُ الْحَدِيثِ لَكَ بِخَيْرٍ يَا سُفْيَانُ إِذَا أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْكَ بِنِعْمَةٍ , فَأَحْبَبْتَ بَقَاءَهَا وَدَوَامَهَا، فَأَكْثِرْ مِنَ الْحَمْدِ وَالشُّكْرِ عَلَيْهَا، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فِي كِتَابِهِ
Aku akan menyampaikan ucapan (nasihat ringkas) untukmu, sebab banyak bicara tidaklah baik bagimu.
Wahai Sufyan, jika Allah memberikan suatu nikmat bagimu, dan engkau ingin agar nikmat itu selalu ada dan tetap bersamamu, maka perbanyaklah memuji-Nya dan bersyukur atas nikmat itu. Karena Allah ﷻ telah berfirman dalam kitab-Nya:
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. (QS Ibrahim: 7)
وَإِذَا اسْتَبْطَأْتَ الرِّزْقَ فَأَكْثِرْ مِنَ الِاسْتِغْفَارِ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ فِي كِتَابِهِ
Jika engkau menganggap lambat datangnya rizkimu maka perbanyaklah istigfar, karena Allah ta’ala berfirman dalam kitab-Nya:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا
Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS Nuh: 10-12)
يَا سُفْيَانُ إِذَا حَزَبَكَ أَمْرٌ مِنْ سُلْطَانٍ أَوْ غَيْرِهِ فَأَكْثِرْ مِنْ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ؛ فَإِنَّهَا مِفْتَاحُ الْفَرَجِ، وَكَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ،
Hai Sufyan, jika engkau tertimpa suatu urusan sulit, baik dari penguasa atau selainnya maka perbanyaklah membaca, “La Haula Wala Quwwata Illa Billah.” Sebab itu adalah kunci kelapangan dan satu simpanan dari simpanan-simpanan surga.
Mendengar ini Imam Imam Sufyan membuat tiga simpul dengan tangannya dan berkata:
ثَلَاثٌ وَأَيُّ ثَلَاثٍ
Tiga (nasihat) dan betapa sempurnanya tiga nasihat ini.
Imam Jakfar As-Shadiq pun mengatakan:
عَقِلَهَا وَاللهِ أَبُو عَبْدِ اللهِ، وَلَيَنْفَعَنَّهُ اللهُ بِهَا
Demi Allah, Abu Abdullah (Imam Sufyan) telah memahaminya, dan pasti Allah akan memberikannya manfaat dengan nasihat-nasihat itu.
Imam Sufyan Ats-Tsauri juga pernah melihat Imam Jakfar As-Shadiq memakai pakaian yang sangat mewah. Maka Imam Sufyan pun memandangnya dengan heran. Imam Jakfar Ash-Shadiq bertanya padanya:
“Wahai Tsauri, mengapa engkau memandangku seperti itu? Apakah engkau heran dengan pakaian yang kau lihat ini?”
Imam Sufyan menjawab, “Wahai putra Rasulullah, ini bukan pakaianmu dan bukan pula pakaian para leluhurmu.”
Imam Jakfar pun pun menyingkap bagian dalam pakaiannya, ternyata di dalamnya beliau memakai pakaian wol yang kasar. Beliau pun berkata:
يَا ثَوْرِيُّ لَبِسْنَا هَذَا لِلَّهِ، وَهَذَا لَكُمْ، فَمَا كَانَ لِلَّهِ أَخْفَيْنَاهُ، وَمَا كَانَ لَكُمْ أَبْدَيْنَاهُ
Wahai Tsauri, aku memakai pakaian (kasar) ini untuk Allah, sedangkan pakaian (mewah) ini untuk kalian. Aku sembunyikan apa yang aku peruntukkan untuk Allah, dan aku tampakkan apa yang aku gunakan untuk kalian.
Dialog Imam Jakfar As-Shadiq Bersama Imam Abu Hanifah
Dalam kitab Siyar A’lam Nubala diriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah pernah berkata:
“Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih pakar dalam ilmu Fiqih melebihi Jakfar bin Muhammad (Imam Jakfar As-Shadiq).”
Saat Khalifah Al-Mansur mendatangkan Imam Jakfar ke daerah Hairah, khalifah mengirim utusan pada Imam Abu Hanifah membawa pesan.
“Hai Abu Hanifah, banyak orang terpesona dengan Jakfar bin Muhammad, maka siapkanlah beberapa masalah yang rumit (untuk ditanyakan padanya).”
Imam Abu Hanifah pun menyusun empat puluh masalah rumit, kemudian menghadap kepada khalifah. Saat itu, Imam Jakfar As-Shadiq duduk di sebelah khalifah. Imam Abu Hanifah merasakan kewibawaan Imam Jakfar melebihi kewibawaan khalifah. Khalifah pun bertanya kepada Imam Jakfar,
“Hai Abu Abdullah (Imam Jakfar), apakah kau mengenalnya?”
“Ya, ini adalah Abu Hanifah.” Beliau melanjutkan, “Ia pernah datang kepadaku.”
Kemudian khalifah berkata kepada Imam Abu Hanifah, “Wahai Abu Hanifah, silahkan ajukan pertanyaan-pertanyaanmu, mari kita tanyakan kepada Abu Abdullah.”
Maka Imam Abu Hanifah mulai menanyakan pertanyaan yang telah disiapkan satu per satu. Setiap kali satu pertanyaan diajukan, Imam Jakfar menjawab,
“Pendapat kalian dalam masalah ini adalah demikian, pendapat Ulama Madinah adalah demikian, sedangkan menurut kami adalah demikian.”
Terkadang pendapat Imam Jakfar sesuai dengan pendapat Imam Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan ulama Madinah, terkadang tidak sesuai dengan keduanya. Demikian seterusnya sampai tuntas empat puluh masalah itu ditanyakan.
Imam Abu Hanifah berkata: “Bukankan kami sudah sebutkan bahwa orang yang paling berilmu adalah yang paling mengetahui perselisihan ulama.”
Doa
Di antara doa yang pernah dipanjatkan oleh Imam Jakfar As-Shadiq adalah:
اللهُمَّ أَعِزَّنِي بِطَاعَتِكَ، وَلَا تُخْزِنِي بِمَعْصِيَتِكَ، اللهُمَّ ارْزُقْنِي مُوَاسَاةَ مَنْ قَتَرْتَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ بِمَا وَسَّعْتَ عَلَيَّ فَضْلَكَ
Ya Allah, muliakan aku dengan ketaatan pada-Mu. Jangan hinakan aku dengan kemaksiatan pada-Mu. Berilah aku anugerah untuk dapat membantu orang yang Engkau sempitkan rizkinya, dengan keutamaan yang Engkau luaskan bagiku.
Imam Sufyan At-Tsauri mengatakan kepada Imam Jakfar As-Shadiq, “Aku hendak menuju Baitullah, ajarkan aku doa untuk aku panjatkan di sana.”
Imam Jakfar As-Shadiq mengatakan, “Jika engkau telah sampai Baitullah Haram maka letakkan tanganmu ke dinding, lalu katakanlah:
يَا سَابِقَ الْفَوْتِ، يَا سَامِعَ الصَّوْتِ، وَيَا كَاسِيَ الْعِظَامِ لَحْمًا بَعْدَ الْمَوْتِ،
Wahai yang mendahului ketiadaan, wahai yang mendengar suara, wahai yang menyelimutu tulang dengan daging setelah kematian.
Lalu berdoalah dengan apa saja yang kau kehendaki.
Wahai Sufyan, jika datang padamu apa yang engkau sukai maka perbanyaklah mengucapkan, “Alhamdulillah.” Jika datang padamu apa yang tidak engkau sukai maka perbanyaklah membaca, “La Haula Wala Quwwata Illa Billah.” Dan jika engkau merasa rizkimu datang terlambat maka perbanyaklah istigfar.”
Dalam kitab Siyar A’lam Nubala disebutkan sebuah riwayat dari Ar-Rabi’ bahwa Khalifah Mansur pernah berkata padanya,
“Sungguh Jakfar bin Muhammad telah mengingkari kekuasannku, Semoga Allah membinasakanku jika aku tidak membunuhnya.”
Lantas Khalifah memintanya mengundang Imam Jakfar, Imam Jakfar pun pergi bersuci, memakai pakaiannya, dan pergi bersamanya. Saat itu Rabi meminta izin khalifah untuk menghadap Bersama Imam Jakfar, Khalifah pun berkata,
Masukkan dia! Semoga Allah membinasakanku jika aku tidak membunuhnya!”
Tetapi saat Imam Jakfar menghadap, khalifah justru berdiri menyambutnya seraya berkata:
مَرْحَبًا بِالنَّقِيِّ السَّاحَةِ ، الْبَرِيءِ مِنَ الدَّغلِ وَالْخِيَانَةِ ، أَخِي وَابْنِ عَمِّي
Selamat datang wahai yang bersih hatinya, yang terbebas dari tipu daya dan sifat khianat, saudaraku dan putra pamanku
Khalifah mempersilahkannya duduk bersamanya di dipannya, berhadapan dengannya dan menanyakan keadaannya, lantas bertanya:
“Mintalah padaku apa yang engkau perlukan.”
Imam Jakfar berkata, “Pemberian untuk Orang Makkah dan Madinah telah terlambat, berilah perintah untuk memberikan hak mereka.”
“Baik, aku akan lakukan.” Kata Khalifah seraya berkata kepada pelayaannya, “Wahai pelayan, ambilkan hadiah.”
Pelayan datang membawa hadiah tempat minyak wangi dari kaca yang didalamya terdapat wewangian ghaliyah. Khalifah melipat hadiah iti dengan tangannya sendiri. Lalu Imam Jakfar pun pulang.
Ar-Rabi, yang merasa heran dengan kejadian ini mengikuti Imam Jakfar dan bertanya padanya, “Wahai putra Rasulullah, saat aku membawamu (kepada khalifah), tidak ada keraguan padaku bahwa ia akan membunuhmu. Akan tetapi yang terjadi adalah seperti yang engkau lihat. Tadi aku lihat engkau menggerakan bibirmu mengucapkan sesuatu ketika hendak menemui khalifah, apakah yang engkau ucapkan?”
Imam Jakfar mengatakan, “Aku mengucapkan:
اَللهم احْرُسْنِي بِعَيْنِكَ الَّّتِي لَا تَنَامُ، وَاكْنُفْنِي بِرُكْنِكَ الَّذِي لَا يُرَامُ، وَاحْفَظْنِي بِقُدْرَتِكَ عَلَيَّ، وَلَا تُهْلِكْنِي وَأَنْتَ رَجَائِي .
رَبِّ كَمْ مِنْ نِعْمَةٍ أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ قَلَّ لَكَ عِنْدَهَا شُكْرِيْ، وَكَمْ مِنْ بَلِيَّةٍ ابْتَلَيْتَنِي بِهَا قَلَّ لَهَا عِنْدَكَ صَبْرٍي؟ ! فَيَا مَنْ قَلَّ عِنْدَ نِعْمَتِهِ شُكْرِي فَلَمْ يَحْرُمْنِي ، وَيَا مَنْ قَلَّ عِنْدَ بَلِيَّتِهِ صَبْرِي فَلَمْ يَخْذُلْنِي، وَيَا مَنْ رَآنيِ عَلَى الْمَعَاصِي فَلَمْ يَفْضَحْنِي، وَيَا ذَا النِّعَمِ الَّتِي لَا تُحْصَى أَبَدًا ، وَيَا ذَا الْمَعْرُوفِ الَّذِي لَا يَنْقَطِعُ أَبَدًا، أَعِنِّي عَلَى دِينِي بِدُنْيَا ، وَعَلَى آخِرَتِي بِتَقْوَى، وَاحْفَظْنِي فِيمَا غِبْتُ عَنْهُ وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي فِيمَا خَطَرْتُ.
يَا مَنْ لَا تَضُرُّهُ الذُّنُوبُ، وَلَا تَنْقُصُهُ الْمَغْفِرَةُ، اِغْفِرْ لِي مَا لَا يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِي مَا لَا يَنْقُصُكَ.
يَا وَهَّابُ أَسْأَلُكَ فَرَجًا قَرِيبًا، وَصَبْرًا جَمِيلًا، وَالْعَافِيَةَ مِنْ جَمِيعِ الْبَلَايَا، وَشُكْرَ الْعَافِيَةِ
Ya Allah, jagalah aku dengan pandangan-Mu yang tak pernah tidur. Liputi aku dengan penjagaan-Mu yang tak pernah dapat dituju. Jagalah aku dengan kuasa-Mu atasku. Jangan Engkau binasakan aku. Engkaulah satu-satunya harapanku.
Ya Tuhanku, betapa banyak kenikmatan yang Engkau anugerahkan padaku, namun sedikit syukurku atasnya. Betapa banyak cobaan yang Engkau timpakan padaku, namun sedikit kesabaranku dalam menghadapinya. Maka Wahai Tuhan yang sedikit syukurku atas nikmat-Nya namun tetap tidak menghalangiku (dari kenikmatan). Wahai Tuhan yang sedikit kesabaranku dalam menghadapi cobaan-Nya, janganlah Engkau menghinakan aku.Wahai Tuhanku yang melihatku saat aku bermaksiat pada-Mu, janganlah Engkau membuka aibku. Wahai yang memiliki berbagai kenikmatan yang tidak akan dapat dihitung sepanjang masa, Wahai yang memiliki kebaikan yang tidak pernah putus selamanya, Bantulah agamaku dengan kekayaan dunia. Bantulah akhiratku dengan ketakwaan. Jagalah aku atas apa yang aku tinggalkan, jangan serahkan urusanku kepada diriku sendiri dalam apa yang aku pikirkan.
Wahai yang dosa-dosa tidak berpengaruh pada-Nya dan ampunan tidak mengurangi (kebesaran)-Nya. Ampunilah apa yang tidak berpengaruh pada-Mu (yakni dosa), dan berilah aku apa yang tidak akan mengurangi ketinggian-Mu (yakni maghfirah). Wahai Yang Maha Pemberi, aku memohon padamu kelapangan yang segera, kesabaran yang indah, keselamatan dari semua cobaan, dan rasa syukur atas keselamatan.
Akidah
Imam Jakfar As-Shadiq sangat anti kepada akidah yang mengajarkan mencela para sahabat, terutama sahabat Abu Bakar dan Umar. Seorang pernah berkata padanya:
إِنَّ لِي جَارًا يَزْعُمُ أَنَّكَ تَبْرَأُ مِنْ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ
Tetanggaku berkata bahwa engkau berlepas diri dari Abubakar dan Umar.
Maka Beliau menjawab,
بَرِئَ اللهُ مِنْ جَارِكَ. وَاللهِ إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ يَنْفَعَنِي اللهُ بِقَرَابَتِي مِنْ أَبِي بَكْرٍ
Semoga Allah berlepas dari tetanggamu. Demi Allah, sungguh aku berharap Allah memberikan manfaat padaku karena hubungan kekerabatanku dengan Abubakar.
Imam Jakfar juga berkata mengenai keluarga Sahabat Abubakar:
كَانَ آلُ أَبِي بَكْرٍ يُدْعَوْنَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- آلَ رَسُولِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم-
Keluarga Abubakar dahulu di masa Rasulullah ﷺ dipanggil dengan sebutan keluarga Rasulullah ﷺ.
Ketika Salim bin Hafshah bertanya mengenai Abubakar dan Umar, maka Imam Jakfar berkata:
يَا سَالِمُ، أَيَسُبُّ الرَّجُلُ جَدَّهُ ؟ أَبُو بَكْرٍ جَدِّي ، لَا نَالَتْنِي شَفَاعَةُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَتَوَلَّاهُمَا ، وَأَبْرَأُ مِنْ عَدُوِّهِمَا
Hai Salim, apakah mungkin seorang mencaci kakeknya sendiri? Abubakar adalah kakekku. Semoga aku tidak mendapatkan syafaat Muhammad ﷺ di Hari Kiamat jika aku tidak mendukung keduanya dan berlepas diri dari musuh keduanya.
Imam Jakfar As-Shadiq juga berkata:
مَا أَرْجُو مِنْ شَفَاعَةِ عَلِيٍّ شَيْئًا إِلَّا وَأَنَا أَرْجُو مِنْ شَفَاعَةِ أَبِي بَكْرٍ مِثْلَهُ. لَقَدْ وَلَدَنِي مَرَّتَيْنِ
Tidaklah aku berharap mendapatkan syafaat Ali (bin Abi Thalib) kecuali aku berharap pula syafaat Abubakar. Ia telah melahirkan aku dua kali.
Imam Jakfar berpesan kepada rombongan Abdul Jabbar bin Al-Abbas Al-Hamdani dari Kufah saat mereka hendak meninggalkan Kota Madinah untuk kembali ke Kufah:
إِنَّكُمْ إِنْ شَاءَ اللهُ مِنْ صَالِحِي أَهْلِ مِصْرِكُمْ ، فَأَبْلِغُوهُمْ عَنِّي : مَنْ زَعَمَ أَنِّي إِمَامٌ مَعْصُومٌ مُفْتَرَضُ الطَّاعَةِ، فَأَنَا مِنْهُ بَرِيءٌ ، وَمَنْ زَعَمَ أَنِّي أَبْرَأُ مِنْ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ، فَأَنَا مِنْهُ بَرِيءٌ
Dengan izin Allah semoga kalian termasuk orang-orang saleh negeri kalian. Sampaikan kepada mereka bahwa siapa saja yang menyangka aku adalah Imam yang Maksum (bebas dari dosa) yang wajib ditaati, maka sungguh aku berlepas diri darinya. Dan siapa yang menyangka aku berlepas diri dari Abubakar dan Umar maka sungguh aku berlepas diri dari orang itu.
Imam Jakfar As-Shadiq pernah ditanya mengenai pendapatnya tentang Sahabat Abubakar dan Umar, maka beliau menjawab:
إِنَّكَ تَسْأَلُنِي عَنْ رَجُلَيْنِ قَدْ أَكَلَا مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ
Engkau bertanya padaku mengenai dua orang yang telah menikmati buah-buahan surga.
Demikian sekilas biografi Imam Jakfar As-Shadiq, semoga kita mendapatkan keberkahan beliau baik di dunia maupun akhirat. Aamiin ya robbal alamiin. RA(*)
*Sumber: Syarah ‘Ainiyah, Tarajim Mukhtasharah, Hilyatul Auliya, dan Siyar A’lam Nubala