Posted on 04 December 2025
Beliau adalah sosok yang bersinar, seorang alim yang terkenal keilmuannya : Al-Habib Husain bin Muhammad bin Thahir Al-Haddad.
Beliau merupakan adik kandung dari al-Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir al-Haddad Bogor; dilahirkan di Qaidun pada tahun 1302 H, dan dibesarkan oleh kakeknya, al-Habib Thahir bin Umar. Mendapatkan pandangan sempurna dari ayahandanya, dan dididik, dibina akhlaknya, dan ditempa keilmuannya oleh kakaknya, al-Habib Alwi. Dan beliau sangat mengagungkan serta menghormati kakaknya tersebut.
Beliau melakukan perjalanan ke Jawa pada tahun 1329 H, mula-mula tinggal di daerah Tuban, kemudian berpindah ke daerah Jombang dan menetap di sana.
Al-Habib Husain sangat menghormati kakaknya (yakni Habib Alwi) sehingga menyebutnya sebagai ayah, mata serta pendengarannya. Apabila berada di hadapan kakaknya, beliau tidak pernah bersandar sekalipun pada dinding. Beliau tidak berbicara dalam majelis kecuali bila ditanya atau diperintah untuk berbicara. Padahal beliau adalah seorang yang fasih tutur katanya, manis ucapannya, serta sangat memahami keadaan zaman dan manusia di dalamnya. Dan bila beliau berpamitan keluar dari sisi saudaranya itu, beliau tidak membelakanginya untuk menjaga adab.
Ketika kemudian beliau menetap di daerah Jombang di Jawa Timur, beliau senantiasa mengunjungi al-Habib Alwi di kota Bogor. Bahkan beliau dapat bermulazamah pada kakaknya selama dua bulan, tiga bulan, bahkan terkadang hingga enam bulan. Beliau tidak pernah meminta izin untuk kembali ke Jombang sampai kakaknya sendiri memerintahkannya untuk pulang. Demikianlah keadaan dan adab beliau terhadap kakaknya.
Beliau memiliki hubungan yang dekat dengan para gurunya, salah seorang gurunya Al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar, apabila melihat beliau membaca firman Allah Ta‘ala:
وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah.” (QS Al-Hajj: 34)
Beliau kemudian mengutip bait seorang ulama salaf yang berkata:
حسينُ الزَّيْنِ وأمّا المُسَمّى في العَرَبِ جِــمْ
"Husain adalah keindahan, adapun namanya di kalangan bangsa Arab adalah banyak."
Beliau wafat di Jombang pada tanggal 22 Jumada al-Ula tahun 1374 H, dan dimakamkan di samping ayahnya di Tegal. Semoga Allah melimpahkan rahmat para abrar kepada mereka seluruhnya.
Pengalaman Al-Habib Segaf bin Muhammad Al-Hadi bersama Beliau
Dalam kitab An-Nurul Hadi dinukilkan pengalaman berharga Al-Habib Segaf bin Muhammad Al-Hadi tentang beliau:
“Pada tanggal 25 Rabi‘uts Tsani 1360 H aku menaiki kereta menuju (Jombang), bersama saudaraku al-Akh Abdul Qadir bin Alwi al-Jufri, untuk menziarahi para tokoh yang berada di sana. Kami singgah di rumah saudara kami Abdul Qadir tersebut, karena ia tinggal di sana. Kemudian aku pergi menziarahi al-Ḥabib an-Nawir tokoh yang termasyhur, al-Allamah Husain bin Muhammad bin Thahir Al-Haddad. Setelah majelis kami tenang, beliau bertanya kepadaku perihal kedatanganku serta tentang kakaknya Sayyid Alwi, beliau lalu menyerahkan kepadaku kumpulan Wasiat al-Habib Hasan bin Shalih al-Baḥr, dan memerintahkanku untuk membaca sebagian darinya. Maka aku pun membacakannya di hadapan beliau.
Beliau (al-Habib Husain) kemudian berbicara pada saat pembacaan itu dengan ungkapan-ungkapan yang berharga dari kalam al-qawm (ucapan para arifin), lalu memanjakan pendengaran dengan muzakarah-muzakarah agung dan nasihat-nasihat yang bermanfaat, yang menunjukkan bahwa beliau adalah termasuk golongan pemilik ilmu-ilmu yang benar-benar bermanfaat, serta pemilik keadaan-keadaan ruhani yang agung dan sempurna.
Segala puji bagi Allah, melalui perjumpaan dengan imam besar ini, kami memperoleh ketersambungan rohani yang sempurna, serta penerimaan dan pengambilan ilmu, baik secara khusus maupun umum, darinya, dan kami mencium keharuman berkah dari embusan nafasnya yang suci serta hempasan keadaan ruhani beliau yang mulia.
Meski beliau termasuk para tokoh unggul dan terkemuka, namun beliau sedikit bicara dalam majelis, dan enggan menonjolkan diri dalam kegiatan membaca (mengajar) di madrasah, karena lebih memilih sikap tawadhu’ dan tidak ingin terlihat (mencari nama). Semoga Allah menjadikannya bermanfaat.
Aku juga pernah bertemu beliau dan memandangnya pada peringatan haul ayahnya yang diadakan oleh saudaranya, Sayidi Alwi, di Tegal pada tahun 1359 H.”
Pada suatu majelis mulia lainnya, beliau bertanya kepadaku:
“Apakah engkau tahu wahai Muhammad, mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kecintaan-Nya (untuk hamba) melalui amalan-amalan sunnah (nafilah) sebagaimana dalam hadits yang masyhur:
لَا يَزَالُ العَبْدُ يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّىٰ أُحِبَّهُ
“Seorang hamba terus mendekat kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya.” (HR. Al-Bukhari)
Padahal amalan fardhu lebih utama daripada amalan sunnah?”
Maka aku (Habib Muhammad) berkata kepadanya: “Berilah kami faedah, Sayidi.”
Lalu beliau menjawab:
“Karena amalan sunnah itu murni didorong rasa harap dan mengharap pahala dari Allah. Adapun amalan fardhu, seorang manusia bisa saja mengerjakannya karena takut dari hukuman bila meninggalkannya.”
Demikian sedikit Gambaran bagi sosok Al-Habib Husain bin Muhammad bin Thahir Al-Haddad. Semoga kita semua mendapatkan keberkahan beliau dan dapat meniru akhlak serta ibadah beliau. Aamiin ya robbal alamiin. RA(*)