Posted on 01 March 2025
Sunah dan adab berbuka puasa ada banyak, di antaranya adalah:
1. Berbuka Dengan Yang Jelas Halalnya
Habib Abdullah Al-Haddad dalam kitab Nashaih menyebutan:
“Demikian pula hendaknya ia menjaga perut dari mengkonsumsi yang haram atau yang syubhat (yang belum jelas halalnya). Terlebih ketika berbuka puasa, hendaknya ia sangat sungguh-sunggung untuk tidak berbuka puasa kecuali dengan yang halal. Sebagian salaf berkata, ‘Jika engkau berpuasa, perhatikan makanan yang engkau jadikan berbuka dan di tempat siapa engkau berpuasa.’ Ini adalah isyarat untuk memilih-milih dan berhati-hati atas makanan yang ia jadikan untuk berbuka.”
2.
Segera Berbuka Ketika Telah Yakin Masuk Waktu
Maghrib
Jika telah yakin masuk waktu Maghrib. Usahakan menjadi orang pertama yang berbuka puasa sehingga mendapatkan cinta Allah ﷻ. Dalam Hadits Qudsi, Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ أَحَبَّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
Sungguh hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah yang paling segera berbuka. (HR Turmudzi)
Nabi ﷺ juga menganjurkan untuk segera berbuka dalam haditsnya:
لا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka puasa. (HR Bukhari dan Muslim)
Tetapi jika masih ragu, haram untuk berbuka. Ia wajib menunggu sampai yakin masuk waktu Maghrib. Berbuka puasa dalam keadaan ragu terntang waktu maghrib membatalkan puasa sehingga ia wajib mengqodhoinya.
3.
Tidak Menunda Berbuka
Terdapat larangan untuk mengakhirkan berbuka puasa. Nabi ﷺ bersabda:
لَا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ
Umatku senantiasa ada di atas sunahku selama tidak menunggu bintang dalam berbuka. (HR Ibnu Khuzaimah)
Hadits ini merupakan sanggahan bagi sebagian kelompok yang tidak mau berbuka sebelum gelap dan melihat bintang. Hadits ini juga merupakan mukjizat Nabi ﷺ, sebab beliau mengabarkan bahwa akan ada dari umatnya yang terlalu menunda berbuka puasa hingga melihat bintang, dan itu terjadi. Mengakhirkan berbuka puasa hukumnya adalah makruh.
4.
Berbuka Sebelum Shalat Maghrib
Sunah berbuka puasa sebelum Shalat Maghrib. Tidak dianjurkan mendahulukan Shalat Maghrib sebelum berbuka puasa. Yang dianjurkan adalah berbuka puasa terlebih dahulu dengan beberapa butir kurma misalnya, kemudian baru melakukan shalat Maghrib.
Akan tetapi, jangan sampai berlama-lama dalam berbuka puasa sehingga membuatnya terlalu mengakhirkan Shalat Maghrib sebagaimana banyak terjadi ketika buka bersama. Bahkan bisa menjadi haram apabila ia terlalu lama berbuka sampai mengakhirkan Shalat Maghrib dari waktunya.
Di dalam hadits-hadits disebutkan bahwa sebelum Shalat Magrib, Rasulullah ﷺ berbuka dengan sedikit makanan. Sahabat Anas radhiyallahu anhu menuturkan:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَتَمَرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ تَمَرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Rasulullah ﷺ berbuka dengan beberapa butir kurma ruthab sebelum Shalat (Maghrib). Jika tidak ada kurma Ruthab, maka beberapa kurma biasa. Jika tidak ada maka beliau meneguk beberap ategukan air. (HR Ahmad)
Dalam hadits lain, sahabat Anas radhiyallahu anhu menuturkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يُصَلِّي الْمَغْرِبَ حَتَّى يُفْطِرَ ، وَلَوْ كَانَ شَرْبَةً مِنْ مَاءٍ
Sesungguhnya Nabi ﷺ tidak melakukan shalat Maghrib sampai beliau berbuka puasa terlebih dahulu, walau dengan seteguk air. (HR Ibnu Khuzaimah)
5. Berbuka dengan Kurma
Yang paling utama hendaknya ia berbuka dengan kurma Ruthab (kurma muda), jika tidak ada maka kurma Busr (kurma lebih muda dari Ruthab), jika tidak ada maka Kurma Tamr (kurma masak biasa), jika tidak ada maka dengan air zamzam, jika tidak ada maka dengan air putih, jika tidak ada maka dengan sesuatu alami yang rasanya manis, jika tidak ada maka apa saja yang rasanya manis. Demikian tertib keutamaan berbuka puasa. Dalam sebuah hadits, Sahabat Anas radhiyallahu anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَتَمَرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ تَمَرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Rasulullah ﷺ berbuka dengan beberapa butir kurma ruthab sebelum Shalat (Maghrib). Jika tidak ada kurma Ruthab, maka beberapa kurma biasa. Jika tidak ada maka beliau meneguk beberap ategukan air. (HR Ahmad)
Hikmah disunahkannya berbuka denga kurma adalah sebagai bentuk mengikuti sunah Nabi ﷺ dan juga karena dalam kurma terdapat nutrisi yang dapat mengembalikan kekuatan pandangan yang menjadi lemah karena berpuasa.
6. Memakan Kurma Dengan Bilangan Ganjil
Ketika memakan kurma untuk berbuka, maka sunah memakannya dalam jumlah yang ganjil seperti satu, tiga, lima, tujuh, sembilan atau bilangan ganjil lainnya.
7. Meminum Dengan Tiga Tegukan
Di antara adab minum adalah hendaknya ia minum dengan tiga kali nafas. Meminum dengan satu kali tegukan sekaligus dapat menyebabkan sakit hati, terlebih jika air itu dingin di daerah beriklim panas, khususnya bagi yang berpuasa. (Fawaid Syathiriyah)
8. Banyak Berdoa Ketika berbuka
Di antara kesunahan saat berbuka puasa adalah memperbanyak berdoa. Ibadah paling utama ketika berbuka adalah berdoa, bukan membaca Al-Quran atau Dzikir lain. Sebab waktu berbuka merupakan waktu dikabulkanya doa. Nabi ﷺ bersabda:
لِلصَّائِمِ عِنْدَ إِفْطَارِهِ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ
Bagi yang berpuasa ketika berbukanya terdapat doa yang mustajab. (HR Abu Dawud Thayalisi, dan Baihaqi)
Sahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu apabila tiba waktu berbuk puasa, beliau memanggil keluarga dan anak-anaknya dan berdoa.
Berdoalah apa saja yang diinginkan dari urusan dunia maupun akhirat. Akan tetapi lebih utama untuk memperbanyak doa untuk urusan akhirat seperti meminta ampunan. diselamatkan dari rasa haus pada Hari Kiamat, diselamatkan dari desak-desakan pada Hari Kiamat, husnul khatimah, dimudahkan sakaratul maut, selamat dari neraka dan masuk ke dalam surga, atau doa-doa ukhrawi lain. Jangan hanya berdoa untuk urusan dunia saja, minimal seimbang antara keduanya.
9. Di antara Doa ketika berbuka
Doa yang paling utama adalah yang datang dari Nabi ﷺ. Apabila Nabi ﷺ berbuka puasa, Beliau ﷺ berdoa:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
Ya Allah, bagi-Mu aku berpuasa dan dengan rizki dari-Mu aku berbuka
Boleh menambahkan:
وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيكَ تَوَكَّلْتُ فَاغْفِرْ لِي
Kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu pula aku bertawakal. Maka ampunilah aku.
Dianjurkan menambahkan doa Nabi ﷺ ketika berbuka:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Dahaga telah sirna, urat-urat telah basah, dan pahala puasa telah ditetapkan dengan izin Allah
Di antara doa berbuka puasa yang diajarkan Nabi ﷺ juga adalah:
يَا عَظِيمُ، َيَا عَظِيمُ، أَنْتَ إِلٰهِي لَا إِلٰهَ غَيْرُك، اِغْفِرْ لِي الذَّنْبَ الْعَظِيم، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذَّنْبَ الْعَظِيمَ إِلَّا الْعَظِيم
Wahai Yang Maha Agung.. Wahai Yang Maha Agung. Engkaulah Tuhanku, tiada tuhan selain Engkau. Ampunilah bagiku dosa yang agung, sebab tiada yang mengampuni dosa yang agung kecuali Yang Maha Agung.
Diriwayarkan dalam hadits Ibnu Asakir siapa yang membaca doa ini ketika berbuka, maka dosanya diampuni seperti hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya.
Hendaknya doa-doa ini dibaca semuanya ketika berbuka. Jika ia berbuka bersama, hendaknya doa itu dibaca dengan suara serentak bersama untuk menambah semangat, dan mengingatkan yang lupa.
Dalam kitab Busyral Karim disebutkan doa berbuka puasa itu dibaca setelah ada sesuatu yang dikonsumsi.
10. Berbuka menghadap kiblat
Karena ada anjuran untuk berdoa, maka sebisa mungkin ia berbuka puasa dengan menghadap kiblat, sebab termasuk adab berdoa adalah menghadap kiblat.
11. Memberi
Makanan Untuk Berbuka Untuk Orang Lain
Termasuk sunah adalah bersemangat untuk menyediakan makanan berbuka untuk orang lain walau hanya dengan sebutir kurma, seteguk air atau lainnya, yang sempurna tentunya adalah memberi makanan yang mengenyangkan mereka. Sebab Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Siapa yang memberi makanan berbuka bagi yang berpuasa maka ia mendapatkan semisal pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya. (HR Turmudzi)
Walau hanya kepada satu orang saja. Jika bisa memberi lebih banyak seperi dengan megadakan penjamuan makan untuk banyak orang, atau membeli kurma yang banyak untuk dibagikan kepada orang-orang, maka itu lebih besar pahalanya.
Di antara kalam Al-Habib Alwi bin Syihab radhiyallahu anhu, “Dahulu keluaga kami sangat bersemangat untuk memberi makan kepada orang untuk berbuka puasa.”
Di antara kalam Al-Habib Ibrahim bin Umar bin Agil bin Yahya radhiyallahu anhu, “Jika ada dua orang yang sama sama berpuasa hendak mendapatkan pahala memberi makanan berbuka untuk mendapatkan pahalanya, maka hendaknya masing-masing dari keduanya memberikan makanan berbukanya kepada yang lain.”
12. Hendaknya Hatinya Selalu Harap-Harap Cemas Atas Diterimanya Puasanya
Sayidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menangis ketika berbuka puasa. Ketika beliau ditanya, “Mengapa Anda menangis?”
Beliau menjawab, “Aku tidak tahu apakah aku termasuk yang diterima puasanya, yang didekatkan kepada Allah ataukan yang diusir dari sisi Allah.” (Fawaid Syathiriyah)
13. Tidak Makan Berlebihan Ketika Berbuka
Hendaknya berbuka puasa dengan sekedarnya, tidak berlebihan karena itu bertentangan dengan hikmah puasa dan dapat membuatnya berat untuk beribadah. Imam Hasan Bashri mengatakan, “Jika seorang yang banyak makan dan minum, maka ia seperti tidak melakukan puasa. Ia hanya mendahulukan makan paginya sebelum Fajar dan mengakhirkan makan siangnya setelah maghrib.” (Fawaid Syathiriyah).
14. Makna Dua Kebahagiaan Ketika Berbuka
Dalam suatu hadits, Nabi ﷺ bersabda:
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ
Bagi orang yang berpuasa terdapat dua kebahagiaan. Kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhannya. (HR Bukhari-Muslim)
Dalam kalam Al-Habib Alwi bin Syihab radhiyallahu anhu berkata bahwa Al-Habib Idrus pernah ditanya mengenai sabda Nabi ﷺ tersebut, maka beliau berkata: “Kebahagiaan ketika ia berbuka karena ia telah melewati harinya itu dalam keadaan berpuasa tanpa melakukan hal yang membatalkan puasa atau yang merusak puasa. Dan kebahagiaan kedua berada di Akhirat.” RA(*)
Referensi: Bughyatul Thalib Manhum, Fawaid Rahmaniyah, dll