Posted on 19 November 2025
Imam al-Ghazali berkata dalam Bidayatu al-Hidayah:
وَأَمَّا البَطْنُ فَاحْفَظْهَا عَنْ تَنَاوُلِ الحَرَامِ وَالشَّبْهَةِ، وَاحْرِصْ عَلَى طَلَبِ الحَلَالِ، فَإِذَا وَجَدْتَهُ فَاحْرِصْ عَلَى مَا دُونَ الشَّبَعِ، فَإِنَّ الشَّبَعَ يُقَسِّي القَلْبَ وَيُفْسِدُ الذَّهْنَ وَيُبْطِلُ الحِفْظَ وَيُثَقِّلُ الْأَعْضَاءَ عَنِ العِبَادَةِ وَالعِلْمِ، وَيُقَوِّي الشَّهَوَاتِ.
Adapun perut, maka jagalah dari makan yang haram maupun syubhat. Bersungguh-sungguhlah mencari yang halal. Bila engkau mendapatkannya, maka usahakan makan di bawah kadar kenyang. Sebab kenyang itu mengeraskan hati, merusak pikiran, melemahkan hafalan, memberatkan anggota tubuh dari beribadah dan menuntut ilmu, serta menguatkan syahwat.
Tidak Berlebihan
Di samping apa yang telah disampaikan Imam al-Ghazali, perlu pula diingat bahaya memenuhi perut secara berlebihan; karena hal itu menjadi sumber berbagai penyakit dan kelemahan fisik. Dalam hikmah terkenal yang dinisbatkan kepada dokter Arab, al-Harits bin Kaladah:
اَلْمَعِدَةُ بَيْتُ الدَّاءِ
Perut adalah rumah segala penyakit.
Dan dalam hadis Nabi ﷺ disebutkan:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ، فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Tidaklah seorang manusia memenuhi wadah yang lebih buruk daripada memenuhi perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang menegakkan tulang punggungnya. Namun bila harus makan lebih (dari itu), maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk napasnya. (HR Abu Dawud, Turmudzi, Nasai dan Al-Hakim, dan dishahihkan oleh beliau)
Al-‘Allamah Ibnu Rajab al-Hanbali berkata dalam Jami‘ al-‘Ulum wa al-Ḥikam bahwa hadis tersebut adalah kaidah agung yang merangkum seluruh prinsip ilmu kedokteran. Diriwayatkan pula bahwa ketika Ibnu Masawaih membaca hadis ini dalam kitab Abu Khaytsamah, ia berkomentar:
“Seandainya manusia mengamalkan kata-kata ini, niscaya mereka selamat dari penyakit dan gangguan tubuh. Rumah sakit akan kosong, dan toko-toko obat akan tutup.”
Ia mengatakan demikian karena akar segala penyakit adalah kekenyangan. Wallahu a‘lam.
Jauhi Yang Haram Dan Syubhat Kecuali Dalam Keadaan Darurat
Adapun pondasi keselamatan perut dan syahwatnya ialah menjauhi makanan haram dan syubhat dalam segala bentuknya, kecuali bila dalam keadaan darurat, tanpa ada pengganti lain, serta memenuhi seluruh syarat-syarat darurat yang telah ditetapkan syariat.
Imam al-Ghazali berkata dalam Bidayatu al-Hidayah:
وَلَيْسَ عَلَيْكَ أَنْ تَتَيَقَّنَ بَاطِنَ الأُمُورِ، بَلْ عَلَيْكَ أَنْ تَحْتَرِزَ مِمَّا تَعْلَمُ أَنَّهُ حَرَامٌ، أَوْ تَظُنُّ أَنَّهُ حَرَامٌ ظَنًّا
Engkau tidak dituntut untuk memastikan hal-hal yang tersembunyi. Tetapi engkau wajib berhati-hati dari apa yang engkau ketahui haram, atau engkau duga kuat keharamannya.
Untuk mewujudkan itu semua, Islam mengajarkan agar tidak berlebih-lebihan dalam makanan dan minuman, sekalipun dari perkara halal, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Maka hendaklah setiap penuntut ilmu—baik laki-laki maupun perempuan—serta setiap murid, berhati-hati dalam melepaskan syahwat perut. Berhati-hatilah dalam menkonsumsi semua jenis makanan dan minuman yang dijual di pasar, dengan ragam bentuk dan olahannya. Terlebih lagi terhadap makanan yang diragukan kehalalannya, kebersihannya, atau terbukti memberi dampak buruk bagi tubuh.
Termasuk di antaranya:
Dan demikian pula segala sesuatu yang sejenis dengan itu.RA(*)
*Sumber: Mabadi As-Suluk, karya Al-Habib Abubakar Adni bin ‘Ali Al-Masyhur