Posted on 01 November 2025
Indra penciuman adalah karunia luhur dari Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Alatnya adalah hidung, organ yang Allah ﷻ khususkan untuk mengenali berbagai aroma—baik yang harum maupun yang busuk—agar manusia dapat membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya dari berbagai hal yang dihirupnya: seperti aroma makanan, tumbuhan, bunga, hembusan udara, dan segala bau-bauan halus lainnya.
Hidung, sebagaimana mata dan telinga, adalah amanah ilahiah. Ia bukan hanya alat biologis, tetapi juga sarana moral dan spiritual yang wajib dijaga. Seorang muslim dan muslimah tidak boleh menggunakan indra penciuman untuk sesuatu yang haram, makruh, atau syubhat (meragukan).
Penggunaan Yang Tercela
Termasuk dalam kategori yang tercela adalah mencium atau menghirup sesuatu yang haram, seperti narkotika, zat memabukkan, atau alkohol yang dihirup untuk mendapatkan sensasi mabuk atau kehilangan kesadaran. Semua itu termasuk bentuk penyimpangan dari amanah Allah atas indra yang suci ini.
Adab Islam
Sementara itu, adab Islam dalam hal mencium aroma sangat halus dan
beretika tinggi.
Seorang muslim diajarkan untuk menyembunyikan reaksinya terhadap bau yang tidak
sedap,baik bau tersebut berasal dari seseorang yang hadir, orang yang sedang
berdiri, atau seseorang yang keluar dari tempat buang hajat.
Hal yang sama berlaku bila seorang pria mencium aroma wewangian seorang wanita yang lewat di dekatnya, semuanya menuntut adab dan penjagaan hati.
Islam juga menegaskan bahwa wanita dilarang keluar rumah dengan memakai parfum yang baunya tercium oleh laki-laki ajnabi, sebab hal itu dapat menimbulkan fitnah dan menodai kesucian niat. Rasulullah ﷺ bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Siapa saja di antara wanita yang mengenakan wewangian, lalu melewati suatu kaum agar mereka mencium aromanya, maka ia telah melakukan perbuatan zina (yakni zina maknawi). (HR. Aḥmad, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibn Majah)
Diriwayatkan pula dari Zainab ats-Tsaqafiyyah radhiyallahu anha, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"Apabila salah seorang di antara kalian (para wanita) keluar menuju masjid, maka janganlah ia mendekati wewangian (parfum)." (HR. an-Nasa’i)
Dan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Siapa saja di antara wanita yang memakai dupa (wewangian yang dibakar hingga berasap), maka janganlah ia menghadiri salat Isya bersama kami." (HR. Muslim)
Dan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu pula, bahwa ada seorang wanita melewatinya dengan semerbak aroma wangi yang kuat. Maka beliau berkata:
“Wahai hamba Allah Yang Maha Perkasa (wahai perempuan hamba Tuhan Yang Mahakuat), engkau hendak pergi ke masjid?”
Ia menjawab: “Ya.”
Abu Hurairah berkata: “Apakah engkau memakai wewangian?”
Ia menjawab: “Ya.”
Maka Abu Hurairah berkata: “Kembalilah, lalu mandilah, karena aku
mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda: ‘Tidaklah seorang wanita keluar menuju masjid dalam keadaan
semerbak aromanya tercium, melainkan Allah tidak menerima salatnya sampai ia
kembali ke rumahnya dan mandi.’”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibn Majah)
Kaitan Dengan Medis
Salah satu ajaran luhur Islam adalah berlalu dengan cepat ketika melintasi tempat-tempat yang mengeluarkan bau tidak sedap—seperti tumpukan sampah, bangkai hewan, atau lokasi-lokasi kotor lainnya. Dianjurkan pula menutup hidung dengan kain, selendang, atau saputangan, agar partikel-partikel halus dan kuman penyebab bau tidak menyelinap ke dalam saluran pernapasan.
Islam tidak hanya menjaga kebersihan jiwa, tetapi juga kesehatan fisik dan keindahan rasa hidup, sebab keduanya saling berhubungan dalam membentuk kesempurnaan insan.
Karenanya, tidak mengapa bahkan dianjurkan menggunakan pelindung hidung atau masker bila diperlukan—seperti ketika seseorang mengalami alergi, atau saat terjadi penyebaran gas, polutan, atau zat beracun di udara. Dalam situasi seperti ini, penggunaan alat pelindung bahkan berubah dari kebolehan menjadi kewajiban, bila meninggalkannya berpotensi menimbulkan bahaya bagi jiwa atau kesehatan seseorang.
Hal ini sangat relevan dalam konteks kehidupan modern: misalnya saat menumpang pesawat terbang, di mana kadar oksigen dapat menurun karena ketinggian yang ekstrem atau kerusakan sistem tekanan udara. Dalam kondisi demikian, memakai pelindung pernapasan bukan hanya tindakan medis, melainkan juga bentuk ketaatan syar‘i, sebab Islam memerintahkan penjagaan terhadap diri. Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195).RA(*)
*Sumber: Mabadi Suluk karya Habib Abubakar Adni bin Ali Al-Masyhur