Batasan Dalam Menggunakan Indra Penglihatan

Posted on 01 November 2025



Penglihatan adalah anugerah agung dari Allah kepada manusia. Alatnya adalah mata, dan fungsi utamanya ialah melihat. Namun, mata bukanlah sekadar organ biologis; melainkan adalah Amanah, titipan. Seorang mukmin wajib menempatkan pandangannya pada tempat yang layak, ia tidak boleh memanfaatkannya kecuali untuk hal-hal yang dihalalkan oleh syariat.

Macam-Macam Melihat:

Adapun sarana-sarana pandangan mencakup: menatap tajam, melirik lama, atau memandang dengan keinginan, baik terhadap hal yang wajib, sunnah, mubah, makruh, maupun haram.

Semua bentuk pandangan ini dapat menjadi pintu masuk tajassus (memata-matai) orang, yang dilarang.

 Allah Ta‘ala berfirman tentang beban tanggung jawab setiap indera :

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati—semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban. (QS Al-Isra’: 36)

Dan firman-Nya lagi:

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada.” (QS. Ghafir: 19)

Islam menegaskan agar kita menundukkan pandangan, tidak melampauinya kecuali untuk keperluan yang benar dan dibenarkan. Allah Ta‘ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

“Katakanlah kepada orang-orang mukmin agar mereka menundukkan pandangan mereka.” (QS. An-Nur: 30)

Dan firman-Nya pula:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ

“Dan katakanlah kepada para perempuan mukmin agar mereka menundukkan pandangan mereka.” (QS. An-Nur: 31)

Menundukkan pandangan adalah salah satu adab luhur dalam Islam, yang mencakup sikap menjaga diri dari memandang dan meneliti sesuatu yang tidak diperlukan, tidak berkaitan, dan tidak bermanfaat bagi seseorang. Larangan ini berlaku dalam segala konteks—baik yang berkaitan dengan syahwat dan naluri, maupun yang berkaitan dengan godaan dunia modern: berupa gemerlap pasar dan pameran, hingga parade visual di media massa dan jejaring sosial, berupa gambar, kisah, film, serial emosional, bahkan animasi yang menggugah perasaan.

Maka, menjaga pandangan bukan hanya adab lama yang hidup di masa klasik, tetapi prinsip abadi yang kini menemukan urgensinya di tengah derasnya arus visualisasi global. Islam tidak memusuhi pandangan, tetapi menyucikannya dari penyalahgunaan, agar mata kembali menjadi jendela makrifat, bukan sarana untuk kelalaian. RA(*)

*Sumber: Mabadi Suluk karya Habib Abubakar Adni bin Ali Al-Masyhur