Bidah Menurut Ahlusunnah

Posted on 30 October 2024



Bidah adalah sesuatu yang tidak terdapat di zaman Rasulullah Para ulama telah membagi bidah menjadi dua yaitu Bidah Hasanah (baik) dan Bidah Qabihah (buruk). Bidah hasanah adalah yang disampaikan oleh para imam yang mendapatkan petunjuk, dan sesuai dengan kandungan Al-Kitab dan Sunah dari segi mendatangkan manfaat dan maslahat.

Contoh Bidah Hasanah adalah : Memerangi orang yang tidak mau mengeluarkan zakat (Di Zaman Sayidina Abubakar), penghimpunan Al-Quran dalam Mushaf (di zaman Sayidina Utsman), mengumpulkan orang untuk melakukan Shalat Tarawih (di zaman Sayidina Umar), pengadaan adzan pertama di Hari Jumat (di zaman Sayidina Utsman), pemberian titik dan harokat serta pembagian juz dalam Al-Quran, pendirian lembaga pendidikan Islam dan Madrasah, dan segala kebaikan yang tidak dikenal di zaman Nabi . Semua itu adalah Bidah Hasanah yang diberi pahala orang yang melakukannya dengan dalil sabda Nabi :

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Siapa yang membuat tradisi yang baik dalam Islam, kemudian diamalkan setelahnya maka dicatat baginya semisal pahala orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan siapa yang membuat tradisi buruk dalam Islam, kemudian diamalkan setelahnya, maka dicatat baginya semisal dosa orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HR Muslim)

Sedangkan bidah yang tercela yang diwanti-wanti oleh Rasulullah adalah semua bidah yang menyelisihi nash Al-Kitab atau As-Sunah atau kesepakatan ulama. Seperti aliran-aliran sesat, akidah-akidah yang menyimpang dari Ahlusunnal Wal Jamaah, dan lainnya. Dalil tercelanya bidah yang sesat adalah sabda Nabi :

وَكُلُّ ‌مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ‌وَكُلُّ ‌بِدْعَةٌ ضَلَالَةٌ

Semua hal baru adalah bidah dan semua bidah adalah sesat. (HR Ibnu Majah)

Yang dimaksud dengan hal baru dalam hadits tersebut adalah bidah tercela yang tidak diridhoi oleh Allah dan Rasulnya, ini berdasarkan penjelasan dalam hadits Nabi :

وَمَنْ ‌ابْتَدَعَ ‌بِدْعَةَ ‌ضَلَالَةٍ لَا تُرْضِي اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا

Siapa yang membuat bidah yang sesat yang tidak diridhoi oleh Allah dan rasul-Nya maka ia mendapatkan semisal dosa orang-orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi dosa orang-orang itu sedikitpun. (HR Turmudzi dan Ibnu Majah)

Ini menunjukkan bahwa yang dilarang adalah bidah yang sesat, bukan bidah hasanah. Nabi juga bersabda:

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Siapa yang membuat hal baru dari urusan kami ini apa yang bukan termasuk di dalamnya, maka ia tertolak. (HR Bukhari dan Muslim)

Ini menunjukkan bahwa yang dilarang adalah hal baru yang bukan termasuk dalam agama dengan makna tidak sejalan dengan Al-Quran dan Sunnah. Adapun yang sejalan dengan Al-Quran dan Sunnah maka itu tidak dilarang.

Semua bidah sesat

Dalam hadits shahih, Nabi bersabda

عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين، عضَّوا عليها بالنواجذ وإيَّاكم ومحدثات الأمور فكل محدثة بدعة

Hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunahku dan sunah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah dengan geraham, dan berhati hatilah dari segala hal baru, semua hal baru adalah bidah. (HR Abu Daud dan Turmudzi)

Dan dalam riwayat lain terdapat tambahan:

وكل ضلالة في النار

Semua yang sesat berada di neraka

Para ulama mengatakan hadits tersebut adalah hadits yang secara teksual bermakna semua, akan tetapi secara konteksual bermakna khusus. Yang dimaksud bukan semua bidah, akan tetapi bidah yang tercela, yaitu yang tidak memiliki dasar dari syariat. Adapun bidah yang memiliki dasar dari syariat, maka bidah demikian itu terpuji sebab tergolong kepada bidah hasanah, termasuk sunah para khulafaur rasyidin, dan petunjuk dari para imam yang mendapatkan petunjuk.

Adanya dalil umum yang dikhususkan bisa terjadi jika terdapat dalil-dalil yang menunjukkannya. Seperti sabda Nabi :

كل بدعة ضلالة

Semua bidah  adalah sesat.

Dalam hadits ini disebutkan semua, tetap yang dimaksud sebagian. Dalil yang mengkhususkannya sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi adalah hadits di atas:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Siapa yang membuat tradisi yang baik dalam Islam, kemudian diamalkan setelahnya maka dicatat baginya semisal pahala orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan siapa yang membuat tradisi buruk dalam Islam, kemudian diamalkan setelahnya, maka dicatat baginya semisal dosa orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HR Muslim)

Dan hadits-hadits lainnya.  Demikian pula dengan Firman :

تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوْا لاَ يُرَى إِلاَّ مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِى الْقَوْمَ الْمُجْرِمِيْنَ.

 “(Angin) yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa”. (QS Al Ahqaf : 25).

Dalam ayat itu dikatakan semuua, namun yang dimaksud hanya yang bisa dihancurkan saja, tidak semuanya.

Dalam Al Quran surat Al Kahfi juga disebutkan:

أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا

”Ada pun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusak bahtera itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang  merampas tiap-tiap bahtera.“ (QS Al Kahfi : 79)

Meski menggunakan kata كُلُّ (semua), yang dimaksud dengan perahu dalam ayat ini bukan semua perahu melainkan perahu yang baik saja. Oleh karena itulah maka Nabi Khidir membuat aib dalam perahu agar tidak dirampas oleh raja.

Ini semua menunjukkan bahwa kadang kala kata  كُلُّ (semua) di dalam nash hadits atau Al-Quran dikhususkan apabila terdapat dalil yang mengkhususkannya. Demikian pula kata kullu dalam hadits tentang bidah. RA(*)

*Diterjemahkan dari kitab Ajwibah Ghaliyah dengan beberapa penyesuaian