Empat Belas Adab Bersama Allah ﷻ

Posted on 28 October 2025



Imam Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menghimpun adab-adab mulia seorang muslim dalam setiap keadaan. Di antara yang beliau sampaikan adalah empat belas adab yang harus dijaga dalam hubungan bersama Allah . Empat belas adab itu adalah:

1. Menundukkan Kepala dan Menjaga Pandangan.

إطراق الرأس وغضّ الطرف

Merendahkan kepala dan menahan pandangan.

Yakni menundukan kepala dan menahan padangan dari hal yang tidak patut, sebagai tanda kerendahan hati dan pengghormatan di hadapan keagungan-Nya.

2. Menghimpun Tekad dan Niat

جمع الهمّ

Memusatkan perhatian (hanya kepada Allah )

Yaitu memusatkan hati kepada Allah, tidak berpaling pada selain-Nya, serta menggantungkan seluruh urusan kepada-Nya semata. Tidak membiarkan hati terpencar oleh urusan dunia.

3. Senantiasa Diam dari Hal yang Tidak Bermanfaat

دوام الصمت عمّا لا يفيد

Senantiasa diam dari hal yang tidak bermanfaat

Yakni menahan diri agar tidak mengatakan perkataan sia-sia, sebab Rasulullah bersabda:

عليك بِطُولِ الصمت فإنه مَطْرَدَةً للشيطان

Hendaknya engkau banyak diam,  sebab itu dapat mengusir setan. (HR Baihaqi dan Ibnu Hibban)

4. Anggota Tubuh Yang Tenang Serta Hati Yang Hadir

سكون الجوارح عن الملاغاة

Menenangkan anggota-anggota tubuh dari perbuatan sia-sia

Anggota tubuh yang tenang saat akan menghadirkan kekhusyuan, ketundukan, dan kehadiran batin bersama Allah .  Suatu hati Nabi melihat orang yang sedang shalat sambil memegang janggutnya, maka Nabi bersabda:

‌لو ‌خشع قلب هذا خشعت جوارحه

Seandainya hatinya khusyuk, pasti seluruh anggota tubuhnya pun akan khusyu (tenang). (HR Al-Hakiim)

5. Bersegera Melaksanakan Perintah Allah

مبادرة الأمر

Bersegera menjalankan perintah Allah.

Segera menjalankan perintah Allah , baik yang wajib maupun yang sunnah tanpa menunda.

6. Menjauhi Segala Larangan-Nya

اجتناب النهي

Menghindari larangan-Nya

Tinggalkan larangan Allah , baik yang haram maupun yang makruh.

7. Tidak Memprotes Takdir Allah

قلة الاعتراض على القدر

Tidak menentang Takdir

Rasulullah bersabda:

اعبد الله بالرضا، فإن لم تستطع ففي الصبر على ما تكره خيرٌ كثير

Sembahlah Allah dengan hati yang ridha (senang). Jika belum mampu, sabar atas apa yang tidak engkau suka memiliki kebaikan yang banyak.

Dalam hadits qudsi, Allah berfirman:

أنا الله لا إله إلا أنا فمن لم يصبر على بلائي ولم يشكر لنغمائي ولم يَرْضَ بقضائي فليطلب ربا سوائي

Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku. Barangsiapa tidak sabar atas ujian-Ku, tidak bersyukur atas nikmat-Ku, dan tidak ridha terhadap ketetapan-Ku, hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku. (HR Thabrani dan Ibnu Hibban)

Abi Ali Ad-Daqqaq menyatakan:

ليس الرضا أن لا يُحس بالبلاء إنما الرضا أن لا يعترض على الحكم والقضاء

Ridha itu bukan artinya tidak merasakan pedihnya ujian, tetapi ridha ialah tidak menentang hukum dan ketentuan Allah.

Diriwayatkan dari Syaikh Afifuddin az-Zahid bahwa beliau berada di Mesir, lalu sampai kepadanya berita tentang peristiwa yang terjadi di Baghdad, yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh bangsa Tatar (bangsa Mongol) terhadap penduduknya. Maka beliau merasa sangat tidak setuju dan berkata:

'Ya Rabb, bagaimana bisa terjadi hal seperti ini, padahal di antara mereka ada anak-anak kecil dan orang-orang yang tidak berdosa?'

Lalu beliau melihat dalam mimpi seorang lelaki yang di tangannya suatu tulisan yang berisi dua bait syair:

دعِ الاعتراضَ فما الأمرُ لكْ  *** ولا الحُكمُ في حركاتِ الفَلَكْ

ولا تسألِ اللهَ عن فعلِهِ *** فمَن خاضَ لُجَّتَهُ قدْ هَلَكْ

Tinggalkanlah memprotes (ketentuan Allah), sebab urusan ini bukan urusanmu. Engkau bukan pengatur peredaran bintang di langit.

Jangan bertanya mengapa Allah berbuat demikian, karena siapa yang terlalu dalam menyelami samudra kehendak-Nya, maka ia pasti tenggelam.

8. Selalu berzikir Terus-Menerus

دوام الذكر باللسان والقلب

Selalu berdzikir dengan lidah dan hati.

9. Melazimi Tafakkur

ملازمة الفكر في نعم الله وجلاله

Melazimi tafakur atas kenikmatan-kenikmatan Allah serta keagungan-Nya

10. Mendahulukan Kebenaran atas kebatilan

إيثار الحق على الباطل

Mengutamakan Al-Haq (Allah ) di atas segala kebatilan.

Yakni mendahulukan Allah Ta‘ala dalam segala urusan dan kembali kepada-Nya atas  makhluk dan segala sesuatu selain-Nya.

11. Memutus Harapan dari Makhluk

الإياس عن الخلق

Memutus harapan dari makhluk.

Yakni tidak menggantungkan harapan kepada manusia baik saat bermukim atau saat berada dalam perjalanan, sebab mereka tak dapat memberi manfaat atau mudarat tanpa izin-Nya.

12. Merendahkan Diri di Hadapan Keagungan-Nya

الخضوع تحت الهيبة مع الله

Tunduk di hadapan keagungan-Nya saat bersama Allah

13. Merasa kehinaan diri karena Rasa Malu kepada Allah

الانكسار تحت الحياء من الله

Sedih merasakan kehinaan diri karena malu kepada Allah

Yakni malu kepada Allah karena ketidak sempurnaan dalam beribadah.

14. Tenang dalam urusan Rezeki dan Tawakal Penuh kepada Allah

السكون عن حيل الكسب ثقةً بالضمان  والتوكل

Diam (tenang, tidak gelisah) dari berbagai upaya mencari mata mencaharian karena yakin sepenuhnya atas jaminan Allah, dan bertawakkal.

Allah telah menjamin rizki setiap orang, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Tidak ada satu makhluk pun di bumi melainkan Allah telah menjamin rezekinya.(QS. Hud: 6)

Tawakkal adalah menyandarkan segala urusan kepada Allah , disertai dengan meyakini akan baiknya pilihan-Nya, karena Allah adalah Tuhan yang mengatur segala urusan hamba-Nya.

Seluruh adab-adab ini sudah semestinya menjadi syiar setiap hamba yang selalu diperhatikan dalam setiap waktu, siang atau malam. Sebab inilah adab-adab bersama Allah yang tidak pernah lepas mengawasi hamba-Nya dengan ilmu dan taufiqnya di segala waktu. Semua makhluk tidak dapat terlepas dari-Nya walaupun hanya sesaat. Allah berfirman:

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ

Dan Dia bersama kalian di mana pun kalian berada. (QS. Al-Hadid: 4). RA(*)

Sumber: Maraqil Ubudiyah Syarah Bidayatul Hidayah