Posted on 31 October 2025
Seorang murid—penempuh jalan menuju Allah—wajib menjaga dan mengatur alat pendengarannya, baik saat menyendiri (khalwah) maupun ketika bersama orang lain (ijtima‘). Ia tidak boleh menggunakan pendengarannya pada hal-hal yang tidak diciptakan untuknya.
Telinga adalah amanah dari Allah atas segala yang kita dengar. Ia merupakan salah satu gerbang hati, bisa menjadi jalan menuju hidayah atau jurang menuju kehinaan.
Adapun cara menggunakan pendengaran terbagi menjadi dua bentuk:
Keduanya bisa terpuji atau tercela, tergantung niat dan objeknya.
1. Menyimak yang Tercela (الإنصات المذموم)
Menyimak menjadi tercela ketika seseorang tetap diam dan tidak berreaksi karena senang mendengarkan sesuatu yang diharamkan atau dimakruhkan, seperti ghibah, fitnah, atau perkataan yang merendahkan kehormatan orang lain.
Diam dalam kebatilan bukanlah adab, melainkan bentuk persetujuan batin terhadap dosa.
2. Menguping yang Dilarang (التصنّت المذموم)
Adapun taṣannuṭ yang tercela adalah menguping pembicaraan orang lain, mencari tahu apa yang mereka katakan dalam pertemuan atau rahasia mereka, dengan tujuan menyebarkan atau ingin tahu isi ucapannya.
Kedua perbuatan ini— menyimak kebatilan dan menguping rahasia —diharamkan bagi setiap muslim, karena merusak integritas moral, mencederai adab, dan menghapus cahaya hati. Ia termasuk dalam bentuk tajassus (memata-matai) yang dilarang secara tegas oleh Allah Ta‘ala dalam firman-Nya:
وَلَا تَجَسَّسُوا
“Dan janganlah kamu saling memata-matai.” (QS al-Ḥujurat: 12)
Peringatan Nabi ﷺ
Diriwayatkan dari Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ تَسَمَّعَ حَدِيثَ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، صُبَّ فِي أُذُنَيْهِ الْآنُكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa mendengarkan pembicaraan suatu kaum sementara mereka tidak menyukainya, maka pada hari kiamat akan dituangkan timah panas ke dalam telinganya.” (HR. al-Bukhari)
Kata الآنُك berarti raṣaṣan mudzaban, timah yang dicairkan.
Dosa-dosa Telinga
Termasuk dari maksiat telinga adalah mendengarkannya orang-orang yang tenggelam dalam kefasikan, kemaksiatan, dan senda gurau yang batil, serta mendengarkan nyanyian, musik, dan berbagai tayangan media yang beragam—baik yang bersifat audio maupun visual— berupa film, gambar, dan tontonan yang menyerupai hal-hal haram, yang disertai suara, nyanyian, dan alat musik.
Juga termasuk maksiat telinga ialah seseorang mendengarkan melalui sarana komunikasi pribadi (seperti telepon atau pesan suara) dengan menurunkan suaranya di hadapan keluarga, guru, atau orang-orang berakal, karena khawatir mereka mendengar isi pembicaraan yang tidak pantas secara syar‘i maupun secara adat. Nabi ﷺ bersabda:
وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
“Dosa itu adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah, dan engkau tidak suka jika orang lain mengetahuinya.” (HR. Muslim).
Demikian pula, Rasulullah ﷺ sangat mengecam orang yang mendengar adzan tetapi tidak menjawabnya, tidak membalas lafaz muadzin, dan tidak menghadiri seruan Allah menuju rumah-Nya tanpa udzur syar‘i yang membenarkannya untuk tidak hadir.
Disebutkan dalam sebuah atsar:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ وَلَمْ يُجِبْ، صُبَّ فِي أُذُنِهِ الْآنُكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa mendengar panggilan (adzan) lalu tidak menjawabnya, maka akan dituangkan timah panas ke dalam telinganya pada hari kiamat.”
Kata الآنِكُ (al-anuk)
bermakna timah yang dilelehkan di dalam api neraka Jahannam.
Kita memohon kepada Allah keselamatan dan perlindungan dari siksa itu.
Fungsi dan Tugas Syariat bagi Telinga
Tugas syar‘i dari telinga adalah menjadikannya sebagai sarana untuk mendengar segala sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya: baik berupa perkataan, syair, nasihat, peringatan, maupun percakapan yang sesuai dengan tingkatan sosial dan adab pergaulan.
Telinga juga merupakan alat untuk menjadi perantara kesadaran dan pemahaman. Allah Ta‘ala berfirman:
وَتَعِيْهَا أُذُنٌ واعِيَةٌ
“Agar ia diingat dan dipahami oleh telinga yang mau mendengar.” (QS. Al-Haqqah: 12)
Pendengaran yang Terpuji
Mendengarkan Al-Qur’an, hadis Nabi, kisah para salihin, dan semua hal yang tidak merusak hati maupun anggota badan, itulah pendengaran yang terpuji, yang mendatangkan pahala dan ganjaran bagi pendengarnya.
Allah Subhanahu wa Ta‘ala memerintahkan kita untuk mendengarkan dan menyimak dengan penuh perhatian bacaan Al-Qur’an, dan Dia menjelaskan buah dari pendengaran yang baik itu. Allah berfirman:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Apabila Al-Qur’an dibacakan, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A‘raf: 204)
Maka kita memohon kepada Allah agar melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.RA(*)
*Sumber: Mabadi Suluk, karya Al-Habib Abubakar Adni bin Ali Al-Masyhur