Posted on 27 August 2025
Sejarah Singkat Kelahiran
Rasulullah ﷺ dilahirkan pada hari Senin, 12 Rabi‘ul Awwal, Tahun Gajah (570/571 M), bertepatan dengan peristiwa hancurnya pasukan bergajah yang dipimpin Abrahah. Peristiwa ini menjadi tanda kebesaran Allah dan isyarat akan datangnya seorang nabi penutup yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Riwayat Para Sahabat tentang Hari Kelahiran
Para sahabat dan ulama klasik mencatat secara jelas hari kelahiran Baginda Nabi ﷺ.
وُلِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الفِيلِ لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ لَيْلَةً مَضَتْ مِنْ رَبِيعٍ الأَوَّلِ
“Nabi ﷺ dilahirkan pada Tahun Gajah, tepatnya dua belas malam telah berlalu dari bulan Rabi‘ul Awwal.” (Riwayat al-Hakim, ia mensahihkannya sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim)
وُلِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَخَرَجَ مُهَاجِرًا مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَرَفَعَ الْحَجَرَ الأَسْوَدَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ
“Nabi ﷺ lahir pada hari Senin, hijrah dari Makkah ke Madinah pada hari Senin, dan mengangkat Hajar Aswad juga pada hari Senin.” (Riwayat Ahmad, Musnad 4/174, sanad sahih)
أَنَّ أَعْرَابِيًّا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ، فَقَالَ: ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَأُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
“Seorang Arab Badui bertanya kepada Nabi ﷺ tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab: ‘Itu adalah hari aku dilahirkan dan pada hari itu pula diturunkan wahyu kepadaku.’” (Riwayat Muslim, al-Hakim mensahihkannya)
Hadis ini menunjukkan bahwa hari kelahiran Nabi ﷺ merupakan hari yang penuh keberkahan, bahkan Rasulullah ﷺ sendiri menandainya dengan ibadah puasa.
Keterangan Ulama
Al-Imam Ibn ‘Abd al-Barr al-Andalusi rahimahullah meriwayatkan dari Az-Zubair bahwa ibunda Nabi ﷺ mengandung beliau pada hari-hari tasyriq di lembah Syiib Thalib, dan beliau ﷺ lahir di Makkah, di rumah Muhammad bin Yusuf ats-Tsaqafi (saudara al-Hajjaj bin Yusuf), pada hari Senin, 12 Rabi‘ul Awwal, Tahun Gajah.
Kesaksian dari Yahudi Yatsrib (Madinah)
Al-Baihaqi meriwayatkan sebuah atsar dari Sahabat Hassan bin Tsabit radhiyallahu anhu, yang ketika itu masih anak-anak:
قَالَ حَسَّانُ بْنُ ثَابِتٍ: إِنِّي لَغُلَامٌ يَفِعَةٌ ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ أَوْ ثَمَانٍ، أَعْقِلُ مَا رَأَيْتُ وَسَمِعْتُ، إِذَا بِيَهُودِيٌّ يَصْرُخُ بِأَعْلَى صَوْتِهِ عَلَى أُطُمٍ بِيَثْرِبَ: يَا مَعْشَرَ يَهُودَ! فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ، فَقَالُوا: وَيْلَكَ، مَا لَكَ؟ قَالَ: طَلَعَ النَّجْمُ (أَحْمَدُ) الَّذِي وُلِدَ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ
Hassan bin Tsabit berkata: “Aku ketika itu masih anak berumur tujuh atau delapan tahun, sudah mengerti apa yang kulihat dan kudengar. Tiba-tiba seorang Yahudi di Yatsrib berteriak sekeras-kerasnya dari atas benteng: ‘Wahai kaum Yahudi!’ Maka mereka pun berkumpul kepadanya seraya bertanya: ‘Celaka engkau, ada apa?’ Ia menjawab: ‘Telah terbit bintang Ahmad (Muhammad ﷺ), yang pada malam ini beliau dilahirkan.’” (Riwayat al-Baihaqi, Khaṣa’iṣ al-Kubra 1/113)
Kelahiran Nabi Muhammad ﷺ bukan sekadar peristiwa sejarah, melainkan awal cahaya peradaban yang menerangi dunia. Para sahabat, ulama, hingga riwayat-riwayat langit dan bumi sama-sama menjadi saksi. Maka, memperingati hari kelahiran beliau dengan rasa syukur, cinta, dan ibadah adalah wujud nyata dari firman Allah:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا ۖ هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58). RA(*)