Posted on 22 November 2025
Hati disebut juga sebagai Sultan bagi seluruh anggota tubuh, karena ia memiliki kedudukan yang paling penting di antara seluruh anggota tubuh dalam diri manusia. Mengenai hal ini Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ القَلْبُ
“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika ia baik,
maka baiklah seluruh tubuh; dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh.
Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Sebagian orang saleh mensifati hati dengan “محطُّ نظرِ الله / tempat pandangan Allah”. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi ﷺ:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَجْسَادِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa kalian dan tidak pula jasad kalian, tetapi Allah memandang hati dan amal kalian.”(HR Muslim)
Hati adalah tempat tumbuhnya ikhlas, kejujuran, amanah, dan berbagai nilai moral lainnya, serta menjadi sumber rasa muraqabah (merasa diawasi), berharap kepada Allah dan takut kepada-Nya. Karena itu Allah berfirman:
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati.” (QS. Qaf: 37)
Imam Al-Ghazali ra. berkata dalam kitabnya Al-Munqidz min ad-Dhalal:
“Tampak bagiku bahwa manusia diciptakan dari tubuh dan hati. Yang kumaksud dengan hati adalah hakikat ruhani, yakni tempat mengenal Allah, bukan daging dan darah yang sama-sama terdapat pada orang mati maupun hewan.”
Beliau melanjutkan bahwa tubuh dapat sehat dan selamat, tetapi keselamatan hakiki tidak akan tercapai kecuali dengan hati yang bersih. Allah berfirman:
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu‘ara’: 89)
Obat Penyakit Hati
Namun hati juga dapat terserang penyakit yang mengantarkan pada kehancuran akhirat. Sebagaimana firman Allah:
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ
“Dalam hati mereka ada penyakit.” (QS. Al-Baqarah: 10)
Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa ketidaktahuan terhadap Allah adalah racun yang mematikan, sedangkan kemaksiatan kepada Allah karena mengikuti hawa nafsu adalah penyakit yang merusak. Sebaliknya, mengenal Allah Ta’ala merupakan penawar yang menghidupkan, dan ketaatan kepada-Nya dengan melawan hawa nafsu adalah obat yang menyembuhkan.
Tidak ada jalan untuk menyembuhkan hati dari penyakitnya dan mengembalikannya kepada kesehatan kecuali dengan obat-obatan tertentu, sebagaimana tubuh juga tidak dapat diobati kecuali dengan obat. Sebagaimana obat-obatan fisik dapat memulihkan tubuh melalui khasiat khusus yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia, sehingga seseorang wajib mengikuti arahan para dokter, dan para dokter itu mengambil ilmu mereka dari para nabi, yang Allah perlihatkan khasiat benda-benda melalui cahaya kenabian, bukan sekadar penalaran akal; maka demikian pula obat-obatan bagi hati berupa ibadah dan ketaatan tidak dapat dipahami pengaruhnya hanya dengan akal manusia, namun harus mengikuti petunjuk para nabi yang mengetahui rahasia ibadah tersebut melalui cahaya kenabian, bukan melalui nalar logis semata.
Karena itu Al-Ghazali menyimpulkan: para nabi adalah para dokter bagi penyakit hati.
Imam Al-Ghazali melalui pernyataannya ini mengisyaratkan pentingnya merenungi keajaiban hati dan fungsi-fungsinya, karena hati memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan Penciptanya, dan rahasia akhlak manusia terjalin antara Allah Sang Pencipta hati dan hati itu sendiri. Ketaatan, ibadah, komitmen menjalankan perintah Allah secara terus-menerus, menjauhi maksiat secara berkesinambungan, mengagungkan Allah, serta bersabar dalam memenuhi hak-hak sesama sesuai kedudukan mereka adalah jalan perbaikan hati.
Semua itu tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu para nabi dan rasul. Di dalam ilmu merekalah terdapat kesembuhan dari penyakit hati, noda dosa, kelemahan nafsu dan hawa, serta dari pengaruh setan dan godaan dunia.
Kemudian Imam Al-Ghazali memperingatkan tiga penyakit buruk hati, yaitu: hasad, riya’, dan ‘ujub. Rasulullah ﷺ bersabda:
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Ada tiga perkara yang membinasakan: kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan kekaguman seseorang terhadap dirinya sendiri.”(HR Ibn Bisyran dalam Al-Amali, sanadnya lemah, namun maknanya terdapat dalam hadis sahih)
Di Dalam Hati Yang Sehat Terdapat Akal Yang Sehat
Pada zaman sekarang, kaum muslimin sering mengulang sebuah slogan yang berasal dari dunia non-Islam: “Di dalam tubuh yang sehat terdapat akal yang sehat.” Slogan ini batil dan tidak benar dalam pandangan Islam, karena ajaran Islam tidak menilai manusia dari tubuhnya, tetapi dari hatinya dan amalnya.
Karena itu slogan yang benar sesuai pandangan Islam adalah: Di Dalam Hati Yang Sehat Terdapat Akal Yang Sehat.
Hal ini ditegaskan dalam sabda Nabi ﷺ:
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَجْسَامِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa dan bentuk jasmani kalian, tetapi Allah memandang hati dan amal kalian.”(HR. Muslim)
Dan dalam riwayat lain:
وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ نِيَّاتِكُمْ
Akan tetapi memandang kepada hati dan niat kalian.
Nabi ﷺ juga bersabda sambil menunjuk ke dadanya tiga kali:
التَّقْوَى هَاهُنَا
“Ketakwaan itu berada di sini (di hati).”(HR. Muslim)
Beliau ﷺ juga bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah bahwa dalam tubuh terdapat segumpal daging; apabila ia baik, baiklah seluruh tubuh; dan apabila ia rusak, rusaklah seluruh tubuh; ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.”(HR Al-Bukhari dan Muslim). RA(*)
*Sumber: Mabadi As-Suluk, karya Al-Habib Abubakar Adni bin Ali Al-Masyhur