Hikmah dan Rahasia Spiritual dari Peristiwa “Pembelahan Dada” Nabi ﷺ

Posted on 01 September 2025


Salah satu peristiwa agung dalam sirah Nabi Muhammad yang sarat makna adalah peristiwa pembelahan dada (Shaqq al-Shadr). Riwayat-riwayat shahih menyebutkan bahwa malaikat Jibril ‘alayhis-salam membelah dada Nabi , mengeluarkan bagian yang disebut hadz al-shaythan (bagian untuk setan), lalu membasuh hati beliau dengan wadah emas berisi iman dan hikmah. Sekilas, peristiwa ini mungkin tampak simbolik, tetapi jika direnungkan lebih dalam, ia menyimpan hikmah spiritual, teologis, dan bahkan universal bagi seluruh umat manusia.

1. Ujian Kesabaran dan Keteguhan

Al-‘Allamah Ibnul Munir menegaskan bahwa peristiwa ini adalah bentuk ujian sekaligus pengokohan. Jika Nabi Ibrahim diuji dengan penyembelihan putranya, maka Nabi Muhammad diuji dengan pembelahan dada. Bedanya, ujian Nabi Ibrahim masih berupa isyarat (ma‘aridh), sedangkan peristiwa Nabi nyata dan fisik. Ini menunjukkan betapa besar derajat kesabaran beliau.

2. Pembersihan dari Potensi Setan

Menurut Imam Subki, “segumpal darah hitam” yang diambil dari hati Nabi adalah simbol dari receptivity manusiawi—yakni potensi untuk menerima bisikan setan. Allah mencabut potensi itu dari Nabi agar tidak ada ruang sedikit pun bagi setan. Dengan demikian, hati Nabi menjadi murni, steril, dan hanya dipenuhi cahaya ilahi.

3. Penguatan Rasa Aman dan Keberanian

Syekh Ibn Abi Jamrah menjelaskan bahwa pembelahan dada meningkatkan keyakinan eksistensial. Nabi melihat langsung dadanya dibelah, hatinya dibersihkan, namun beliau tetap tenang tanpa rasa takut. Sejak itu, keberanian Nabi berada pada level tertinggi, sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an:

﴿مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى﴾

“Penglihatannya (Nabi) tidak menyimpang dan tidak melampaui batas.”(QS. An-Najm: 17)

4. Hikmah dalam Pengulangan

Mengapa peristiwa ini terjadi berulang kali—saat beliau kecil, saat menjelang diangkat menjadi rasul, dan menjelang Isra’ Mi‘raj? Ibn Ḥajar al-‘Asqalani memberi penjelasan:

  • Masa kecil: agar beliau tumbuh dalam kesucian total sejak dini.

  • Masa pengutusan: untuk menguatkan hati dalam menerima wahyu.

  • Menjelang Mi‘raj: persiapan spiritual untuk berjumpa dengan Allah.

Ini menunjukkan bahwa setiap fase kehidupan Nabi disiapkan dengan pembersihan bertahap menuju kesempurnaan absolut.

5. Simbolisme Air Zamzam dan Emas

Kenapa hati Nabi dibasuh dengan wadah emas dan air Zamzam?

  • Emas: melambangkan kejernihan, ketahanan, dan keagungan.

  • Zamzam: bersumber dari surga, tetapi mengalir di bumi; simbol keterhubungan antara langit dan bumi, antara wahyu dan kehidupan sehari-hari.

6. Air Dingin dan Salju: Kedamaian Batin

Riwayat lain menyebutkan bahwa hati Nabi dibasuh dengan air salju dan es. Para ulama menjelaskan:

  • Salju: simbol kejernihan hati dan kebeningan jiwa.

  • Dingin: tanda kedamaian, ketenangan, dan terbebas dari panasnya amarah atau gejolak duniawi.

Ibn Dihyah menambahkan: salju melambangkan yaqin (keyakinan murni) yang menyejukkan hati.

7. Dimensi Rahmat Universal

Al-Habib Ali al-Habshi menggambarkan peristiwa ini:

وَمَا أَخْرَجَ الْأَمْلَاكُ مِنْ قَلْبِهِ أَذًى*** وَلَكِنَّهُمْ زَادُوهُ طُهْرًا عَلَى طُهْرٍ

“Para malaikat tidaklah mengeluarkan kotoran dari hatinya, melainkan mereka menambahkannya dengan kesucian di atas kesucian.”

Sayid Muhammad Al-Maliki mengatakan pembelahan dada bukan sekadar mengeluarkan “bagian setan”, tetapi lebih tepatnya mengeluarkan bagian setan dari rahmat Nabi . Hati Rasulullah adalah mata air rahmat, sebagaimana firman Allah:

﴿وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ﴾

Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya’: 107)

Rahmat ini bersifat menyeluruh dan sempurna. Namun, setan dan para pengikutnya tidak mendapat bagian darinya. Dengan kata lain, ketika malaikat membelah dada Nabi , mereka menyingkirkan kemungkinan adanya bagian setan dalam rahmat itu, sehingga rahmat Rasulullah tetap murni.

Refleksi Kontemporer

Dalam konteks global modern, peristiwa ini mengajarkan kepada kita bahwa kesucian hati adalah pondasi peradaban. Dunia yang dipenuhi hoaks, manipulasi, dan konflik memerlukan teladan hati yang murni—hati yang bebas dari dominasi setan berupa nafsu serakah, kebencian, dan kezaliman.

Peristiwa ini juga memberi inspirasi psikologis: setiap manusia perlu melalui proses spiritual cleansing—pembersihan jiwa, entah dengan dzikir, doa, atau refleksi diri—agar bisa menghadapi tantangan hidup dengan ketenangan.

Nabi telah menunjukkan jalan bahwa keberanian, ketenangan, dan kasih sayang lahir dari hati yang disucikan.

Peristiwa Shaqq al-Shadr bukanlah sekadar kisah mistis masa lalu, melainkan manifestasi universal tentang pembersihan hati, penguatan iman, dan peneguhan misi rahmat. Di era modern yang sarat kegelisahan, kita diajak untuk meneladani Nabi dengan berupaya membersihkan hati, menyejukkan jiwa, dan menghadirkan rahmat bagi sesama. RA(*)

*Terinspirasi dari Kitab Al-Insanul Kamil Karya Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki