Posted on 23 March 2025
I’tikaf adalah berdiam di masjid dengan niat tertentu. Itikaf hukumnya sunah kapan saja, namun lebih ditekankan kesunahannya pada 10 hari terakhir Ramadhan. Sayidah Aisyah radhiyallahu anha berkata:
كان النبيِّ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يعتكف العشر الأواخر من رمضان، حتى توفاه الله عزّ وجلّ، ثم اعتكف أزواجه من بعده
Nabi ﷺ dahulu beri’tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan sampai Allah mewafatkan Beliau. Kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalan Beliau. (HR Bukhari dan Muslim)
Sahabat Abu Hurairah juga berkata:
أن رسول الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كان يعتكف عشراً من رمضان، فلما كان في العام الذي قُبض فيه اعتكف عشرين يوماً
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ biasa beritikaf di sepuluh hari (terakhir) Ramadhan, tetapi di tahun kewafatan Beliau, beliau beritikaf selama dua puluh hari. (HR Bukhari)
Tujuan I’tikaf adalah menghadapkan hati sepenuhnya kepada Allah ﷻ, menyendiri dengan-Nya, memisahkan diri dari kesibukan dengan makhluk untuk hanya sibuk dengan Allah ﷻ saja. Sehingga dzikir, cinta, serta penghadapan kepada Allah ﷻ berada dalam posisi tertinggi di hati dan menguasainya. Semua isi hatinya hanya untuk Allah, sehingga ia menikmati kebersamaan dengan Allah sebagai ganti kebersamaan dengan makhluk.
Keutamaan I’tikaf.
Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma mengatakan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
من مشى في حاجة أخيه وبلغ فيها، كان خيراً له من اعتكاف عشر سنين، ومن اعتكف يوماً ابتغاء وجه الله تعالى جعل الله بينه وبين النار ثلاث خنادق أبعد مما بين الخافقين
Siapa yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya dan menyampaikan kebutuhannya, maka itu lebih baik baginya daripada beritikaf selama sepuluh tahun. Dan siapa yang ber’itikaf sehari karena mengharapkan keridhoan Allah maka Allah akan menjadikan tiga parit yang menghalangi antaranya dan neraka, yang jaraknya lebih jauh daripada dua jarak dua ufuk langit. (HR Thabrani, Baihaqi, dan Al-Hakim dan beliau menshahihkannya)
Diriwayatkan pula dari Sayidina Husain bin Ali radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
من اعتكف عشراً في رمضان كان كحجتين وعمرتين
Siapa yang beritikaf sepuluh hari di Bulan Ramadhan, maka ganjarannya seperti dua haji dan dua umrah. (HR Baihaqi)
Dalam hadits lain, Nabi ﷺ bersabda:
من اعتكف فواق ناقة فكأنما أعتق نسمة
Siapa yang beri’tikaf sesaat seperti waktu yang dibutuhkan untuk memerah susu unta, maka seakan ia membebaskan budak. (HR Thabrani)
Melihat keutamaan yang besar ini maka Ketika duduk di masjid walaupun hanya sebentar jangan lupa untuk niat itikaf. Dengan hanya niat, kita akan mendapatkan pahala besar i`tikaf tanpa perlu melelahkan diri. Pahala itikaf itu sangat besar apalagi di Bulan Ramadhan. Yang perlu dilakukan hanyalah berdiam di masjid dengan meniatkan itikaf. Maka seharusnya seorang muslim meniatkan itikaf walaupun hanya sebentar saja di masjid.
Imam Nawawi mengatakan dalam Majmu`, “Seyogyanya bagi yang duduk di masjid untuk menunggu shalat atau menyibukkan diri dengan menuntut ilmu atau perbuatan taat dan mubah lainnya untuk meniatkan itikaf, karena itikaf di anggap sah menurut ulama walaupun sebentar zamannya.”
Tata-Cara I’tikaf
Syarat I’tikaf adalah:
1. Islam, non muslim tidak sah melakukan I’tikaf.
2. Berakal.
3. Suci dari haid dan nifas. Wanita yang haid dan nifas tidak boleh berdiam di masjid sehingga tidak sah I’tikafnya,
4. Berdiam di masjid minimal seukuran thuma’ninah. (walau hanya seukuran mengucapkan subhanallah). Melewati masjid tanpa ada diam tidak dianggap sebagai I’tikaf.
5. Dilakukan di masjid. Tidak sah I’tikaf di mushola ataupun di rumah. Ini berdasarkan ayat:
وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. (QS Al-Baqarah: 187)
Melakukan I’tikaf di masjid jami (masjid yang digunakan untuk shalat jumat) adalah lebih utama, karena sebagian ulama menyaratkan demikian.
6. Niat I’tikaf. Niat menjadi wajib jika ia bernazar untuk melakukan I’tikaf. Jika dalam nazarnya ia menentukan suatu masjid untuk I’tikaf, nazarnya terpenuhi walaupun dilakukan di masjid lain, kecuali jika masjid yang ditentukan adalah satu dari tiga masjid berikut: Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan masjidil Aqsha. Maka I’tikafnya harus dilakukan di masjid yang ia tentukan, atau yang lebih utama dari yang ia tentukan. Urutan keutamaan tiga masjid itu adalah : Masjidil Haram, kemudian Masjid Nabawi, kemudian Masjidil Aqsha. Ini berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bazzar dan dihukumi hasan, dari Abu Darda bahwa Nabi ﷺ bersabda:
الصلاة في المسجد الحرام بمائة ألف صلاة، والصلاة في مسجدي بألف صلاة، والصلاة في بيت المقدس بخمسمائة صلاة
Shalat di Masjidil Haram setara dengan seratus ribu shalat (di masjid lain). Shalat di Masjidku (Nabawi) setara dengan seribu shalat (di masjid lain). Dan shalat di Baitul Maqdis setara dengan lima ratus shalat (di masjid lain). (HR Bazzar)
Puasa tidak menjadi syarat untuk melakukan I’tikaf dalam madzhab Syafii dan Hanbali. Sedangkan dalam Madzhab Abu Hanifah dan Maliki, puasa adalah syarat untuk melakukan I’tikaf.
Yang membatalkan Itikaf
Itikaf menjadi batal dengan melakukan hubungan suami istri atau bercumbu sampai inzal (keluar air mani). Di dalam Al-Quran disebutkan:
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid.” (QS Al-Baqarah: 187)
Menjadi batal pula I’tikaf dengan keluar masjid dengan sengaja tanpa ada keperluan, murtad, mabuk, pingsan, haid dan nifas.
Jika ia melakukan i’tikafnya sunah, bukan berupa nazar, maka ia boleh keluar kapan saja ia kehendaki, ketika kembali ia harus memperbaharui niat itikafnya.
Jika ia bernazar itikaf beberapa hari secara berturut-turut, maka ia wajib i’tikaf secara berturut turut. Jika ia keluar karena suatu hal penting seperti buang air, makan dan minuum bagi orang yang malu melakukannya di masjid, maka itikafnya tidak batal. Tetapi jika ia keluar untuk hal yang tidak urgen seperti menjenguk orang sakit atau shalat jenazah, maka i’tikafnya nazarnya batal, dan ia harus mengulang dari awal kembali. RA(*)
*Sumber diterjemahkan dari Durus Ramadhaniyah Karya Habib Muhammad bin Abdullah bin Ali Alaydrus dengan sedikit penyesuaian