Jendela Fiqih: Air Yang Makruh Digunakan Untuk Bersuci

Posted on 14 October 2025



Dalam madzhab Syafi’i, terdapat beberapa jenis air yang makruh digunakan untuk bersuci (wudhu atau mandi), baik karena alasan kesehatan, kehati-hatian terhadap bekas murka Allah, atau karena adanya perbedaan pendapat dalam keabsahan penggunaannya.

Berikut rincian hukumnya:

1. Air yang sangat panas atau sangat dingin

Air yang terlalu panas atau terlalu dingin makruh digunakan karena dapat menimbulkan rasa sakit dan menghalangi kesempurnaan dalam membasuh anggota wudhu (الإسباغ).

Namun, jika seseorang tidak mendapatkan air lain dan waktu shalat hampir habis, maka wajib digunakan, kecuali jika sudah jelas membahayakan tubuh — maka haram digunakan.

2. Air Musyammas (air yang terkena sinar matahari)

Air musyammas ialah air yang:

  • Terkena sinar matahari langsung,

  • Di daerah panas,

  • Dalam wadah logam seperti besi, tembaga, atau timah (bukan emas dan perak).

Air semacam ini makruh digunakan untuk badan manusia, baik untuk mandi atau berwudhu, karena dapat menimbulkan penyakit kulit seperti baras (belang).

Kemakruhan ini tidak sampai haram, karena penyakit tersebut jarang terjadi. Namun, bila seseorang mengetahui dengan yakin dari pengalaman atau dari orang yang terpercaya bahwa air tersebut menimbulkan penyakit padanya, maka penggunaannya haram.

Jika air itu telah dingin kembali, maka kemakruhan hilang.

3. Air dari tempat yang diazab Allah

Dihukumi makruh menggunakan air dari tanah atau tempat yang pernah ditimpa azab Allah, seperti:

  • Sumur di kawasan al-Ḥijr (kaum Tsamud) kecuali Sumur an-Naqah,

  • Air dari negeri kaum Luth,

  • Air Tanah Babil (Babel),

  • Sumur Barhut di Hadhramaut,

  • Sumur Dzarwan di Madinah (tempat sihir Nabi dilakukan),

  • Dan ditambahkan oleh al-Fatḥ: Wadi Muḥassir (antara Mina dan Muzdalifah), yaitu tempat Allah membinasakan tentara gajah.

Baik air maupun tanah tempat-tempat itu makruh digunakan untuk bersuci, sebagai bentuk kehati-hatian terhadap bekas kemurkaan Ilahi.

4. Air sisa wanita setelah bersuci

Dalam at-Tuḥfah, disebutkan bahwa makruh menggunakan air sisa wanita yang telah dipakai untuk bersuci, karena adanya perbedaan pendapat dalam keabsahan bersuci dengan air tersebut.
Sebagian ulama mengatakan kemakruhan ini disebabkan oleh larangan Nabi  terhadap hal itu.

Selain itu, disebutkan pula makruh bersuci dengan air dari wadah tembaga (إناء نحاس) karena alasan kesehatan dan kehati-hatian.

5. Air yang diperselisihkan keabsahannya (seperti air yang tidak mengalir)

Termasuk makruh juga adalah air yang masih diperselisihkan keabsahan taharah dengannya, seperti air rakid (air yang tidak mengalir). RA(*)

*Sumber: Busyral Karim Syarah Muqadimah Hadramiyah