Kesempurnaan Penciptaan Hati Muhammad ﷺ

Posted on 31 August 2025


Sesungguhnya hati junjungan kita, Sayyiduna Muhammad , adalah hati yang terbaik, paling luas, paling kuat, paling bertakwa, paling suci, paling lembut, dan paling halus. Ia adalah hati yang penuh kesadaran, selalu terjaga, memancarkan cahaya iman dan al-Qur’an.

Maka, hati yang paling mulia adalah hati beliau yang agung. Dalam Musnad Ahmad dan selainnya, dari Ibnu Mas‘ud radhiyallahu anhu, ia berkata:

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ ﷺ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ وَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ فَوَجَدَ قُلُوبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ، فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُونَ عَنْ دِينِهِ، فَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ حَسَناً فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ، وَمَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ سَيِّئاً فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ.

Artinya: Sesungguhnya Allah memandang ke dalam hati para hamba, lalu didapati hati Muhammad sebagai hati yang terbaik di antara hati hamba-hamba-Nya. Maka Allah memilihnya untuk diri-Nya, lalu mengutusnya dengan risalah-Nya. Kemudian Allah memandang ke dalam hati para hamba setelah hati Muhammad , lalu didapati hati para sahabatnya sebagai hati terbaik di antara hati hamba-hamba-Nya. Maka Allah jadikan mereka sebagai para pendamping Nabi-Nya yang berjuang membela agama-Nya. Maka apa yang dipandang baik oleh kaum Muslimin, itu baik di sisi Allah, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum Muslimin, itu buruk pula di sisi Allah.

Pembelahan Dada

Dan sebagaimana hati beliau adalah hati yang paling suci dan paling bersih, maka dada beliau yang mulia pun telah dibelah sejak kecil untuk dikeluarkan darinya bagian (waswas) setan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan selainnya, dari Anas radhiyallahu anhu :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَتَاهُ جِبْرِيلُ وَهُوَ يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ فَأَخَذَهُ فَصَرَعَهُ فَشَقَّ عَنْ قَلْبِهِ فَاسْتَخْرَجَ الْقَلْبَ فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ عَلَقَةً فَقَالَ: هَذَا حَظُّ الشَّيْطَانِ مِنْكَ، ثُمَّ غَسَلَهُ فِي طَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ بِمَاءِ زَمْزَمَ، ثُمَّ لَأَمَهُ ثُمَّ أَعَادَهُ فِي مَكَانِهِ. وَجَاءَ الْغِلْمَانُ يَسْعَوْنَ إِلَى أُمِّهِ، يَعْنِي: ظِئْرَهُ (حَلِيمَةَ) فَقَالُوا: إِنَّ مُحَمَّداً قَدْ قُتِلَ، فَاسْتَقْبَلُوهُ وَهُوَ مُنْتَقِعُ اللَّوْنِ، قَالَ أَنَسٌ: وَقَدْ كُنْتُ أَرَى أَثَرَ ذَلِكَ الْمَخِيطِ فِي صَدْرِهِ.

Artinya: Sesungguhnya Rasulullah pernah didatangi Jibril ketika beliau bermain bersama anak-anak. Jibril lalu membaringkan beliau, membelah dadanya, kemudian mengeluarkan hati beliau. Dari hati itu diambil segumpal darah, lalu Jibril berkata: “Inilah bagian setan darimu.” Setelah itu hati beliau dicuci dalam bejana dari emas dengan air zamzam, kemudian dijahit dan dikembalikan pada tempatnya. Anak-anak pun berlari menemui ibu susuan beliau, Halimah, sambil berkata: “Muhammad telah terbunuh!” Mereka pun menemuinya dalam keadaan wajahnya berubah pucat. Anas berkata: “Aku masih melihat bekas jahitan itu di dada beliau.”

Peristiwa pembelahan dada yang mulia ini terjadi pertama kali saat beliau masih kecil di bawah asuhan Halimah As-Sa‘diyyah.

Kemudian terjadi untuk kedua kalinya ketika beliau berusia sepuluh tahun. Hikmahnya adalah karena usia sepuluh tahun dekat dengan masa taklif (pembebanan syariat), maka hatinya dibersihkan agar tidak tercemar oleh sesuatu yang tercela pada kaum lelaki.

Adapun yang ketiga kalinya adalah ketika dada beliau dibelah saat Jibril alaihissalam datang membawa wahyu ketika beliau diangkat menjadi Nabi.

Adapun hikmah dari pembelahan dada itu – sebagaimana dijelaskan oleh para peneliti – adalah bentuk tambahan pemuliaan Allah kepadanya, agar hatinya semakin suci dan semakin siap menerima wahyu dan anugerah Ilahi, dan (pembelahan dada itu juga) merupakan bentuk penguatan, dukungan, serta persiapan bagi beliau agar siap menerima wahyu dengan hati yang kokoh dalam kesempurnaan kondisi ruhaniyah yang suci dan diridhai.

Adapun pembelahan dada beliau yang keempat adalah pada malam Isra’, sebagaimana disebutkan dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim.

Hikmah dari pembelahan ini – sebagaimana dijelaskan oleh para ‘arifin – adalah bentuk tambahan pemuliaan dan pengagungan bagi beliau , serta tambahan dukungan dan persiapan untuk menghadapi momen agung: berdiri di hadapan Allah , bermunajat kepada-Nya, menyaksikan cahaya-cahaya, rahasia-rahasia, serta tajalli jamal dan jalal-Nya.

Pandangan Ulama tentang Pembelahan Dada

Al-Hafiẓ al-Qasthallani rahimahullah berkata:

ثُمَّ إِنَّ جَمِيعَ مَا وَرَدَ مِنْ شَقِّ الصَّدْرِ وَاسْتِخْرَاجِ الْقَلْبِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْأُمُورِ الْخَارِقَةِ لِلْعَادَةِ، مِمَّا يَجِبُ التَّسْلِيمُ لَهُ دُونَ التَّعَرُّضِ لِصَرْفِهِ عَنْ حَقِيقَتِهِ لِصَلَاحِيَّةِ الْقُدْرَةِ، فَلَا يَسْتَحِيلُ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ.

Artinya: Semua riwayat tentang pembelahan dada, pengambilan hati, dan peristiwa-peristiwa luar biasa lainnya, wajib diterima tanpa dialihkan dari makna lahiriahnya. Sebab, dengan kesempurnaan kekuasaan Allah, tidak ada yang mustahil dari semua itu.

Ia juga menukil perkataan Imam as-Suyuthi rahimahullah:

وَمَا وَقَعَ مِنْ بَعْضِ جُهَّالِ الْعَصْرِ مِنْ إِنْكَارِ ذَلِكَ وَحَمْلِهِ عَلَى الْأَمْرِ الْمَعْنَوِيِّ، وَإِلْزَامِ قَائِلِهِ الْقَوْلَ بِقَلْبِ الْحَقَائِقِ، فَهُوَ جَهْلٌ صَرِيحٌ وَخَطَأٌ قَبِيحٌ، نَشَأَ مِنْ خِذْلَانِ اللَّهِ تَعَالَى لَهُمْ، وَعُكُوفِهِمْ عَلَى الْعُلُومِ الْفَلْسَفِيَّةِ، وَبُعْدِهِمْ عَنْ دَقَائِقِ السُّنَّةِ.

Artinya: Apa yang terjadi dari sebagian orang bodoh pada zaman ini – yang mengingkari peristiwa itu dan menakwilkannya sekadar makna kiasan, serta menuduh orang yang meyakininya telah membalikkan fakta – maka itu adalah kebodohan yang nyata dan kesalahan yang buruk. Hal itu lahir dari kehinaan yang ditimpakan Allah kepada mereka, keterikatan mereka pada ilmu filsafat, dan jauhnya mereka dari rahasia-rahasia Sunnah.

Keistimewaan Hati Nabi

Allah telah menganugerahkan kepada Rasul-Nya hati yang selalu terjaga dan sadar. Hatinya senantiasa tertuju kepada Allah, penuh kesadaran terhadap-Nya, tidak pernah diselimuti kelalaian, dan tidak pernah tertidur. Maka, mimpi beliau dalam tidur adalah bagian dari wahyu, dan tidurnya tidak membatalkan wudhu beliau. Hal ini telah ditegaskan dalam hadis-hadis sahih.

Dalam Sahih al-Bukhari dari ‘A’isyah radhiyallahu anha, tentang qiyamullail Nabi , ia berkata:

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ؟ فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ، إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي.

Artinya: Aku (Aisyah) bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum witir?” Beliau menjawab: “Wahai ‘A’isyah, kedua mataku memang tidur, tetapi hatiku tidak tidur.”

Demikian pula dalam Sahih al-Bukhari dari Jabir radhiyallahu anhu, ia berkata:

جَاءَتْ مَلَائِكَةٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَهُوَ نَائِمٌ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّهُ نَائِمٌ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانُ. فَقَالُوا: إِنَّ لِصَاحِبِكُمْ هَذَا مَثَلًا، فَاضْرِبُوا لَهُ مَثَلًا، فَقَالُوا: مَثَلُهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا وَجَعَلَ فِيهَا مَأْدُبَةً، فَبَعَثَ دَاعِيًا، فَمَنْ أَجَابَ الدَّاعِيَ دَخَلَ الدَّارَ وَأَكَلَ مِنَ الْمَأْدُبَةِ، وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّاعِيَ لَمْ يَدْخُلِ الدَّارَ وَلَمْ يَأْكُلْ مِنَ الْمَأْدُبَةِ. فَقَالُوا: أَوِّلُوهَا لَهُ يَفْقَهْهَا، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّهُ نَائِمٌ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانُ، فَقَالُوا: فَالدَّارُ الْجَنَّةُ، وَالدَّاعِي مُحَمَّدٌ ﷺ، فَمَنْ أَطَاعَ مُحَمَّدًا ﷺ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَى مُحَمَّدًا فَقَدْ عَصَى اللَّهَ.

Artinya: Sekelompok malaikat datang kepada Nabi  ketika beliau sedang tidur. Sebagian berkata: “Ia tidur.” Sebagian lagi berkata: “Matanya tidur, tetapi hatinya tetap terjaga.” Mereka berkata: “Sesungguhnya sahabat kalian ini memiliki perumpamaan, maka buatlah perumpamaan baginya.” Lalu mereka berkata: “Perumpamaannya seperti seseorang yang membangun sebuah rumah, menyediakan jamuan di dalamnya, lalu mengutus seorang utusan. Siapa yang memenuhi panggilan utusan itu, masuklah ia ke dalam rumah dan makan dari jamuan itu. Siapa yang tidak memenuhi panggilan utusan, maka ia tidak masuk ke rumah dan tidak makan dari jamuan itu.” Lalu mereka berkata: “Takwilkanlah agar ia memahaminya.” Sebagian berkata: “Ia tidur.” Sebagian lagi berkata: “Matanya tidur, tetapi hatinya tetap terjaga.” Mereka berkata: “Rumah itu adalah surga, dan utusan itu adalah Muhammad . Siapa yang menaati Muhammad , maka ia telah menaati Allah. Dan siapa yang durhaka kepada Muhammad , maka ia telah durhaka kepada Allah.”

Dalam Sunan ad-Darimi diriwayatkan sebuah hadis mulia:

أُتِيَ النَّبِيُّ ﷺ فَقِيلَ لَهُ: لِتَنَمْ عَيْنُكَ، وَلْتَسْمَعْ أُذُنُكَ، وَلْيَعْقِلْ قَلْبُكَ. قَالَ: فَنَامَتْ عَيْنَايَ، وَسَمِعَتْ أُذُنَايَ، وَعَقَلَ قَلْبِي. فَقِيلَ لِي: سَيِّدٌ بَنَى دَارًا، فَصَنَعَ مَأْدُبَةً، وَأَرْسَلَ دَاعِيًا، فَمَنْ أَجَابَ الدَّاعِيَ دَخَلَ الدَّارَ وَأَكَلَ مِنَ الْمَأْدُبَةِ وَرَضِيَ عَنْهُ السَّيِّدُ، وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّاعِيَ لَمْ يَدْخُلِ الدَّارَ وَلَمْ يَطْعَمْ مِنَ الْمَأْدُبَةِ وَسَخِطَ عَلَيْهِ السَّيِّدُ. قَالَ: فَاللَّهُ السَّيِّدُ، وَمُحَمَّدٌ ﷺ الدَّاعِي، وَالدَّارُ الْإِسْلَامُ، وَالْمَأْدُبَةُ الْجَنَّةُ.

Artinya: Nabi pernah didatangi (malaikat) dan dikatakan kepadanya: “Hendaklah matamu tidur, telingamu mendengar, dan hatimu tetap memahami.” Maka tertidurlah kedua mataku, tetapi telingaku tetap mendengar, dan hatiku tetap memahami. Lalu dikatakan kepadaku: “Seorang tuan membangun sebuah rumah, lalu menyiapkan jamuan, kemudian ia mengutus seorang penyeru. Maka siapa yang memenuhi seruan itu, ia masuk ke rumah tersebut, makan dari jamuan itu, dan tuannya ridha kepadanya. Adapun siapa yang tidak memenuhi seruan itu, maka ia tidak masuk ke dalam rumah, tidak makan dari jamuan itu, dan tuannya murka kepadanya.” Nabi bersabda: “Tuan itu adalah Allah, penyeru itu adalah Muhammad , rumah itu adalah Islam, dan jamuan itu adalah surga.”

Hadis ini menegaskan kembali bahwa mata Nabi boleh tertidur, tetapi hati beliau tidak pernah tidur. Bahkan dalam tidurnya, beliau tetap menerima ilham, wahyu, dan perumpamaan-perumpamaan agung dari Allah .RA(*)

*Sumber: Muhammad Insanul Kamil karya Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki