Kesunahan Doa Iftitah

Posted on 06 November 2024



Banyak hadits yang menyebutkan tentang kesunahan doa Istiftah, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, beliau berkata:

Ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah , seorang lelaki di antara kaumnya berkata:

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Allah Maha Besar dengan kebesaran-Nya, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, mahasuci Allah di pagi hari dan dai sore hari

Maka Nabi bertanya:

“Siapakah yang mengatakan kalimat tadi?”

Lelaki itu menjawab, “Aku, Wahai Rasulullah.”

Nabi bersabda, “Aku takjub atas kalimat itu, pintu-pintu langit terbuka karenanya.”

Sahabat Ibnu Umar berkata, “Aku tidak pernah meninggalkan ucapan itu semenjak aku mendengar Rasulullah mengatakan hal itu.” (HR Muslim)

Diriwatkan pula dari Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa apabila Nabi berdiri memulai shalat, Beliau membaca doa:

وَجَّهْتُ ‌وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ. إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ. لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ. أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ. تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan bukanlah aku termasuk orang yang musyrik. Sungguh shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dengan itu aku diperintahkan, dan Aku adalah termasuk orang muslim.

Ya Allah, Engkaulah Raja. Tiada tuhan selain Engkau. Engkau Tuhanku dan aku Hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku dan aku akui dosaku, maka ampunilah semua dosaku, sebab tiada yang mengampuni dosa selain Engkau. Berilah aku petunjuk kepada akhlak terbaik sebab tiada yang memberikan petunjuk kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Palingkan dariku keburukan akhlak sebab tiada yang memalingkan dariku keburukannya selain Engkau. Aku penuhi panggilan-Mu dan aku penuhi seruan-Mu. Semua kebaikan ada pada-Mu dan  keburukan tidak dikembalikan pada-Mu. Aku bersama-Mu dan akan kembali Pada-Mu. Maka suci Engkau dan Maha Tinggi, Aku memohon ampun pada-Mu. (HR Muslim)

Para ulama mengatakan bahwa doa iftitah terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

Bagian pertama:

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Bagian kedua:

وَجَّهْتُ ‌وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ.

Bagian ketiga:

 إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Jika ia menjadi imam maka dianjurkan tidak memanjangkan bacaan doa iftifat melebihi ini. dan jika ia ingin meringkas membaca salah satu bagian, baiknya membaca bagian yang kedua.

Adapun orang yang shalat sendiri, atau menjadi imam dan tahu bahwa makmum senang jika ia memanjangkan doanya maka dianjurkan menambahkan bacaan doa Iftitah dengan:

 اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ. لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ. أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ. تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

 

 

 

Permasalahan

Ada dua sunah yang dianjurkan sebelum membaca Al-Fatihah dalam shalat dan ada dua sunah yang dianjurkan setelahnya. Yang dianjurkan sebelum membaca Al-Fatihah adalah membaca doa Iftirah dan Taawudz (membaca أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ). Sedangkan dua hal yang disunahkan setelahnya adalah membaca Aamiin dan surat.

Disunahkan membaca doa iftitah secara sir (dengan suara pelan) walaupun dalam shalat Jahriyah (shalat yang dianjurkan mengeraskan bacaan Al-Fatihah). Doa Iftitah dibaca setelah Takbiratul Ihram, tetapi hendaknya ada jeda sedikit yang menyelai antara takbir dan Doa Iftitah, seukuran membaca subhanallah. Doa Iftitah hukumnya sunah, walau ada pendapat lemah yang menyatakan hukumnya wjaib. (Lihat Hasyiyah Turmusyi)

Syarat Kesunahan Membaca Doa Iftitah

Doa Iftitah tidak disunahkan dalam semua keadaan. Dalam beberapa keadaan justru dianjurkan tidak membaca Doa ini. Berikut ini syarat disunahkannya membaca Doa Iftitah:

1.      Makmum masbuk mendapati Imam dalam posisi Berdiri. Jika makmum masbuk mendapati imam dalam posisi i’tidal atau lainnya maka ia tidak sudah membaca doa Iftitah.

Penting: Apabila makmum mendapati Imam dalam Tasyahud akhir, maka di sini terdapat perincian hukum: jika makmum masbuk ini sempat duduk tasyahud akhir bersama Imam, maka tidak sunah membaca Doa Iftitah setelah Ia bangkit berdiri. Namun, apabila sebelum duduk, Imam sudah membaca salam maka disunahkan baginya membaca doa Iftitah sebelum membaca Surat Al-Fatihah.

2.      Bukan dalam shalat Jenazah. Dalam shalat jenazah walaupun shalat ghaib tidak disunahkan Doa Iftitah berdasarkan pendapat yang muktamad. Sebab Shalat Jenazah berprinsip ringkas.

3.      Ia belum memulai membaca Taawudz atau Basmalah, walaupun lupa. Jika ia sudah terlajur membaca Taawudz atau basmalah maka tidak disunahkan lagi membaca doa Iftitah sebab sudah hilang tempatnya.

4.      Bisa membaca Al-Fatihah secara sempurna sebelum imam rukuk. Jika makmum masbuk mendapati imam dalam keadaan berdiri, dan mengira sisa waktunya tidak cukup untuk membaca Al-Fatihah disertai doa Iftitah, maka ia tidak dianjurkan membaca Doa Iftitah.

5.      Tidak takut kehilangan waktu shalat atau waktu ada. Jiak ia shalat di akhir waktu, sedangkan sisa waktu tidak cukup untuk satu rakaat apabila ia membaca Doa Iftitah, maka tidak disunahkan membaca Doa Iftitah. Hendaknya ia langsung membaca Al-Fatihah, sebab itu adalah kewajiban, maka tidak boleh disibukan dengan yang sunah. (Lihat Turmusyi)

Adat Sadah Alawiyah

Dikutip dari kalam Sayidina Imam Ahmad bin Hasan Alathas radhiyallahu anhu :

Sesungguhnya para ahli fiqih berkata jika seorang yang shalat terlanjur membaca Taawudz maka ia kehilangan doa Iftitah. Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata: Sungguh aku membaca doa Iftitah setelah basmalah jika aku lupa tempatnya. Setelah itu, aku dapati keterangannya dalam kitab Al-Bayan.” (Tadzkirun Nas). RA(*)

*Sumber: Ifadatul Anam