Posted on 18 September 2025
Al-Qur’an dan Gelar “Al-Ummi”
Allah ﷻ menyebut Rasulullah ﷺ sebagai النَّبِيُّ الأُمِّيّ dalam firman-Nya:
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ
"Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi."(QS Al-A’raf: 157)
Dan juga dalam ayat lain:
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ
"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi." (QS Al-A’raf: 158)
Kedua ayat ini menegaskan gelar al-ummi yang disematkan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ, sebuah gelar yang mengandung dimensi bahasa, sejarah, dan mukjizat.
Makna Bahasa “Al-Ummi”
Para ulama memberikan berbagai penjelasan mengenai makna “al-ummi”:
Seperti yang diriwayatkan
oleh Ibrahim al-Nakha‘i: “al-ummi adalah orang yang tidak membaca dan tidak
menulis.”
Seakan-akan beliau tetap dalam keadaan sebagaimana dilahirkan oleh ibunya,
tanpa melalui proses pendidikan formal tulis-baca.
Sebagian ulama mengatakan “al-ummi” berarti yang dinisbatkan ke Makkah sebagai pusat bumi dan peradaban tauhid.
Sebagaimana disebut dalam al-Maghrib, bangsa Arab pada masa itu dikenal sebagai ummiyyun karena mayoritas mereka tidak membaca dan menulis.
Al-Nasafi berpendapat, “al-ummi” dinisbatkan kepada “al-ummah” (umat), yakni karena beliau adalah pemimpin dan kepala umat manusia.
Ibn Athiyyah menambahkan makna lain: al-ummi berasal dari kata amm yang berarti tujuan atau arah. Nabi ﷺ adalah sosok yang menjadi arah umat, tujuan manusia, dan kiblat moral dunia.
Hikmah Nabi ﷺ sebagai “Al-Ummi”
Imam al-Azafi menjelaskan bahwa hikmah terbesar Nabi ﷺ tidak bisa membaca dan menulis adalah agar mukjizat wahyu semakin nyata. Allah ﷻ berfirman:
وَمَا كُنتَ تَتْلُوا مِن قَبْلِهِ مِن كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
"Dan engkau tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur’an) sesuatu kitab pun dan engkau tidak menulisnya dengan tangan kananmu. Kalau (engkau dapat membaca dan menulis), pasti ragu orang-orang yang mengingkarimu."(QS Al-Ankabut: 48)
Artinya, justru karena Rasulullah ﷺ tidak belajar dari kitab-kitab sebelumnya, maka Al-Qur’an tampil sebagai mukjizat murni. Ia tidak lahir dari tradisi literasi manusia, melainkan wahyu langsung dari Allah. Inilah yang membuat para orientalis sekalipun kebingungan: bagaimana mungkin seorang yang tidak bisa baca-tulis mampu menghadirkan sebuah teks yang melampaui seluruh karya sastra manusia sepanjang zaman?
Mukjizat dalam Perspektif Global
Jika ditarik ke dalam konteks dunia modern:
Dengan gelar al-ummi, Nabi Muhammad ﷺ tampil sebagai mukjizat hidup: seorang yang tak pernah membaca buku, tapi mengajarkan peradaban; seorang yang tak menulis, tetapi meninggalkan kitab paling agung; seorang yang sederhana dalam literasi, tapi paling agung dalam misi.
Inilah paradoks mulia yang sekaligus menjadi bukti bahwa Islam adalah agama wahyu, bukan hasil rekayasa manusia. Dan hingga kini, al-ummi tetap menjadi simbol kemurnian, otentisitas, dan mukjizat yang tak terbantahkan.RA(*)
Sumber: An-Nahjah As-Sawiyah karya Imam As-Suyuthi