Posted on 08 August 2025
*Disarikan dari ceramah Al-‘Allamah al-Ḥabib ‘Umar bin Hafidz dalam peringatan tahunan Imam al-Muhajir Aḥmad bin ‘Isa di Dar al-Shafa, Di ḥarah ar-Rahbah, kota Tarim, 18 Muḥarram 1447 H
Ancaman Perang Nilai: Yang Tidak Tampak Namun Lebih Berbahaya
Dalam penggalan awal ceramahnya, al-Habib ‘Umar menegaskan bahwa perang yang paling berbahaya bukanlah yang kasat mata seperti pemboman atau penjajahan fisik. Justru perang paling berbahaya adalah perang terhadap nilai dan akhlak. Beliau mengatakan:
لا يجوز أن نُضيِّع ونُفوِّت كنوز الصِّلات العُلوية بالرب جل جلاله، وشرف الاتصال بالجناب، وذوق حلاوة الإيمان، مقابل الاغترار بشيءٍ ممّا يطرحه علينا هؤلاء.
Kita tidak boleh menyia-nyiakan dan melewatkan harta karun berupa hubungan tinggi dengan Allah, kehormatan dalam berhubungan dengan-Nya, serta kenikmatan manisnya iman, hanya karena tertipu oleh apa yang ditawarkan oleh mereka.
Beliau menggambarkan bahwa "musuh" kini telah masuk hingga ke desa-desa umat Islam, melalui bantuan, program modernisasi, dan teknologi—yang semuanya dijadikan sarana menyusupkan racun:
فبهذا الاسم تأتي سموم! سموم انتزاع القِيَم، سموم انحراف.
Dengan nama (pembangunan dan bantuan) itu, datanglah racun! Racun pencabutan nilai, racun penyimpangan.
Beliau melanjutkan:
وما يلعبون به على الأفكار وعلى السلوكيات في واقعنا، كُله خبيث وكله حرب شديد وشنيع وآثاره خبيثة، والله يدفع شرهم عنا
Apa yang mereka permainkan dari pikiran dan perilaku umat kita, semuanya busuk. Itu adalah perang yang kejam, menjijikkan, dan dampaknya sangat merusak. Dan hanya Allahlah yang dapat menolak keburukan mereka dari kita
Menggunakan Dunia Tanpa Diperbudak Olehnya
Al-Habib ‘Umar menjelaskan bagaimana seharusnya seorang Muslim memposisikan dunia dan seluruh alat teknologinya. Dunia hanyalah sarana, bukan tujuan.
نعبُرُ إلى استعماله مستخدِماً لا مُستخدَماً، ولاستعماله مملوكاً لا مالكاً، ولاستعماله مُسَخَّراً لا مُسخِّراً...
Kita melintas untuk menggunakan dunia sebagai pengguna, bukan yang diperalat; sebagai pemilik, bukan yang dimiliki; sebagai yang menundukkan, bukan yang ditundukkan…
Para salaf kita dahulu bekerja di dunia—bertani, berdagang, dan berkarya—namun:
لم يكونوا مُغترّين، ولم يكونوا لها قاصدين، ولا فيها محبوسين، ولا عندها مقصوري. ولا إليها ملتفتين، بل مستخدمين ومُسخِّرين ومستعملين لها استعمالاً يليقُ بتكريم الذي خلقها لهم (وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِّنْهُ).
Mereka tidak tertipu olehnya, tidak menjadikannya sebagai tujuan, tidak terpenjara olehnya, dan tidak terbatasi padanya. dan tidak berpaling hati kepada dunia.
Sebaliknya, mereka menjadikan dunia sebagai alat—mereka menggunakannya, menundukkannya, dan memanfaatkannya dengan cara yang sesuai dengan kehormatan yang Allah anugerahkan kepada manusia: "Dan Dia telah menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya dari-Nya." (QS. Al-Jatsiyah: 13)
Memanfaatkan Teknologi untuk Agama
Teknologi buatan manusia bukan tanda keunggulan mereka. Sebab, justru mayoritas penciptanya memiliki niat yang rusak dan digunakan untuk kerusakan umat.
لا تدلّ على شرف ولا فخر لهم مِن قريبٍ ولا من بعيد، بل لسوء نياتهم أكثر استعمالها فيما ضرَّ البشرية.
Ia (teknologi) sama sekali tidak menunjukkan kemuliaan atau kebanggaan mereka, bahkan karena buruknya niat mereka, justru lebih banyak digunakan untuk mencelakakan manusia.
Habib ‘Umar mengutip wasiat al-Imām ‘Umar bin Ahmad Bin Sumaith:
اغنموا ما تقدرون عليه من هذه الأجهزة… فصانعوها عامتهم لا هم أهل نيات صالحة… فاغتنموها أنتم.
Ambillah sebanyak mungkin yang kalian mampu dari perangkat ini… karena kebanyakan pembuatnya bukan orang-orang yang berniat baik… maka kalianlah yang seharusnya memanfaatkannya.
Masa Depan yang Nyata vs Masa Depan Palsu
Salah satu poin sentral dalam ceramah adalah perbedaan antara masa depan ilusi yang dibicarakan media dan kaum kuffar, dan masa depan hakiki yang dijelaskan oleh para nabi.
هذا الهراء الذي يتحدث به الناس عن المستقبل... ما أسرع انقضاءه وفناءه!
Omong kosong yang dibicarakan manusia tentang ‘masa depan’... betapa cepat berlalu dan binasanya ia!
Masa depan yang hakiki adalah hari akhirat, sebagaimana yang diajarkan para nabi:
المستقبل الذي هو في الحقيقة مستقبل: مُستقبل سعادته أبدية وشقاوته أبدية…
Masa depan yang sejati adalah masa depan yang kebahagiaannya abadi dan kesengsaraannya abadi…
Semua manusia akan menuju masa depan ini:
من آمن ومن كفر، من صدَّق ومن كذَّب، كلهم يقبلون على هذا المستقبل…
Baik yang beriman maupun yang kafir, yang membenarkan maupun yang mendustakan, semuanya akan menghadapi masa depan ini.
Rintangan Menuju Allah: Sebab Malapetaka
Habib ‘Umar menegaskan bahwa dosa dan kelalaian adalah penghalang utama manusia dari Tuhannya.
ما يصيب الإنسان… هي القواطع التي شؤمها إذا تكاثر يؤدّي إلى سوء الخواتيم…
Apa pun yang menimpa manusia berupa kelalaian, berpaling, meninggalkan kewajiban, niat buruk, ucapan haram, atau pendengaran haram… itu semua adalah pemutus hubungan dengan Allah, yang jika menumpuk akan menyebabkan su’ul khātimah.
Dan Allah telah memperingatkan dengan firman-Nya:
كَلَّا إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ
يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوبُونَ
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka. (QS Al-Muthafifin: 15)
Penutup: Harapan dan Doa
Akhir ceramah beliau dipenuhi doa dan harapan agar umat ini merasakan manisnya iman, memperoleh bagian dari sirah Nabi, serta mendapatkan keberuntungan dalam mengenal Allah.
Melalui ceramah ini, Habib ‘Umar mengajak kita semua untuk mempersiapkan masa depan yang sesungguhnya, bukan masa depan dunia yang fana dan menipu. Dengan tetap terhubung kepada Allah, menjaga nilai dan akhlak, serta menjadikan dunia sebagai alat, bukan tujuan, maka kita telah mengikuti jejak para nabi yang menyeru kepada keselamatan abadi.RA(*)