Posted on 27 October 2025
Di antara keistimewaan agung Nabi Muhammad ﷺ adalah bahwa beliau merupakan nabi pertama dalam penciptaan, walaupun terakhir diutus kepada umat manusia. Beliau ﷺ adalah yang pertama kali Allah pilih dalam alam ruh, namun yang terakhir muncul dalam alam jasad. Sebagaimana beliau bersabda:
كُنتُ نَبِيًّا وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ»
Aku telah menjadi nabi ketika Adam masih antara ruh dan jasad.(HR. Ahmad, al-Bazzar, al-Thabarani, al-Hakim, al-Baihaqi, dan lainnya).
Hadis ini diriwayatkan dari sejumlah sahabat, di antaranya Sahabat Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Irbaḍ bin Sariyah, dan Khalifah Umar bin al-Khathab radhiyallahu anhum, melalui banyak jalur yang saling menguatkan. Menunjukkan bahwa kenabian beliau telah ditetapkan sejak awal takdir di “Ummul Kitab”, sebelum manusia pertama diciptakan.
1. Allah Mengambil Mitsaq (Perjanjian) atas Para Nabi
Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ، وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا.
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi dan dari engkau (Muhammad), dan dari Nuh, Ibrahim, Musa, serta Isa putra Maryam; dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.…” (QS al-Ahzab: 7)
Dalam ayat Allah menyebut Nabi Muhammad ﷺ terlebih dahulu, bahkan sebelum Nabi Nuh alaihissalam. Padahal secara kronologi, Nabi Nuh alaihissalam lebih dahulu diutus. Sebagian ahli tafsir memahami hal ini sebagai isyarat bahwa maqam kenabian Muhammad ﷺ adalah asal dan sumber bagi semua kenabian lainnya.
Imam Ibnu Abi Hatim dan Abu Nuʿaim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi ﷺ bersabda tentang ayat ini:
كُنْتُ أَوَّلَ النَّبِيِّينَ فِي الْخَلْقِ، وَآخِرَهُمْ فِي الْبَعْثِ
“Aku adalah yang pertama di antara para nabi dalam penciptaan, dan yang terakhir diutus.”
Maknanya, Rasulullah ﷺ lebih dahulu ditentukan kenabiannya dalam ilmu Allah ﷻ, meskipun pengutusan beliau terjadi terakhir secara waktu.
Setiap nabi diambil janji agar beriman kepada Beliau, dan memerintahkan umatnya untuk mengimani beliau ﷻ. Sahabat Ali, sebagaimana dinukilkan oleh Al-Qasthalani dalam Mawahibul Ladunniyah mengatakan:
لَمْ يَبْعَثِ اللَّهُ تَعَالَى نَبِيًّا مِنْ آدَمَ فَمَنْ بَعْدَهُ إِلَّا أَخَذَ عَلَيْهِ الْعَهْدَ فِي مُحَمَّدٍ ﷺ لَئِنْ بُعِثَ، وَهُوَ حَيٌّ، لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ وَلَيَنْصُرَنَّهُ، وَيَأْخُذَ الْعَهْدَ بِذَلِكَ عَلَى قَوْمِهِ.
Allah Ta‘ala tidak mengutus seorang nabi pun, sejak (masa) Nabi Ādam hingga nabi-nabi sesudahnya, melainkan Allah telah mengambil perjanjian darinya tentang (iman kepada) Nabi Muhammad ﷺ, bahwa apabila Nabi Muhammad diutus sementara ia (nabi tersebut) masih hidup, maka ia pasti akan beriman kepadanya dan menolongnya, serta ia juga harus mengambil perjanjian yang sama dari kaumnya (untuk beriman dan menolong Rasulullah ﷺ bila beliau diutus pada masa mereka).
2. Rasulullah ﷺ yang Pertama Menjawab Seruan Allah di alam ruh “Bukankah Aku adalah Tuhan Kalian?”
Diriwayatkan oleh Abu Sahl al-Qathan dalam Amaliyyat-nya, bahwa Sahl bin Saleh Al-Hamdani bertanya kepada Abu Jaʿfar Muhammad bin ʿAli Al-Baqir:
كَيفَ صَار مُحَمَّد صلى الله عليه وسلم يتَقَدَّم الْأَنْبِيَاء وَهُوَ آخر من بعث
Bagaimana mungkin Nabi Muhammad ﷺ menjadi yang paling dahulu (utama) di antara para nabi, padahal beliau adalah yang terakhir diutus?’
Maka Abu Jakfar menjawab:
إِن الله تَعَالَى لما اخذ من بني آدم من ظُهُورهمْ ذرياتهم وأشهدهم على أنفسهم أَلَسْت بربكم كَانَ مُحَمَّد صلى الله عليه وسلم أول من قَالَ بلَى وَلذَلِك صَار يتَقَدَّم الْأَنْبِيَاء وَهُوَ آخر من بعث
Sesungguhnya Allah Ta’ala, ketika mengambil keturunan anak-anak Adam dari sulbi (punggung) mereka dan menjadikan mereka bersaksi atas diri mereka sendiri (sebagaimana firman-Nya: أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”), maka Nabi Muhammad ﷺ adalah orang pertama yang menjawab: بَلَى “Benar (Engkau adalah Tuhanku).”
Oleh sebab itu, beliau menjadi yang terdahulu di antara para nabi (dalam maqam keimanan dan pengakuan terhadap Rububiyyah Allah), meskipun terakhir kali diutus di dunia.
3. Takdir Kenabian Sebelum Nabi Adam ditiupkan ruh
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Bukhari dalam Tarikh-nya, al-Thabarani, al-Ḥakim, al-Baihaqi, dan Abu Nu‘aim, dari Maisarah al-Fajr, ia bertanya kepada Nabi ﷺ:
يَا رَسُولَ اللهِ، مَتَى كُنْتَ نَبِيًّا
“Aku bertanya: Wahai Rasulullah, kapan engkau menjadi nabi?”
Maka beliau ﷺ menjawab:
وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ
Ketika Adam masih berada antara ruh dan jasad (belum ditiupkan ruh ke dalamnya).
Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِنِّي عِنْدَ اللهِ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَخَاتَمُ النَّبِيِّينَ، وَإِنَّ آدَمَ لَمُنْجَدِلٌ فِي طِينِهِ
Sungguh aku si sisi Allah telah tercatat dalam Ummul Kitab sebagai penutup para nabi, sedangkan Adam masih terbaring dalam tanah liatnya. (HR. Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi dari Irbaḍ bin Sariyah).
Artinya, dalam Lauhul Mahfudz, beliau telah ditetapkan sebagai penutup para nabi sebelum Adam terbentuk dari tanah liatnya. Ini menunjukkan bahwa kenabian Muhammad ﷺ merupakan sunnatullah azali yang terjadi sebelum penciptaan manusia dan semesta.
4. Tanda-tanda Kenabian Sejak Sebelum Lahir
Diriwayatkan oleh al-Thabarani dan Abu Nuʿaim dari Abi Maryam al-Ghasani, bahwa seorang Arab Badui bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
أَيُّ شَيْءٍ كَانَ أَوَّلُ نُبُوَّتِكَ؟
Apa yang menjadi permulaan kenabianmu?
Beliau ﷺ menjawab:
أَخَذَ اللهُ مِنِّي الْمِيثَاقَ كَمَا أَخَذَ مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ، وَدَعْوَةُ أَبِي إِبْرَاهِيمَ، وَبُشْرَى عِيسَى، وَرَأَتْ أُمِّي أَنَّهُ خَرَجَ مِنْ بَيْنِ رِجْلَيْهَا سِرَاجٌ أَضَاءَتْ لَهُ قُصُورُ الشَّامِ
Allah mengambil perjanjian padaku sebagaimana mengambil perjanjian dari para nabi, aku adalah doa Nabi Ibrahim, kabar gembrira Nabi Isa. Ibuku melihat (saat melahirkanku) Cahaya yang menyinari istana-istana Syam keluar dari antara dua kakinya.
Beliau menjelaskan bahwa permulaan kenabiannya merupakan hasil dari tiga hal besar:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, serta menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah : 129)
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُم مُّصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِن بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ ۖ فَلَمَّا جَاءَهُم بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَٰذَا سِحْرٌ مُّبِينٌ
Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (Taurat) yang datang sebelumku, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad.” Maka ketika rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata.” (QS. Aṣ-Shaff : 6)
Dan tanda-tanda itu bahkan tampak sejak kelahiran beliau berupa cahaya yang memancar dari rahim ibunya hingga menyinari istana-istana Syam, sebagai isyarat bahwa risalahnya akan menerangi Timur dan Barat.
Dari semua riwayat ini, para ulama sepakat bahwa Rasulullah ﷺ memiliki khushushiyah (keistimewaan) yang tidak dimiliki nabi lain:
Sebagaimana ucapan ulama yang dinukilkan oleh al-ʿAllamah al-Qasthalni dalam Mawahib Ladunniyah:
بأنه صلى الله عليه وسلم خُصَّ باستخراجه من ظهر آدم قبل نفخ الروح، فإن محمدًا صلى الله عليه وسلم هو المقصود من خلق النوع الإنساني، وهو عينه وخلاصته وواسطة عقده. والأحاديث السابقة صريحة في ذلك، والله أعلم
Bahwasanya Rasulullah ﷺ memiliki kekhususan, yaitu beliau telah dikeluarkan (dijadikan) dari sulbi (tulang punggung) Nabi Adam sebelum ruh ditiupkan ke dalamnya. Sebab, Nabi Muhammad ﷺ adalah tujuan utama dari penciptaan jenis manusia, beliaulah inti, sari, dan kesempurnaan dari seluruh umat manusia, serta pengikat permata dalam kalung penciptaan (yakni poros dan penutup seluruh mata rantai kenabian). Hadis-hadis yang telah disebut sebelumnya menunjukkan hal itu secara jelas dan tegas. Wallahu A’lam.RA(*)