Renungan Haji : Memurnikan Niat Haji

Posted on 12 June 2025



Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam kitabnya Nashaihud Diniyah menyebutkan hal-hal yang sangat penting untuk orang yang berhaji. Berikut ini adalah terjemahan bebasnya:

Di antara adab-adab haji yang terutama adalah menjadikan tujuannya ke tanah suci murni hanya untuk berhaji ke Baitullah dan mengagungkan hal-hal yang dimuliakan Allah. Kalau pun tidak murni sepenuhnya, hati-hati jangan sampai ia menyertakan tujuan duniawi yang dapat menyibukkannya dari menjalankan amalan-amalan haji dan mengagungkan syiar-syiar Allah sebagaimana mestinya.

Ini banyak terjadi pada kaum yang lalai dari Allah . Mereka sibuk dengan kecintaan kepada dunia, urusan bisnis dan dagang sehingga lalai untuk mengagungkan hal-hal yang dimuliakan Allah dan menjalankan amalan-amalan haji. Sebagian mereka bahkan menjadikan bisnis sebagai fokus utama, sedangkan haji sebagai sampingan saja. Ini adalah kesalahan yang sangat besar, dan terdapat banyak cela di dalamnya.

Berdagang Sewajarnya

Berdagang saat melakukan haji bukan termasuk dosa atau perbuatan tercela, asalkan tidak membuatnya lalai dari menjalankan amalan-amalan haji dan dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat. Allah memberi izin untuk berdagang saat haji, bahkan menurunkan ayat tentangnya, yaitu:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلًا مِّن رَّبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. (QS Al-Baqarah: 198)

Akan tetapi tentunya menjadikan tujuannya murni hanya untuk berhaji saja adalah lebih utama. Menyertakan sebagian urusan dagang tanpa membuatnya sibuk dari menjalani amalan haji dan tanpa membuat hatinya terbagi-bagi itu bukan hal yang tercela. Yang tercela adalah menyertakan urusan duniawi yang dapat membuat hatinya terganggu dan menjadikannya tidak dapat menjalani amalan haji dengan sempurna. Maka siapa saja yang berharap hajinya mabrur dan usahanya mendapatkan balasan kebaikan hendaknya memperhatikan hal ini.

Badal Haji

Termasuk hal yang tercela terkait badal haji sebagaimana yang dilakukan sebagian orang adalah: melakukan Haji Islam (fardhu) dengan tujuan agar bisa melakukan bisnis badal haji (Badal haji hanya boleh dilakukan oleh orang yang pernah melakukan Haji Islam *penj). Yang ia harapkan hanyalah upah badal Haji dan ambisi mendapatan keuntungan duniawi. Siapa yang tahu, mungkin saja Allah tidak menerima Haji Islamnya karena niatnya itu. Maka hendaknya orang yang berhaji bertakwa kepada Allah, jangan sampai menyimpan niat yang tidak ada kebaikan baginya. Kami menyebutkan ini, sebab ada sebagian orang awam yang tidak memahami ini, agar mereka dapat mengetahui.

Sebenarnya Badal haji bukan hal yang tercela dan bukan suatu dosa. Bahkan yang melakukannya dengan tujuan yang baik seperti : untuk mengunjungi Baitullah, mengagungkan hal-hal yang dimuliakan Allah, membantu menggugurkan kewajiban saudaranya yang muslim sebagai bentuk kepedulian baginya, ia tidak kosong dari pahala yang besar dari anugerah Allah. Adapun yang melakukan badal haji dengan tujuan bisnis semata, maka perbuatannya itu sangat riskan dari cela.

Imam Ghazali rahimahullah ta’ala berkata : “Orang yang melakukan badal haji hendaknya menjadikan tujuan utamanya adalah mengunjungi Baitullah, sedangkan upah sebagai sampingan saja. Jangan melakukan yang sebaliknya dengan dengan menjadikan upah sebagai tujuan utama, dan hajinya sebagai tujuan sampingan.”

Lakukan Sesempurna Mungkin

Orang yang berhaji, baik haji wajib maupun sunnah, semestinya melakukan semua ritual haji dengan sesempurna mungkin yang ia bisa. Jalankan semua kesunahan dan adab sesuai tuntunan yang dinukilkan dari Haji Rasulullah . Itu bisa diketahui dengan mempelajari kitab manasik yang disusun oleh para ulama, semoga Allah merahmati mereka.

Di antara kitab manasik yang paling baik adalah yang disusun oleh Imam Nawawi rahimahullah. Orang yang berhaji harus membawa sebagian kitab manasik susunan para ulama agar ia dapat memahami aturan dan menjalankan haji sesuai dengan petunjuk Allah .

Hendaknya ia juga menziarahi tempat-tempat peninggalan bersejarah dan mulia. Tempat-tempat itu sudah terkenal dan masyhur.

Menziarahi Makam Nabi

Hendaknya ia bertekad kuat untuk menziarahi makam Rasulullah . Hati-hati, jangan sampai melewatkan kesempatan ziarah padahal ia mampu, khususnya setelah ia menjalani Haji Islam. Telah diriwayatkan dari Nabi , bahwa Beliau bersabda:

مَنْ حَجَّ وَلَمْ يَزُرْنِي فَقَدْ جَفَانِي

Siapa yang berhaji namun tidak menziarahiku maka ia telah menjauh dariku. (HR Ibnu Adiy)

من زارني بعد مماتي، فكأنَّما زارني في حياتي

Siapa yang menziarahiku setelah aku wafat, maka seakan ia menziarahiku saat aku masih hidup. (HR Daruquthni)

Tidak pantas bagi seorang mukmin melewatkan ziarah kepada Nabinya kecuali karena uzur yang jelas. Hak Beliau atas umatnya adalah hak yang paling agung. Seandainya salah seorang dari umatnya datang padanya dengan berjalan di atas kepala atau bahkan biji matanya dari tempat yang jauh untuk berziarah, maka itu belum dapat memenuhi hak yang wajib ditunaikan baginya.

Semoga Allah membalas jasa Beliau kepada kami dan kepada semua umat Islam dengan balasan yang paling utama dari balasan yang diberikan kepada nabi atas jasa kepada umatnya. Beliau telah menyampaikan risalah, memberi petunjuk yang jelas, peduli kepada umatnya, menyingkirkan kesusahan, dan menjadikan kita berada di atas jalan kebaikan yang putih lagi jelas sehingga malamnya bagaikan siang. Semoga Allah limpahkan shalawat, keberkahan serta keselamatan baginya dan bagi keluarganya dengan shalawat, keberkahan, dan keselamatan yang paling utama yang diberikan kepada makhluk-Nya, serta yang paling kekal. RA(*)