Posted on 07 September 2025
Sejak awal penciptaannya, manusia tidak pernah berjalan sendirian. Ia selalu dikepung oleh empat musuh yang berusaha menjauhkan dirinya dari kebenaran. Al-Qur’an dan Sunnah telah menegaskan keberadaan mereka, dan para ulama sepanjang zaman terus memperingatkan bahayanya. Mereka adalah:
Musuh-musuh ini tidak sekadar hadir sebagai entitas luar, tetapi juga menyusup ke dalam jiwa dan kehidupan manusia.
Seorang penyair berkata:
إبليس والدنيا ونفسي والهوى*** كيف الخلاص وكلهم أعدائي
“Iblis, dunia, nafsu, dan hawa; bagaimana aku bisa selamat, sementara semuanya adalah musuhku?”
Imam ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi juga menasihati:
واحفظ القلب أن يلم به ***الشيطان والنفس والهوى والدنية
“Jagalah hatimu, jangan biarkan ia disentuh oleh setan, nafsu, hawa, dan dunia yang menipu.”
Empat Musuh dalam Perspektif Modern
Jika ditafsirkan dengan kacamata kontemporer, keempat musuh ini bukan sekadar konsep spiritual, tetapi juga struktur yang membentuk realitas global:
Jika empat musuh ini bersatu, maka lahirlah peradaban yang kehilangan jiwa: maju secara teknologi, tetapi lumpuh secara moral; megah secara ekonomi, tetapi rapuh secara spiritual; kaya secara informasi, tetapi miskin hikmah.
Manusia abad ke-21 menghadapi musuh-musuh ini dalam bentuk yang semakin kompleks.
Habib Abubakar al-Masyhur rahimahullah pernah mengingatkan bahwa kemenangan sejati manusia bukan terletak pada menguasai dunia luar, tetapi pada kemampuan menundukkan empat musuh ini.
Jalan Keselamatan
Perlawanan terhadap mereka tidak bisa dilakukan dengan kekuatan fisik, melainkan dengan tazkiyatun-nafs (penyucian jiwa), muraqabah (kesadaran batin akan pengawasan Allah), serta keberanian untuk melawan arus dominasi dunia modern yang seringkali setaniah sifatnya.
Empat musuh ini hanya bisa dilawan dengan empat senjata:
Barang siapa mengabaikan musuh-musuh ini, maka ia sebenarnya sedang berjalan menuju kekalahan. Tetapi barang siapa menyadari dan melawan mereka dengan sabar, maka ia sedang menapaki jalan keselamatan. RA(*)
*Terinspirasi dari tulisan Al-Ḥabib Abubakar al-Masyhur rahimahullah, dalam Mabadi’ al-Suluk, hlm. 9